SEJARAH NU, ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA NU
MAKALAH
SEJARAH NU, ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA NU
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan
Agama Islam 2
Dosen Pengampu: Nur Rohman, S.Pd., M.Si.
Oleh :
Ø
Putri Pratiwi (151120001548)
Ø
Ery Setyo Rini (151120001556)
Ø
Fiwi Yeni Nazara (151120001571)
Ø
Siti Zelikha Khomsatun (151120001573)
PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS
ISLAM NAHDLATUL ULAMA’
2015/2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas anugerah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini guna memenuhi tugas
mata kuliah Agama Islam 2.
Adapun
maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan oleh dosen pengampu kami juga
untuk lebih memperluas pengetahuan para mahasiswa khususnya bagi penulis.
Makalah ini berisi materi tentang “Sejarah Nahdlatul Ulama’, Anggaran
Dasar, dan Anggaran Rumah Tangga”. Yang menjabarkan teori-teori yang merujuk
pada terbentuknya Nahdlatul Ulama, beserta ajaran/pokok pikiran dari Nahdlatul
‘Ulama. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyelesaian makalah ini. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat untuk para
pembaca guna mendapatkan wawasan dan pengetahuan terlebih untuk diri penulis
sendiri.
Penulis
telah berusaha untuk dapat menyusun makalah ini dengan baik, namun penulis
menyadari bahwa penulis memiliki keterbatasan sebagai manusia biasa. Oleh
karena itu, jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi teknik
penulisan, maupun dari isi makalah ini, kami memohon maaf dan penulis berharap
adanya kritik dan saran dari dosen pengampu maupun pembaca sangat diharapkan penulis untuk
dapat menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam pengetahuan kita bersama.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Amin.
Jepara, 20 April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
NU adalah
organisasi keagamaan sekaligus organisasi kemasyarakatan terbesar dalam
lintasan sejarah bangsa Indonesia, mempunyai makna penting dan ikut menentukan
perjalanan sejarah bangsa Indonesia, NU lahir dan berkembang dengan corak dan
kulturnya sendiri. Sebagai organisasi keagamaan Ahlussunnah Wal Jama'ah, maka
NU menampilkan sikap akomodatif terhadap berbagai madzhab keagamaan yang ada di
sekitarnya. NU tidak pernah berfikir menyatukan apalagi menghilangkan
mazdhab-mazdhab keagamaan yang ada. Dan sebagai organisasi kemasyarakatan, NU
menampilkan sikap toleransi terhadap nilai-nilai lokal. NU berakulturasi dan
berinteraksi positif dengan tradisi dan budaya masyarakat lokal. Dengan
demikian NU memiliki wawasan multikultural, dalam arti kebijakan sosialnya
bukan melindungi tradisi atau budaya setempat, tetapi mengakui manivestasi
tradisi dan budaya setempat yang memiliki hak hidup di Republik Indonesia
tercinta ini. Sebagai warga negara Indonesia, terkhusus sebagai warga Nahdlatul
‘Ulama alangkah baiknya kita mengetahui lebih dalam mengenai apa itu Nahdlatul
‘Ulama. Banyak hal yang bisa kita temukan dan kita kaji dalam perkembangan
organisasi ini sehingga kita dapat memetik segala hikmah kebaikan yang bisa
dijadikan motivasi dan semangat untuk kehidupan kita.
Dalam Makalah
ini, penulis menguraikan tentang sejarah terbentuknya Nahdlatul Ulama’, Anggaran
Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Nahdlatul ‘Ulama.
Tema yang kami
bahas dalam makalah ini penting karena dari sini kami dapat mengetahui terbentuknya
Nahdlatul Ulama, ajaran/pokok pikiran dari Nahdlatul ‘Ulama beserta Anggaran
Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Nahdlatul ‘Ulama. Dengan demikian para
ulama Ahlussunnah wal Jama’ah diharapkan
untuk dapat melanjutkan dakwah
Islamiyah dan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dengan mengorganisasikan kegiatan-kegiatannya
dalam suatu wadah organisasi yang bernama NAHDLATUL ULAMA, yang bertujuan untuk
mengamalkan ajaran Islam menurut faham Ahlussunnah wal Jama’ah.
1.2. Rumusan masalah
a.
Bagaimana sejarah terbentuknya
Nahdlatul Ulama’?
b.
Apa saja bagian-bagian dalam Anggaran Dasar (AD) NU ?
c.
Apa saja bagian-bagian dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) NU ?
1.3. Tujuan
a.
Untuk mengetahui sejarah
terbentuknya Nahdlatul Ulama’.
b.
Untuk mengetahui bagian-bagian dari Anggaran Dasar (AD) NU.
c.
Untuk mengetahui bagian-bagian dari Anggaran Rumah Tangga (ART) NU.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. SEJARAH BERDIRINYA NAHDLATUL ‘ULAMA
a.
Latar belakang berdirinya
Nahdlatul Ulama'
Latar belakang
berdirinya NU berkaitan erat dengan perkembangan pemikiran keagamaan dan
politik dunia islam pada saat itu. Salah satu faktor pendorong lahirnya NU
adalah karena adanya tantangan globalisasi yang terjadi dalam dua hal :
Globalisasi Wahabi, pada tahun 1924, Syarief Husein, Raja Hijaz (Makkah) yang
berpaham Sunni ditaklukkan oleh Abdul Aziz bin Saud yang beraliran Wahabi.
Tersebarlah berita penguasa baru itu akan melarang semua bentuk amaliyah
keagamaan kaum sunni, yang sudah berjalan berpuluh-puluh tahun di Tanah Arab,
dan akan menggantinya dengan model Wahabi. Pengamalan agama dengan sistem
bermadzhab, tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan lain sebagainya, akan
segera dilarang. Globalisasi imperialisme fisik konvensional yang di Indonesia
di lakukan oleh Belanda, Inggris, dan Jepang, sebagaimana juga terjadi di
belahan bumi Afrika, Asia, Amerika Latin, dan negeri-negeri lain yang dijajah
bangsa Eropa.
b.
Proses Berdirinya Nahdlatul
‘Ulama Berdirinya komite HIJAZ
Lahirnya
Nahdlatul ‘Ulama Sebelum tahun 1924, raja yang berkuasa di Mekkah dan Madinah
ialah Syarif Husen, yang bernaung dibawah Kesultanan Turki. Akan tetapi pada
tahun 1926 Syarif Husen digulingkan oleh Ibnu Suud. Ibnu Suud ialah seorang
pemimpin suku yang taat kepada seorang pengajar agama bernama Abdul Wahhab dari
Nejed yang ajaran-ajaranya sangat konservatif. Misalnya berdoa didepan makam
nabi dihukumi syirik. Penguasa hijaz yang baru ini mengundang pemimpin-pemimpin
islam seluruh dunia untuk menghadiri Muktamar Islam di Mekkah pada bulan Juni
1926. Di Indonesia kebetulan waktu itu sudah terbentuk CCC (Centra Comite
Chilafat) disebut Komite Hilafat, dan duduk di dalamnya berbagai wakil
Organisasi Islam, termasuk K.H. Wahab Hasbullah. CCC yang akan menentukan
utusan Indonesia kemuktamar tersebut. Berhubungan dengan itu, maka K.H. Wahab
Hasbullah bersama-sama para ulama’ Taswirul Afkar dan Nahdlatul Wathan dengan
restu K.H. Hasyim Asy’ari memutuskan untuk mengirimkan delegasi sendiri
kemukatamar pada juni 1926 dengan membentuk komite sendiri yaitu komite hijaz.
“Susunan Komite
Hijaz :” Penasehat : K.H. Abdul Wahab Hasbullah K.H. Cholil Masyhuri Ketua :
H.Hasan Gipo Wakil Ketua : H. Sholeh Syamil Sekretaris : Muhammad Shodiq
Pembantu : K.H. Abdul Halim Pada tanggal 31 Januari 1926 komite mengadakan
rapat di Surabaya dengan mengundang para ‘ulama terkemuka di Surabaya dan
dihadiri K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Asnawi Kudus. rapat memutuskan K.H.
Asnawi Kudus sebagai delegasi Komite Hijaz menghadiri muktamar dunia Islam di
Mekkah.
c.
Tokoh-tokoh dibalik Berdirinya NU
1.
Kiyai Kholil.
Beliau lahir
Selasa 11 Jumadil Akhir 1235 di Bangkalan Madura nama ayahnya Abdul Latif. Pada
tahun 1859 ketika berusia 24 tahun Kiyai Kholil memutuskan untuk pergi ke
Mekkah dengan biaya tabungannya, sebelum berangkat beliau dinikahkan dengan
Nyai ‘Asyik. Di Mekkah beliau belajar pada Syeikh di Masjidil Haram tetapi
beliau lebih banyak mengaji pada para Syeikh yang bermazdhab Syafi’i . Sepulang
dari Mekkah beliau dikenal sebagai ahli fiqih dan thoriqot bahkan ia memadukan
kedua ilmu itu dengan serasi dan beliau juga hafizd kemudian beliau mendirikan
pesantren di Desa Cengkebuan. Wafat 29
Ramadlan 1343 H dalam usia 91 tahun.
2.
K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari.
Beliau mendapat gelar Hadratus
Syeikh (Maha Guru). Lahir24 Dzulqa’dah
1287 H di Desa Gedang, Jombang. Ayahnya bernama K. Asy’ari Demak Jawa Tengah.
Ibunya bernama Halimah putri dari Kiyai Utsman pendiri pesantren Gedang. Dalam
rangka mengabdikan diri untuk kepentingan ummat maka K.H. Muhammad Hasyim
Asy’ari mendirikan pesantren Tebuireng, jombang pada tahun 1899 M. Wafat pada tanggal 17 Ramadlan 1366 H.
3.
K.H. Abdul Wahab Hasbullah.
Lahir di Desa Tambakberas, Jombang, Jawa Timur pada bulan Maret 1888. Semenjak
kanak-kanak beliau dikenal kawan-kawannya sebagai pemimpin dalam segala
permainan. Langkah awal yang ditempuh K.H. Wahab Hasbullah kelak sebagai bapak
pendiri NU, itu merupakan usaha membangun semangat nasionalisme lewat jalur
pendidikan yang sengaja dipilih nama Nahdlatul Wathan yang berarti Bangkitnya
Tanah Air.
Ajaran
atau Pokok Pikiran Nahdlatul ‘Ulama Nahdlatul ‘Ulama (NU) merupakan organisasi
sosial keagamaan yang berhaluan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, sebagai wadah
pengemban dan mengamalkan ajaran Islam Ala Ahadi al-Mazhabi al-Arba’ah dalam
rangka mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Dengan kata lain
sebagai salah satu ormas tertua, NU merupakan satu-satunya organisasi masa yang
secara keseluruhan bahwa Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah sebagai mazhabnya.
Sehingga, ketika NU berpegang pada mazhab, berarti mengambil produk hukum Islam
(fiqh) dari empat Imam Mazhab, yaitu mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab
Syafi’i dan mazhab Hambali. Dalam kenyataannya NU lebih condong pada pendapat
Imam Asy-Syafi’i, oleh karenanya NU sering “dicap” sebagai penganut fanatik
mazhab Syafi’i. Hal ini dapat dilihat dari cara NU mengambil sebuah rujukan
dalam menyelesaikan kasus-kasus atau permasalahan-permasalahan yang muncul.
Alasan yang sering dilontarkan adalah umat Islam Indonesia mayoritas bermazhab
Syafi’i. Nahdlatul ‘Ulama (NU) sebagai Jam’iyah Diniyah Islamiyah yang
bertujuan membangun atau mengembangkan insan dan masyarakat yang bertaqwa
kepada Allah SWT senantiasa berpegang teguh pada kaidah-kaidah keagamaan
(ajaran Islam) dan kaidah-kaidah fiqh
lainnya dalam merumuskan pendapat, sikap dan langkah guna memajukan jam’iyah
tersebut. Dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan alam pikiran (pokok ajaran)
Nahdlatul Ulama (NU) secara ringkas dapat dibagi menjadi tiga bidang ajaran
yaitu; bidang aqidah, fiqh, dan tasawuf. Dalam bidang aqidah yang dianut oleh
NU sejak didirikan pada 1926 adalah Islam atas dasar Ahlu as-Sunnah Wa
al-Jama’ah. Faham ini menjadi landasan utama bagi NU dalam menentukan segala
langkah dan kebijakannya, baik sebagai organisasi keagamaan murni, maupun
sebagai organisasi kemasyarakatan. Hal ini ditegaskan dalam Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), bahwa NU mengikuti Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah
dan menggunakan jalan pendekatan (mazhab). Adapun faham Ahlu as-Sunnah Wa
al-Jama’ah yang dianut NU adalah faham yang dipelopori oleh Abu Hasan
al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi. Keduanya dikenal memiliki keahlian
dan keteguhan dalam mempertahankan i’tiqad (keimanan) Ahlu as-Sunnah Wa
al-Jama’ah seperti yang telah disyaratkan oleh Nabi SAW dan para sahabatnya.
Jadi dalam melaksanakan ajaran Islam, bila dikaitkan dengan masalah-masalah
aqidah harus memilih salah satu di antara dua yaitu al-Asy’ari dan al-Maturidi.
Sementara dalam bidang fiqh ditegaskan bahwa: Nahdlatul Ulama (NU) sebagai
Jam’iyah Diniyah Islamiyah beraqidah Islam menurut faham Ahlu as-Sunnah Wa
al-Jama’ah dan mengikuti faham salah satu mazhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i
dan Hambali. Namun dalam prakteknya para Kyai adalah penganut kuat dari pada
mazhab Syafi’i. Jadi dengan demikian NU memegang produk hukum Islam (fiqh) dari
salah satu empat mazhab tersebut, artinya bahwa dalam rangka mengamalkan ajaran
Islam, NU menganut dan mengikuti bahkan mengamalkan produk hukum Islam (fiqh)
dari salah satu empat mazhab empat sebagai konsekuensi dari menganut faham Ahlu
as-Sunnah Wa al-Jama’ah. Walaupun demikian tidak berarti terus Nahdlatul Ulama
tidak lagi menganut ajaran yang diterapkan Rasulullah SAW. sebab keempat mazhab
tersebut dalam mempraktekkan ajaran Islam juga mengambil landasan dari
al-Qur’an dan as-Sunnah di samping Ijma’ dan Qiyas sebagai sumber pokok
penetapan hukum Islam. Adapun alasan kenapa Nahdlatul Ulama dalam bidang hukum
Islam (fiqh) lebih berpedoman kepada salah satu dari empat mazhab; Pertama,
al-Qur’an sebagai dasar hukum Islam yang pokok atau utama bersifat universal,
sehingga hanya Nabi SAW. yang tahu secara mendetail maksud dan tujuan apa yang
terkandung dalam al-Qur’an. Nabi SAW sendiri menunjukkan dan menjelaskan makna
dan maksud dar al-Qur’an tersebut melalui sunnah-sunnah beliau, yaitu berupa
perkataan, perbuatan, dan taqrir. Kedua, sunnah Nabi SAW. yang berupa
perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya yang hanya diketahui oleh para sahabat
yang hidup bersamaan (semasa) dengan beliau, oleh karena itu perlu untuk
memeriksa, menyelidiki dan selanjutnya berpedoman pada keterangan-leterangan
para sahabat tersebut. Namun sebagian ulama tidak memperbolehkan untuk
mengikuti para sahabat dengan begitu saja. Maka dari itu untuk mendapatkan
kepastian dan kemantapan, maka jalan yang ditempuh adalah merujuk kepada para
ulama mujtahidin yang tidak lain adalah imam madzhab yang empat, artinya bahwa
dalam mengambil dan menggunakan produk fiqh (hukum Islam) dari ulama mujtahidin
harus dikaji, diteliti dan dpertimbangkan terlebih dahulu sebelum dijadikan
pedoman dan landasan bagi Nahdhatul Ulama. Oleh karena itu, untuk meneliti dan
mengkaji suatu produk fiqh (hukum Islam) dalam NU ada suatu forum pengkajian
produk-produk hukum fiqh yang biasa disebut “Bahsul Masail ad-Diniyah
(pembahasan masalah-masalah keagamaan)”. Jadi dalam forum ini berbagai masalah
keagamaan akan digodok dan diputuskan hukumnya, yang selanjutnya keputusan
tesebut akan menjadi pegangan bagi Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Faham Nahdlatul
Ulama dalam bidang tasawuf. Tasawuf sebenarnya merupakan dari ibadah yang sulit
dipisahkan dan merupakan hal yang penting, terutama yang berkaitan dengan makna
hakiki dari suatu ibadah. Jika fiqh merupakan bagian lahir dari suatu ibadah
yang segala ketentuan pelaksanaannya sudah ditetapkan dalam agama, untuk
mendalami dan memahami bagian dari ibadah, maka jalan yang dapat ditempuh
adalah melalui tasawuf itu sendiri. Di antara berbagai macam aliran tasawuf
yang tumbuh dan berkembang, NU mengikuti aliran tasawuf yang dipelopori oleh
Imam Junaid al-Bagdadi dan Imam al-Gazali. Imam Junaid al-Bagdadi adalah salah
seorang sufi terkenal yang wafat pada tahun 910 M di Irak, sedangkan Imam
al-Gazali adalah seorang ulama besar yang berasal dari Persia. Untuk
kepentingan ini, yaitu membentuk sikap mental dan kesadaran batin yang benar
dalam beribadah bagi warga Nahdlatul Ulama, maka pada tahun 1957 para tokoh NU
membentuk suatu badan “Jam’iyah at-Tariqah al-Mu’tabarah” badan ini merupakan
wadah bagi warga NU dalam mengikuti ajaran tasawuf tersebut. Dalam
perkembangannya pada tahun 1979 saat muktamar NU di Semarang badan tersebut
diganti namanya “Jam’iyah at-Tariqah al-Mu’tabarah an-Nadiyyah”. Dengan melihat
nama badan tersebut dimana didalamnya ada kata nadhiyyin ini menunjukkan
identitasnya sebagai badan yang berada dalam lingkungan Nahdhatul Ulama.
Selanjutnya, sejalan dengan derap langkah pembangunan yang sedang dilakukan,
maka Nahdlatul Ulama sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan
bangsa harus mempunyai sikap dan pendirian dalam dan turut berpartisipasi dalam
pembangunan tersebut. Sikap dan pendirian Nahdlatul Ulama ini selanjutnya
menjadi pedoman dan acuan warga NU dalam kehidupan beragama, bermasyarakat dan
bernegara. Sikap NU dalam bidang kemasyarakatan diilhami dan didasari oleh
sikap dan faham keagamaan yang telah dianut. Sikap kemasyarakatan NU bercirikan
pada sifat tawasut, i’tidal, tasamuh, tawazun dan amar ma’ruf nahi munkar.
Sikap ini harus dimiliki baik oleh aktifis Nahdlatul Ulama maupun segenap warga
dalam berorganisasi dan bermasyarakat :
Sikap Tawasut
dan I’tidal. Tawasut artinya tengah, sedangkan I’tidal artinya tegak. Sikap
tawasuth dan i’tidal maksudnya adalah sikap tengah yang berintikan kepada
prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus
ditengah-tengah kehidupan bersama. Dengan sikap dasar ini, maka NU akan selalu
menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu bersikap
membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat tatarruf
(ekstrim).
Sikap Tasamuh
artinya Nahdlatul Ulama bersikap toleran terhadap perbedaan pandangan, baik
dalam masalah keagamaan teruma hal-hal yang bersifat furu’ atau yang menjadi
masalah khilafiyah maupun dalam masalah yang berhubungan dengan kemasyarakatan
dan kebudayaan.
Sikap Tawazun yaitu sikap seimbang dalam berkhidmad. Menyesuaikan berkhidmad kepada Allah SWT,
khidmat sesama manusia serta kepada lingkungan sekitarnya. Menserasikan
kepentingan masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
Amar Ma’ruf
Nahi Munkar. Segenap warga Nahdlatul Ulama diharapkan mempunyai kepekaan untuk
mendorong berbuat baik dan bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat, serta mencegah
semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahakan nilai-nilai kehidupan
manusia. Dengan adanya beberapa aspek tersebut diatas, diharapkan agar
kehidupan umat Islam pada umumnya dan warga Nahdlatul Ulama pada khususnya,
akan dapat terpelihara secara baik dan terjalin secara harmonis baik dalam
lingkungan organisasi maupun dalam segenap elemen masyarakat yang ada. Demikian
pula perilaku warga Nahdlatul Ulama agar senantiasa terbentuk atas dasar faham
keagamaan dan sikap kemasyarakatan, sebagai sarana untuk mencapai cita-cita dan
tujuan yang baik bagi agama maupun masyarakat.
2.2 ANGGARAN DASAR
NAHDLATUL ULAMA'
Perkumpulan/Jam’iyahsebagaisuatuorganisasimakadisusunlah
ADNUsebagaiberikut:
a.
Nama,
Kedudukan, dan Status
Nama
(1) Perkumpulan/Jam’iyah ini bernama Nahdlatul Ulama disingkat NU.
(2) Nahdlatul Ulama didirikan oleh ulama pondok pesantren
di Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1344 H bertepatan dengan tanggal 31 Januari
1926 M untuk waktu yang tak terbatas.
Kedudukan
Nahdlatul Ulama berkedudukan di Jakarta, Ibukota Negara
Republik Indonesia yang meru- pakan tempat kedudukan Pengurus Besarnya.
Status
(1) Nahdlatul Ulama sebagai Badan Hukum Perkumpulan
bergerak dalam bidang ke- agamaan, pendidikan, dan sosial.
(2) Nahdlatul Ulama memiliki hak-hak secara hukum sebagai
Badan Hukum Perkumpulan termasuk di dalamnya hak atas tanah dan aset-aset
lainnya.
b.
Pedoman,
Aqidah, danAsas
Pedoman
Nahdlatul Ulama berpedoman kepada Al- Qur’an, As-Sunnah,
Al-Ijma’, dan Al-Qiyas.
Aqidah
Nahdlatul Ulama beraqidah Islam menurut faham Ahlusunnah
wal Jama’ah dalam bidang aqidah mengikuti madzhab Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan
Imam Abu Mansur al-Maturidi; dalam bidang fiqh mengikuti salah satu dari
Madzhab Empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali); dan dalam bidang tasawuf
mengikuti madzhab Imam al-Junaid al-Bagdadi dan Abu Hamid al-Ghazali.
Asas
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia,
Nahdlatul Ulama berasas kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
Lambang
c.
Tujuan dan Usaha
Tujuan
(1) Nahdlatul Ulama adalah
perkumpulan / jam’iyyah diniyyah islamiyyah ijtima’iyyah (organisasi sosial
keagamaan Islam) untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa,
dan ketinggian harkat dan martabat manusia.
(2) Tujuan Nahdlatul Ulama adalah
berlakunya ajaran Islam yang menganut faham Ahlusunnah wal Jama’ah untuk
terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan demi kemaslahatan,
kesejahteraan umat dan demi terciptanya rahmat bagi semesta.
Usaha
Untuk mewujudkan tujuan
sebagaimana Pasal 8 di atas, maka Nahdlatul Ulama melaksanakan usaha-usaha
sebagai berikut:
a.
Dibidang agama, mengupayakan ter-
laksananya ajaran Islam yang menga nut faham Ahlusunnah wal Jama’ah.
b.
Dibidang pendidikan, pengajaran
dan kebudayaan mengupayakan terwujudnya penyelenggaraan pendidikan dan pen
gajaran serta pengembangan kebu dayaan yang sesuai dengan ajaran Islam untuk
membina umat agar menjadi muslim yang takwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas
dan terampil, serta berguna bagi agama, bangsa dan negara.
c.
Dibidang sosial, mengupayakan dan
men- dorong pemberdayaan di bidang kesehatan, kemaslahatan dan ketahanan
keluarga, dan pendampingan masyarakat yang terpinggirkan (mustadl’afin).
d.
d. Di bidang ekonomi,
mengupayakan peningkatan pendapatan masyarakat dan la - pangan kerja/usaha untuk
kemak muran yang merata.
e.
Mengembangkan usaha-usaha lain
melalui kerjasama dengan pihak dalam mau pun luar negeri yang bermanfaat bagi
masyarakat banyak guna terwujud nya Khairu Ummah.
d.
Keanggotaan,
Hak, dan Kewajiban
Keanggotaan
(1) Keanggotaan Nahdlatul Ulama
terdiri dari anggota biasa, anggota luar biasa, dan anggota kehormatan.
(2) Ketentuan untuk menjadi
anggota dan pemberhentian keanggotaan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Hak dan Kewajiban
Ketentuan mengenai hak dan
kewajiban anggota serta lain-lainnya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
e.
Struktur dan Perangkat Organisasi
Struktur
Struktur Organisasi Nahdlatul
Ulama terdiri dari:
1. Pengurus Besar.
2. Pengurus Wilayah.
3. Pengurus Cabang/Pengurus
Cabang Istimewa.
4. Pengurus Majelis Wakil Cabang.
5. Pengurus Ranting.
6. Pengurus Anak Ranting.
Perangkat
Organisasi
Untuk melaksanakan tujuan dan
usaha-usaha, Nahdlatul UIama membentuk perangkat organisasi yang meliputi:
Lembaga, Badan Khusus dan Badan Otonom yang merupakan bagian tak terpisahkan
dari kesatuan organisasi Jam’iyah Nahdlatul Ulama.
f.
Kepengurusan dan Masa Khidmat
Kepengurusan
(1) Kepengurusan Nahdlatul Ulama
terdiri dari Mustasyar, Syuriyah dan Tanfidziyah.
(2) Mustasyar adalah penasehat
yang terdapat di Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang/ Pengurus
Cabang Istimewa, dan pengurus Majelis Wakil Cabang.
(3) Syuriyah adalah pimpinan
tertinggi Nahdlatul Ulama.
(4) Tanfidziyah adalah pelaksana.
(5) Ketentuan mengenai susunan
dan komposisi kepengurusan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pengurus Besar Nadhlatul Ulama
terdiri dari:
a. Mustasyar Pengurus Besar.
b. Pengurus Besar Harian
Syuriyah.
c. Pengurus Besar Lengkap
Syuriyah.
d. Pengurus Besar Harian
Tanfidziyah.
e. Pengurus Besar Lengkap
Tanfidziyah.
f. Pengurus Besar Pleno.
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama
terdiri dari :
a. Mustasyar Pengurus Wilayah.
b. Pengurus Wilayah Harian
Syuriyah.
c. Pengurus Wilayah Lengkap
Syuriyah.
d. Pengurus Wilayah Harian Tan
fidziyah.
e. Pengurus Wilayah Lengkap
Tanfidziyah.
f. Pengurus Wilayah Pleno.
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama
terdiri dari :
a. Mustasyar Pengurus Cabang.
b. Pengurus Cabang Harian
Syuriyah.
c. Pengurus Cabang Lengkap
Syuriyah.
d. Pengurus Cabang Harian
Tanfidziyah.
e. Pengurus Cabang Lengkap
Tanfidziyah.
f. Pengurus Cabang Pleno.
Pengurus Cabang Istimewa
Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a. Mustasyar Pengurus Cabang.
b. Pengurus Cabang Harian
Syuriyah.
c. Pengurus Cabang Lengkap
Syuriyah.
d. Pengurus Cabang Harian
Tanfidziyah.
e. Pengurus Cabang Lengkap
Tanfidziyah.
f. Pengurus Cabang Pleno.
Pengurus Majelis Wakil Cabang
Nahdlatul Ulama terdiri atas:
a. Mustasyar Pengurus Majelis
Wakil Cabang.
b. Pengurus Majelis Wakil Cabang
Harian Syuriyah.
c. Pengurus Majelis Wakil Cabang
Lengkap Syuriyah.
d. Pengurus Majelis Wakil Cabang
Harian Tanfidziyah.
e. Pengurus Majelis Wakil Cabang
Lengkap Tanfidziyah.
f. Pengurus Majelis Wakil Cabang
Pleno.
Pengurus Ranting Nadhlatul Ulama
terdiri atas:
a. Pengurus Ranting Harian
Syuriyah.
b. Pengurus Ranting Lengkap
Syuriyah.
c Pengurus Ranting Harian
Tanfidziyah.
d. Pengurus Ranting Lengkap
Tanfidziyah.
e. Pengurus Ranting Pleno.
Pengurus Anak Ranting Nahdlatul
Ulama terdiri dari:
a. Pengurus Anak Ranting Harian
Syuriyah.
b. Pengurus Anak Ranting Lengkap
Syuriyah.
c. Pengurus Anak Ranting Harian
Tanfidziyah.
d. Pengurus Anak Ranting Lengkap
Tanfidziyah.
e. Pengurus Anak Ranting Pleno.
Ketentuan mengenai susunan dan
komposisi pengurus diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Masa Khidmat
(1) Masa Khidmat Kepengurusan
sebaga imana dimaksud pada Pasal 14 adalah lima tahun dalam satu periode di
semua tingkatan, kecuali Pengurus Cabang Istimewa selama 2 (dua) tahun.
(2) Masa jabatan pengurus Lembaga
dan Badan Khusus disesuaikan dengan masa jabatan Pengurus Nahdlatul Ulama di
tingkat masing-masing.
(3) Masa Khidmat Ketua Umum
Pengurus Badan Otonom adalah 2 (dua) periode, kecuali Ketua Umum Pengurus Badan
Otonom yang ber basis usia adalah 1 (satu) periode.
g.
Tugas dan Wewenang
Tugas dan Wewenang Mustasyar
Mustasyar bertugas dan berwenang
memberikan nasehat kepada Pengurus Nahdlatul Ulama’ menurut tingkatannya baik
diminta ataupun tidak.
Tugas dan Wewenang Syuriyah
Syuriyah bertugas dan berwenang
membina dan mengawasi pelaksanaan keputusan-keputusan organisasi sesuai
tingkatannya.
Tugas dan Wewenang Tanfidziah
Tanfidziyah mempunyai tugas dan wewenang menjalankan
pelaksanaan keputusan-keputusan organisasi sesuai tingkatannya.
Ketentuan tentang rincian
wewenang dan tugas diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.
a.
Permusyawaratan
Permusyawaratan adalah suatu
pertemuan yang dapat membuat keputusan dan ketetapan organisasi yang diikuti
oleh struktur organisasi di bawahnya.
Permusyawaratan tingkat nasional
terdiri dari:
a. Muktamar
b. Muktamar Luar Biasa
c. Musyawarah Nasional Alim Ulama
d. Konferensi Besar
Permusyawaratan tingkat daerah
terdiridari:
a. Konferensi Wilayah
b. Musyawarah Kerja Wilayah
c. Konferensi Cabang/Konferensi
Cabang Instimewa
d. Musyawarah Kerja Cabang/Musya
warah Kerja Cabang Istimewa
e. Konferensi Majelis Wakil
Cabang
f. Musyawarah Kerja Majelis Wakil
Cabang
g. Musyawarah Ranting h.
Musyawarah Kerja Ranting
i. Musyawarah Anak Ranting j.
Musyawarah Kerja Anak Ranting
b.
Rapat-Rapat
Rapat-rapat di lingkungan
Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a. Rapat Kerja.
b. Rapat Pleno.
c. Rapat Harian Syuriyah dan
Tanfidziyah.
d. Rapat Harian Syuriyah.
e. Rapat Harian Tanfidziyah.
f. Rapat-rapat lain yang dianggap
perlu.
c.
Keuangan dan Kekayaan
Keuangan
(1) Keuangan Nahdlatul Ulama
digali dari sumber-sumber dana di lingkungan Nahdlatul Ulama, umat Islam,
maupun sumber-sumber lain yang halal dan tidak mengikat.
(2) Sumber dana Nahdlatul Ulama
diperoleh dari:
a. Uang pangkal.
b. Uang I’anah Syahriyah
c. Sumbangan danusaha-usaha
yang lain.
(3) Ketentuan penerimaan dan
pemanfaatan keuangan yang termaktub dalam ayat 1 (satu) dan ayat 2 (dua) pasal
ini diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.
Kekayaan
Kekayaan organisasi adalah inventaris
dan aset organisasi yang berupa harta benda bergerak dan/atau harta benda tidak
bergerak yang di- miliki/dikuasai oleh Organisasi/Perkumpulan
d.
Pembubaran Organisasi
(1) Pembubaran Perkumpulan/Jam’iyah Nahdlatul
Ulama sebagai suatu organisasi hanya dapat dilakukan apabila mendapat
persetujuan dari seluruh anggota dan pengurus di semua tingkatan.
(2) Apabila Nahdlatul Ulama
dibubarkan, maka segala kekayaannya diserahkan kepada organisasi atau badan
amal yang sepaham dengan persetujuan dari seluruh anggota dan pengurus di semua
tingkatan.
a. Keanggotaan
Keanggotaan Nahdlatul Ulama
terdiri dari:
a. Anggota biasa adalah setiap
warga negara Indonesia yang beragama Islam, baligh, dan menyatakan diri setia
terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi.
b. Anggota luar biasa adalah
setiap orang yang beragama Islam, baligh, menyetujui akidah, asas dan tujuan
Nahdlatul Ulama namun yang bersangkutan bukan warga negara Indonesia.
c. Anggota kehormatan adalah
setiap orang yang bukan anggota biasa atau anggota luar biasa yang dinyatak an
telah berjasa kepada Nahdlatul Ulama dan ditetapk an dalam keputus an Pengurus
Besar.
b. Tata Cara Penerimaan dan Pemberhentian Keanggotaan
Tata Cara
Penerimaan Anggotaan
(1) Anggota biasa diterima
melalui Pengurus Anak Ranting dan/atau Pengurus Ranting setempat.
(2) Anggota biasa yang
berdomisili di luar negeri diterima melalui Pengurus Cabang Istimewa.
(3) Apabila tidak ada Pengurus
Anak Ranting dan/atau Pengurus Ranting di tempat tinggalnya maka pendaftaran
anggota dilakukan di Ranting terdekat.
(4) Anggota biasa disahkan oleh
Pengurus Cabang.
(1) Anggota luar biasa di dalam negeri
diterima dan disahkan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama setempat.
(2) Anggota luar biasa yang
berdomisili di luar negeri diterima dan disahkan oleh Pengurus Cabang Istimewa
setempat.
(3) Apabila tidak ada Pengurus
Cabang Istimewa di tempat tinggalnya maka penerimaan dan pengesahan dilakukan
di Pengurus Cabang Istimewa terdekat.
(1) Anggota kehormatan diusulkan oleh Pengurus
Cabang, Pengurus Cabang Istimewa atau Pengurus Wilayah kepada Pengurus Besar.
(2) Pengurus Besar menilai dan
mempertimbangkan usulan sebagaimana tersebut dalam ayat 1 pasal ini untuk
memberikan persetujuan atau penolakan.
(3) Dalam hal Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama memberikan persetujuan, maka kepada yangbersangkautan diberikan
surat keputusan sebagai anggota kehormatan.
Pemberhentian Keanggotaan
(1)Seseorang dinyatakan berhenti
dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena:
a. Permintaan sendiri
b. Diberhentikan
(2) Seseorang berhenti karena
permintaan sendiri mengajukan secara tertulis kepada Pengurus Anak Ranting
dan/atau Pengurus Ranting dimana dia terdaftar.
(3) Seseorang diberhentikan
karena dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya sebagai anggota atau melakukan
perbuatan yang mencemarkan dan menodai nama baik Nahdlatul Ulama.
(4) Ketentuan mengenai prosedur
penerimaan dan pemberhentian keanggotaan yang belum diatur, akan diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Organisasi.
c. Kewajiban dan Hak Anggota
Kewajiban Anggota:
a. Menjaga dan mengamalkan Islam
faham Ahlu Sunnah wal Jama’ah An-Nahdliyah.
b. Mengembangkan nilai-nilai ke
bang saan dan mempertahankan serta menegakkan prinsip bernegara NKRI.
c Memupuk dan memelihara Ukhuwah
Islamiyah, Ukhuwah Wathoniyah dan Ukhuwah Basyariyah.
d. Mempertahankan keutuhan
keluarga dalam bidang agama, budaya dan tradisi.
e. Setia dan bersungguh-sungguh
men- dukung dan membantu segala langkah organisasi serta bertanggung jawab atas
segala sesuatu yang diamanahkan kepadanya.
\
Hak Anggota:
a. Mendapatkan pelayanan
keagamaan.
b. Mendapatkan pelayanan dasar
dalam bidang pendidikan, sosial, ekonomi, kesehatan, informasi yang sehat,
perlindungan hukum dan keamanan.
c. Berpartisipasi dalam
musyawarah, memilih dan dipilih menjadi pengurus atau menduduki jabatan lain
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Menjalankan tradisi dan
adat-istiadat selama tidak bertentangan dengan ajaran Ahlu Sunnah wal Jama’ah
An-Nahdliyah.
e. Mendapatkan perlindungan diri
dan keluarganya dari pengaruh paham-paham yang bertentangan dengan ajaran Ahlu
Sunnah wal Jama’ah An-Nahdliyah.
f. Mendapatkan Kartu Tanda
Anggota Nahdlatul Ulama (KARTANU).
d. Tingkatan Kepengurusan
Tingkatan kepengurusan dalam organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a. Pengurus Besar (PB) untuk
tingkat Nasional dan berkedudukan di Jakarta, Ibukota Negara. b. Pengurus
Wilayah (PW) untuk tingkat Propinsi dan berkedudukan di wilayahnya.
c. Pengurus Cabang (PC) untuk
tingkat Kabupaten/Kota dan berkedudukan di wilayahnya.
d. Pengurus Cabang Istimewa (PCI)
untuk Luar Negeri dan berkedudukan di wilayah negara yang bersangkutan.
e. Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) untuk
tingkat Kecamatan dan ber ke- dudukan di wilayahnya.
f. Pengurus Ranting (PR) untuk
tingkat Kelurahan/desa.
g. Pengurus Anak Ranting (PAR)
untuk kelompok dan/atau suatu komunitas.
e. Perangkat Organisasi
Perangkat organisasi Nahdlatul
Ulama terdiri dari:
(1) Lembaga adalah perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi
sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama berkaitan dengan kelompok
masyarakat tertentu dan/atau yang memerlukan penanganan khusus.
Lembaga meliputi :
a. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama disingkat LDNU, bertugas melaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan agama Islam yang menganut
faham Ahlussunnah wal Jama’ah.
b. Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama disingkat LP Maarif NU,
bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pendidikan dan
pengajaran formal.
c. Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama disingkat RMINU, bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan pondok pesantren
dan pendidikan keagamaan.
d. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama disingkat LPNU bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan ekonomi warga
Nahdlatul Ulama.
e. Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama disingkat LPPNU, ber-
tugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan dan
pengelolaan pertanian, kehutanan dan lingkungan hidup.
f. Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama disingkat LKKNU, bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesejahteraan keluarga, sosial
dan kependudukan.
g. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama
disingkat LAKPESDAM NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di
bidang pengkajian dan pengembangan sumber daya manusia.
h. Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama disingkat LPBHNU,
bertugas melaksanakan pen- dam pingan, penyuluhan, konsultasi, dan kajian
kebijakan hukum.
i. Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama disingkat LESBUMI
NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan seni
dan budaya. j. Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama disingkat
LAZISNU, bertugas menghimpun zakat dan shadaqah serta mentasharufkan zakat ke-
pada mustahiqnya.
k. Lembaga Wakaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama disingkat LWPNU, ber t ugas
mengurus tanah dan bangunan serta harta benda wakaf lainnya milik Nahdlatul
Ulama.
l. Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama disingkat LBMNU, bertugas
membahas masalah-masalah maudlu’iyyah (tematik) dan waqi’iyyah (aktual) yang
akan menjadi Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
m. Lembaga Ta’mir Masjid Nahdlatul Ulama disingkat LTMNU, bertugas me lak
sanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan dan pemberdayaan
masjid.
n. Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama disingkat LKNU, bertugas melaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesehatan.
o. Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama disingkat LFNU, bertugas mengelola
masalah ru’yah, hisab dan pengembangan iImu falak.
p. Lembaga Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama disingkat LTNNU, bertugas
mengembangkan penulisan, pener- je mahan dan penerbitan kitab/buku serta media
informasi menurut faham Ahlussunnah wal Jama’ah.
q. Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama disingkat LPTNU, bertugas
me ngem
bangkan pendidikan tinggi Nahdlatul Ulama.
r. Lembaga Penanggulangan Bencanadan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama
disingkat LPBI NU, bertugas melak- sanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dalam
pencegahan dan penanggulangan ben cana serta eksplorasi kelautan.
(2)
Badan Otonom adalah perangkat organisasi
Nahdlatul Ulama yang berfungsi melak- sanakan kebijakan Nahdlatul Ulama yang
berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan.
Badan Otonom berkewajiban menyesuaikan dengan akidah, asas dan tujuan Nahdlatul
Ulama. Badan Otonom harus memberikan laporan perkembangan setiap tahun kepada
Nahdlatul Ulama di semua tingkatan.
Badan Otonom dikelompokkan dalam kategori Badan Otonom berbasis usia dan
kelompok masyarakat tertentu, dan Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan
lainnya.
Jenis Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu adalah:
a. Muslimat Nahdlatul Ulama disingkat Muslimat NU untuk anggota perempuan
Nahdlatul Ulama.
b. Fatayat Nahdlatul Ulama disingkat Fatayat NU untuk anggota perempuan
muda Nahdlatul Ulama berusia maksimal 40 (empat puluh) tahun.
c. Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama disingkat GP Ansor NU untuk anggota
laki-laki muda Nahdlatul Ulama yang maksimal 40 (empat puluh) tahun.
d. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia disingkat PMII untuk mahasiswa
Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 30 (tiga puluh) tahun.
e. Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama
disingkat IPNU untuk pelajar dan santri laki-laki Nahdlatul Ulama yang maksimal
berusia 27 (dua puluh tujuh) tahun.
f. Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama disingkat IPPNU untuk pelajar dan
santri perempuan Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 27 (dua puluh tujuh)
tahun.
Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan lainnya:
a. Jam’iyyah Ahli Thariqah
al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah disingkat JATMAN untuk anggota Nahdlatul Ulama
pengamal tharekat yang mu’tabar.
b. Jam’iyyatul Qurra wal Huffazh
disingkat JQH untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi Qori/Qoriah dan
Hafizh/ Hafizhah.
c. Ikatan Sarjana Nahdlalul Ulama disingkat ISNU adalah Badan Otonom yang
ber- fungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada kelompok
sarjana dan kaum intelektual.
d. Serikat Buruh Muslimin Indonesia
disingkat SARBUMUSI untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi sebagai buruh/karyawan/tenaga
kerja.
e. Pagar Nusa untuk anggota Nahdlatul Ulama yang bergerak pada pengembangan
seni bela diri.
f. Persatuan Guru Nahdlatul Ulama
disingkat PERGUNU untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi sebagai guru
dan/atau ustadz.
g. Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama untuk anggota Nahdlatul Ulama yang
berprofesi sebagai nelayan.
h. Ikatan Seni Hadrah Indonesia Nahdlatul Ulama disingkat ISHARINU untuk
anggota Nahdlatul Ulama yang bergerak dalam pengembangan seni hadrah dan
shalawat.
(3) Badan Khusus adalah
perangkat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang me- miliki struktur secara
nasional berfungsi dalam pengelolaan, penyelenggaraan dan pengembangan
kebijakan Nahdlatul Ulama berkaitan dengan bidang tertentu. Ketua Badan khusus
ditunjuk langsung dan bertanggung jawab kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Ketua
Badan Khusus dapat diangkat untuk maksimal 2 (dua) kali masa khidmat. Pembentukan
dan penghapusan badan khusus ditetapkan melalui rapat harian syuriah dan
tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama . Pembentukan Badan khusus di
tingkat Wilayah diusulkan oleh Pengurus Wilayah, dan disahkan oleh Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama. Pembentukan Badan Khusus di tingkat cabang diusulkan
oleh Pengurus Cabang dan disahkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Ketentuan
lebih lanjut berkaitan dengan Badan Khusus akan diatur dalam Peraturan
organisasi.
f. Susunan Pengurus Wilayah
(1) Pengurus Harian Tanfidziyah
terdiri dari Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil
Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
(2) Pengurus Lengkap Tanfidziyah
terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah, Ketua Lembaga tingkat Wilayah, dan
Ketua Badan Khusus.
g. Susunan Pengurus Cabang
(1) Mustasyar Pengurus Cabang dan Pengurus
Cabang Istimewa terdiri dari beberapa orang sesuai dengan kebutuhan.
(2) Pengurus Harian Syuriyah
terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib.
(3) Pengurus Lengkap Syuriyah
terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.
h. Susunan Pengurus Ranting
Pengurus Harian Tanfidziyah
terdiri dari Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil
Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
i.
Pemilihan dan Penetapan Pengurus
(1) Pemilihan
dan penetapan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
a. Rais ‘Aam dipilih secara
langsung melalui musyawarah mufakat dengan sistem Ahlul Halli wal ‘Aqdi.
b. Ahlul Halli wal ‘Aqdi terdiri
dari 9 orang ulama yang ditetapkan secara langsung dalam muktamar.
c. Kriteria ulama yang dipilih
menjadi Ahlul Halli wal ’Aqdi adalah sebagai berikut: beraqidah Ahlussunnah wal
Jama’ah Annahdliyah, bersikap adil, ‘alim, memiliki integritas moral, tawadlu’,
berpengaruh dan memiliki pengetahuan untuk memilih pemimpin yang munadzdzim dan
muharrik serta wara’ dan zuhud.
d. Wakil Rais ‘Aam ditunjuk oleh
Rais ‘Aam terpilih.
e. Ketua Umum dipilih secara
langsung oleh muktamirin melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam
Muktamar, dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya secara lisan atau
tertulis dan mendapat persetujuan dari Rais ‘Aam terpilih.
f. Wakil Ketua Umum ditunjuk oleh
Ketua Umum terpilih.
(2) Rais ‘Aam terpilih, Wakil
Rais ‘Aam, Ketua Umum terpilih dan Wakil Ketua Umum bertugas melengkapi susunan
Pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota
mede formatur yang mewakili zona Indonesia bagian timur, Indonesia bagian
tengah dan Indonesia bagian barat.
(3) Mustasyar dan A’wan
ditetapkan oleh Pengurus Harian Syuriyah.
(4) Ketua Lembaga dan Badan
Khusus ditetapkan oleh Pengurus Tanfidziyah.
(5) Pengurus Harian Tanfidziyah
bersama Ketua Lembaga menyusun kelengkapan Pengurus Lembaga dan Badan Khusus.
j.
Pengisian Jabatan antar Waktu
(1) Apabila
Rais ‘Aam berhalangan tetap, maka Wakil Rais ‘Aam menjadi Pejabat Rais ‘Aam.
(2) Apabila Wakil Rais ‘Aam
berhalangan tetap, maka Rais ‘Aam atau Pejabat Rais ‘Aam menunjuk salah seorang
Rais untuk menjadi Wakil Rais ‘Aam.
(3) Apabila Rais ‘Aam dan Wakil
Rais ‘Aam berhalangan tetap dalam waktu yang bersamaan, maka Rapat Pleno
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menetapkan Pejabat Rais Aam dan Pejabat
Wakil Rais ‘Aam.
(4) Apabila Mustasyar, Rais
Syuriyah, Katib ‘Aam, Katib, dan A’wan berhalangan tetap maka pengisiannya
ditetapkan melalui rapat Pengurus Besar Harian Syuriyah dan disahkan dengan
Surat Keputusan Pengurus Besar.
k. Wewenang dan Tugas Pengurus
Wewenang Pengurus
Kewenangan Rais ‘Aam adalah:
a. Mengendalikan pelaksanaan
kebijakan umum Organisasi.
b. Mewakili Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama’ baik keluar maupun kedalam yang menyangkut urusan keagamaan
baik dalam bentuk konsultasi, koordinasi, maupun informasi.
c. Bersama Ketua Umum mewakili
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam hal melakukan tindakan penerimaan,
pengalihan, tukar-menukar, penjaminan, penyerahan wewenang penguasaan atau
pengelolaan dan penyertaan usaha atas harta benda bergerak dan/ atau tidak
bergerak milik atau yang dikuasai Nahdlatul Ulama dengan tidak mengurangi
pembatasan yang diputuskan oleh Muktamar baik di dalam atau di luar pengadilan.
d. Bersama Ketua Umum
menandatangani keputusan-keputusan strategis Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Katib mempunyai kewenangan
sebagai berikut:
a. Melaksanakan kewenangan Katib
‘Aam apabila berhalangan;
b. Mendampingi Rais-rais sesuai
bidang masing-masing.
Kewenangan Sekretaris Jenderal
adalah:
a. Merumuskan dan mengatur
pengelolaan kesek retariatan Pengurus Besar Tanfidziyah.
b. Merumuskan naskah rancangan
peraturan, keputusan, dan pelaksanaan prog- ram Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
c. Bersama Rais ‘Aam, Ketua Umum
dan Katib ‘Aam menandatangani surat-surat keputusan strategis Pengurus Besar.
Kewenangan Bendahara Umum adalah:
a. Mengatur pengelolaan keuangan
Pengurus Besar.
b. Melakukan pembagian tugas
keben da- haraan dengan bendahara.
c. Bersama Ketua Umum
menandatangani surat-surat penting Pengurus Besar yang berkaitan dengan
keuangan.
Tugas Pengurus
Tugas Rais ‘Aam adalah:
a. Mengarahkan dan mengawasi
pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar dan kebijakan umum Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama.
b. Memimpin, mengkoordinasikan
dan mengawasi tugas-tugas di antara Pengurus Besar Syuriyah.
c. Bersama Ketua Umum memimpin
pelaksanaan Muktamar, Musyawarah Nasional Alim Ulama, Konferensi Besar, Rapat
Kerja, Rapat Pleno, Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah. d. Memimpin Rapat
Harian Syuriyah dan Rapat Pengurus Lengkap Syuriyah.
Katib mempunyai tugas sebagai
berikut:
a. Membantu tugas Katib ‘Aam;
b. Mewakili Katib ‘Aam apabila
berhalangan;
Tugas Sekretaris Jenderal adalah:
a. Membantu Ketua Umum, Wakil
Ketua Umum dan Ketua-ketua dalam men- jalankan tugas dan wewenangnya.
b. Merumuskan manajemen
administrasi, me mimpin dan mengkoordinasikan Sekretariat.
c. Mengatur dan mengkoordinir
pembagian tugas diantara Wakil Sekretaris Jenderal.
d. Bersama Rais/Katib dan Ketua
Umum menandatangani surat-surat keputusan biasa Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Tugas Bendahara Umum adalah:
a. Mendapatkan sumber-sumber
pendanaan organisasi;
b. Merumuskan manajemen dan
melakukan pencatatan keuangan dan asset;
c. Membuat Standard Operating
Procedure (SOP) keuangan;
d. Menyusun dan merencanakan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Rutin, dan anggaran program pengembangan atau
rintisan Pengurus Besar;
e. Menyiapkan bahan-bahan yang
dibutuhkan untuk kepentingan auditing keuangan.
Prinsip-prinsip pokok tentang
wewenang dan tugas berlaku secara mutatis mutandis (dengan sendirinya) untuk
seluruh tingkat kepengurusan. Ketentuan mengenai wewenang dan tugas pengurus yang belum diatur, akan diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.
l.
Kewajiban dan Hak Pengurus
Kewajiban Pengurus
Pengurus Nahdlatul Ulama
berkewajiban:
a. Menjaga dan menjalankan amanat
dan ketentuan-ketentuan organisasi.
b. Menjaga keutuhan organisasi
kedalam maupun keluar.
c. Menyampaikan laporan
pertanggungjawaban secara tertulis dalam permusyawaratan sesuai dengan tingkat
kepengurusannya.
Hak Pengurus
Pengurus Nahdlatul Ulama berhak:
a. Menetapkan kebijakan,
keputusan dan peraturan organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
b. Memberikan arahan dan dukungan
teknis kepada Lembaga, Badan Khusus dan Badan Otonom untuk meningkatkan
kinerjanya.
m. Permusyawaratan Tingkat Nasional
(1) Muktamar adalah forum
permusyawaratan tertinggi di dalam organisasi Nahdlatul Ulama.
(2) Muktamar membicarakan dan
menetapkan:
a. Laporan Pertanggungjawaban
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis;
b. Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga;
c. Garis-garis Besar Program
Kerja Nahdlatul Ulama 5 (lima) tahun; d. Hukum atas masalah keagamaan dan
kemasyarakatan;
e. Rekomendasi Organisasi;
f. Ahlul Halli wal ‘Aqdi;
g. Memilih Ketua Umum Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama.
(3) Muktamar dipimpin dan
diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima)
tahun.
(4) Muktamar dihadiri oleh :
a. Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama.
b. Pengurus Wilayah.
c. Pengurus Cabang/Cabang
Istimewa.
(5) Muktamar adalah sah apabila
dihadiri oleh dua pertiga jumlah Wilayah dan Cabang/ Cabang Istimewa yang sah.
n. Permusyawaratan Tingkat Daerah
(1) Konferensi Wilayah adalah
forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Wilayah.
(2) Konferensi Wilayah
membicarakan dan menetapkan:
a. Laporan Pertanggungjawaban
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis;
b. Pokok-Pokok Program Kerja
Wilayah 5 (lima) tahun merujuk kepada Garis-Garis Besar Program Kerja Nahdlatul
Ulama;
c. Hukum atas masalah keagamaan
dan kemasyarakatan;
d. Rekomendasi Organisasi;
e. Ahlul Halli wal ‘Aqdi;
f. Memilih Ketua Pengurus
Wilayah.
(3) Konferensi Wilayah dipimpin
dan diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima)
tahun.
(4) Konferensi Wilayah dihadiri
oleh : a. Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama. b. Pengurus Cabang.
(5) Untuk meningkatkan pembinaan
dan pe ngem- bangan organisasi Konferensi Wilayah dapat dihadiri oleh Pengurus
Majelis Wakil Cabang.
(6) Konferensi Wilayah sah
apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Cabang di daerahnya.
Musyarawah Kerja
Wilayah merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah
Konferensi Wilayah yang dipimpin
dan diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah. Musyarawah Kerja Wilayah
membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Wilayah dan mengkaji
perkem bangan organisasi serta peranannya di tengah masyarakat. Musyarawah Kerja Wilayah dihadiri oleh anggota
Pleno Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang. Musyarawah Kerja Wilayah sah
apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 jumlah Cabang. Musyarawah Kerja
Wilayah diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam masa jabatan Pengurus
Wilayah. Musyawarah Kerja Wilayah tidak dapat melakukan pemilihan Pengurus.
Musyarawah
Kerja Cabang merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Konferensi
Cabang yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Cabang. Musyarawah Kerja
Cabang membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Cabang dan mengkaji
perkembangan organisasi serta peranannya ditengah masyarakat. Musyarawah Kerja
Cabang dihadiri oleh anggota Pleno Pengurus Cabang dan Pengurus Majelis Wakil
Cabang. Musyarawah Kerja Cabang sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya
2/3 dari jumlah Majelis Wakil Cabang. Musyarawah Kerja Cabang diadakan sekurang-kurangnya
3 (tiga) kali dalam masa jabatan pengurus Cabang. Musyawarah Kerja Cabang tidak
dapat melakukan pemilihan Pengurus.
Musyawarah
Ranting adalah forum per- musyawaratan tertinggi untuk tingkat Ranting.
Musyawarah Ranting membicarakan dan menetapkan:
a. Laporan Pertanggungjawaban
Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis.
b. Pokok-Pokok Program Kerja 5
(lima) tahun merujuk kepada Pokok-Pokok Program Kerja Pengurus Cabang dan
Majelis Wakil Cabang.
c. Hukum atas masalah keagamaan
dan kemasyarakatan.
d. Rekomendasi Organisasi.
e. Ahlul Halli wal ‘Aqdi.
f. Memilih Ketua Pengurus
Ranting.
Musyawarah
Ranting dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama
sekali dalam 5 (lima) tahun. Musyawarah Ranting dihadiri oleh Pengurus Ranting dan
Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama. Musyawarah Ranting sah apabila dihadiri
oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anak Ranting di daerahnya. Musyarawah
Kerja Ranting merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Musyawarah
Ranting yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Ranting. Musyarawah
Kerja Ranting membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Ranting
dan mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di tengah masyarakat.
Musyarawah Kerja Ranting dihadiri oleh anggota Pengurus Ranting Pleno dan
utusan Pengurus Anak Ranting. Musyarawah Kerja Ranting sah apabila dihadiri
oleh lebih dari 1/2 (setengah) jumlah peserta sebagaimana dimaksud. Musyarawah
Kerja Ranting diadakan sekurang-kurangnya 4 (empat) kali dalam masa jabatan
pengurus Ranting. Musyawarah Kerja Ranting tidak dapat melakukan pemilihan
Pengurus.
Musyawarah
Anggota adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Anak Ranting. Musyawarah
Anggota membicarakan dan menetapkan:
a. Laporan Pertanggungjawaban
Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis;
b. Pokok-Pokok Program Kerja 5
(lima) tahun merujuk kepada Pokok-Pokok Program Kerja Pengurus Majelis Wakil
Cabang dan Ranting;
c. Hukum atas masalah keagamaan
dan kemasyarakatan;
d. Rekomendasi Organisasi;
e. Ahlul Halli Wal Aqdi;
f. Memilih Ketua Pengurus Anak
Ranting.
Musyawarah
Anggota dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama
sekali dalam 5 (lima) tahun. Musyawarah Anggota dihadiri oleh Pengurus Anak
Ranting Anggota Nahdlatul Ulama. Musyawarah Anggota sah apabila dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota di wilayahnya.
Musyawarah
Kerja Anggota merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Musyawarah
Anggota yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Anak Ranting.
Musyawarah Kerja Anggota membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Musyawarah
Anggota dan mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di tengah
masyarakat. Musyawarah Kerja Anggota dihadiri oleh anggota Pleno Pengurus Anak
Ranting. Musyawarah Kerja Anggota sah apabila dih- adiri oleh lebih dari
separuh jumlah anggota. Musyawarah Kerja Anggota diadakan sekurang-kurangnya
lima kali dalam masa jabatan pengurus Anak Ranting. Musyawarah Kerja Anggota
tidak dapat melakukan pemilihan Pengurus. Ketentuan mengenai permusyawaratan
tingkat daerah yang belum diatur, akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Organisasi.
o. Permusyawaratan Badan Otonom
Permusyawaratan Badan Otonom
diatur tersen- diri dan dimuat dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga
Badan Otonom yang bersangkutan.
p. Rapat-Rapat
(1) Rapat Kerja Nasional dihadiri
oleh Pengurus Lengkap Syuriyah dan Tanfidziyah, Pengurus harian Lembaga dan
Badan Khusus.
(2) Rapat Kerja Nasional
membicarakan perencanaan, penjabaran dan pengendalian opera- sional
keputusan-keputusan Muktamar.
(3) Rapat Kerja Nasional diadakan
satu kali dalam setahun.
(4) Rapat Kerja Nasional yang
pertama diadakan selambat-lambatnya tiga bulan setelah Muktamar.
Rapat Pleno
adalah rapat yang dihadiri oleh Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah, Pengurus
Harian Tanfidziyah, Ketua Badan Khusus, Ketua Lembaga dan Ketua Badan Otonom.
Rapat Pleno diadakan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali. Rapat Pleno
membicarakan pelaksanaan program kerja.
Rapat Harian
Syuriyah dan Tanfidziyah dihadiri oleh Pengurus Besar Harian Syuriyah dan
Pengurus Besar Harian Tanfidziyah. Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah
diadakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali. Rapat Harian Syuriyah dan
Tanfidziyah mem- bahas kelembagaan Organisasi, pelaksanaan dan pengembangan
program kerja. Rapat Harian Syuriyah dihadiri oleh Pengurus Harian Syuriyah dan
dapat mengikutsertakan Mustasyar. Rapat Harian Syuriyah diadakan sekurang-
kurangnya 3 (tiga) bulan sekali. Rapat Harian Syuriyah membahas kelembagaan
Organisasi, pelaksanaan dan pengembangan program kerja.
Rapat Harian Tanfidziyah
dihadiri oleh Pengurus Harian Tanfidziyah. Rapat Harian Tanfidziyah diadakan
sekurang- kurangnya 2 (dua) bulan sekali. Rapat Harian Tanfidziyah membahas
kelembagaan Organisasi, pelaksanaan dan pengembangan program kerja.
Rapat-rapat
lain yang dianggap perlu adalah rapat-rapat yang diselenggarakan sewaktu-waktu
sesuai dengan kebutuhan. Ketentuan mengenai rapat-rapat yang belum diatur, akan
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.
q. Keuangan dan Kekayaan
Keuangan NU
Sumber keuangan Nahdlatul Ulama
diperoleh dari:
a. Uang pangkal adalah uang yang
dibayar oleh seseorang pada saat mendaftarkan diri menjadi anggota.
b. Uang i’anah syahriyah adalah
uang yang dibayar anggota setiap bulan.
c. Sumbangan adalah uang atau
barang yang berupa hibah, hadiah dan sedekah yang diperoleh dari anggota
Nahdlatul Ulama dan atau simpatisan yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
d. Usaha-usaha lain adalah
badan-badan usaha Nahdlatul Ulama dan atau atas kerjasama dengan pihak lain.
Kekayaan NU
(1) Kekayaan Nahdlatul Ulama dan
perangkat organisasinya berupa dana, harta benda bergerak dan atau harta benda
tidak bergerak harus dicatatkan sebagai kekayaan organisasi Nahdlatul Ulama
sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum.
(2) Perolehan, pengalihan, dan pengelolaan
kekayaan serta penerimaan dan pengeluaran keuangan Nahdlatul Ulama diaudit
setiap tahun oleh akuntan publik.
(3) Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama dapat memberikan kuasa atau kewenangan secara tertulis kepada Pengurus
Wilayah, Pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewa, Pengurus Majelis Wakil
Cabang, Lembaga, Badan Khusus, Badan Otonom dan atau Badan Usaha yang dibentuk
untuk melakukan penguasaan dan atau pengelolaan kekayaan baik berupa harta
benda bergerak dan atau harta benda tidak bergerak.
(4) Segala kekayaan Nahdlatul
Ulama baik yang dimiliki atau dikuasakan secara langsung atau tidak langsung
kepada lembaga, Badan Khusus, badan otonom, badan usaha atau perorangan yang
ditunjuk atau dikuasakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama hanya dapat dipergunakan
untuk kepentingan dan kemanfaatan Nahdlatul Ulama dan atau Perangkat
Organisasinya.
(5) Kekayaan Nahdlatul Ulama yang
berupa harta benda yang bergerak dan atau harta benda yang tidak bergerak tidak
dapat dialihkan hak kepemilikannya dan atau menjaminkan kepada pihak lain
kecuali atas persetujuan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
(6) Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama tidak dapat mengalihkan harta benda bergerak dan atau harta benda tidak
bergerak yang diperoleh atau yang dibeli oleh perangkat organisasi NU tanpa
persetujuan pengurus perangkat organisasi yang bersangkutan.
(7) Apabila karena satu dan lain
hal terjadi pembubaran atau penghapusan perangkat organisasi NU maka seluruh
harta bendanya menjadi milik Nahdlatul Ulama.
Uang pangkal
dan uang i’anah syahriyah yang diterima dari anggota Nahdlatul Ulama digunakan
untuk membiayai kegiatan organisasi/perkumpulan dan dimanfaatkan dengan
perimbangan sebagai berikut:
a. 40% untuk membiayai kegiatan
Anak Ranting.
b. 20% untuk membiayai kegiatan
Ranting.
c. 15% untuk membiayai kegiatan
Majelis Wakil Cabang.
d. 10% untuk membiayai kegiatan
Cabang/ Cabang Istimewa.
e. 10% untuk membiayai kegiatan
Wilayah.
f. 5% untuk membiayai kegiatan
Pusat.
Uang dan barang
yang berasal dari sumbangan dan usaha-usaha lain dipergunakan untuk kepentingan
organisasi/perkumpulan. Kekayaan organisasi/perkumpulan yang berupa inventaris
dan asset dipergunakan untuk kepentingan organisasi/perkumpulan. Ketentuan
mengenai keuangan dan kekayaan yang belum diatur, akan diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Organisasi.
r. Laporan pertanggungjawaban
(1) Pengurus Nahdlatul Ulama di
setiap tingkatan membuat laporan pertanggungjawaban secara tertulis di akhir
masa khidmatnya yang disampaikan dalam permusyawaratan tertinggi pada
tingkatannya.
(2) Laporan pertanggungjawaban
Pengurus Nahdlatul Ulama memuat:
a. Capaian pelaksanaan program
yang telah diamanatkan oleh per musyawaratan ter- tinggi pada tingkatannya.
b. Pengembangan kelembagaan
Organisasi.
c. Keuangan organisasi
d. Inventaris dan aset
organisasi.
Pengurus Besar
menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala dalam Musyawarah
Nasional Alim Ulama, Konferensi Besar, Rapat Kerja dan Rapat Pleno. Pengurus
Wilayah menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala kepada Pengurus Besar dan Musyawarah Kerja Wilayah
dan Rapat Pleno. Pengurus Cabang menyampaikan laporan perkembangan organisasi
secara berkala kepada Pengurus Besar dan Pengurus Wilayah dan Musyawarah Kerja
Cabang dan Rapat Pleno. Pengurus Majelis Wakil Cabang menyampaikan laporan
perkembangan organisasi secara berkala kepada Pengurus Wilayah dan Pengurus
Cabang dan Musyawarah Kerja Majelis Wakil Cabang dan Rapat Pleno. Pengurus
Ranting menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala kepada Pengurus
Cabang dan Pengurus Majelis Wakil Cabang dan Musyawarah Kerja Ranting dan Rapat
Pleno. Pengurus Anak Ranting menyampaikan laporan perkembangan organisasi
secara berkala kepada Rapat Anggota, Pengurus Ranting dan Majelis Wakil Cabang.
Pengurus
Lembaga, Badan Khusus dan Badan Otonom menyampaikan laporan pelaksanaan program
setiap akhir tahun kepada Pengurus Nahdlatul Ulama pada tingkatan
masing-masing. Ketentuan mengenai laporan pertanggung- jawaban yang belum
diatur, akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.
s. Ketentuan Penutup
(1) Segala sesuatu yang belum
cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Organisasi, Peraturan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan atau Surat
Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
(2) Anggaran Rumah Tangga ini
hanya dapat diubah dalam Muktamar.
(3) Anggaran Rumah Tangga ini
berlaku sejak tanggal ditetapkan.
SIDANG KOMISI ORGANISASI
Ketua : Dr. H. Aji Hermawan Sekretaris : Dra. Hj. Lilis Nurul
Husna
Tim Perumus : Dr. H. Aji Hermawan (PBNU) Dra. Hj. Lilis
Nurul Husna (PBNU) KH. Sholeh Hayat (PWNU Jawa Timur) H. Mujib Imron (PCNU
Pasuruan) KH. Abdullah Syamsul Arifin (PCNU Jember) Drs. Ulyas Taha, MPd (PWNU
Sulawesi Utara) H. Yulius Kahar (PCNU Kota Pekan Baru) Dr. Mahsun (PWNU Jawa
Tengah) KH. Miftah Faqih (PBNU) H. Hisyam Said Budairi (PBNU) Alfina Rahil
Ashidiqi (PBNU)
Disahkan Pada Sidang Pleno ke-3
Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama
Ketua : KH. Ahmad Ishomuddin, M.Ag Sekretaris
: KH. Yahya Cholil Staquf
BAB III
Kesimpulan
Nahdlatul ‘Ulama sebagai jam’iyah diniyah
adalah wadah para Ulama’ dan pengikut-pengikutnya, dengan tujuan memelihara,
melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlus
Sunnah wal Jama’ah. Nahdlatul ‘Ulama (NU) adalah merupakan gerakan keagamaan
yang bertujuan untuk ikut membangun dan mengembangkan insan dan masyarakat yang
bertaqwa kepada Alloh Swt, cerdas, trampil, ber-akhlaq mulia, tenteram, adil
dan sejahtera. NU mewujudkan cita-cita dan tujuannya melalui serangkaian ikhtiar
yang didasari oleh dasar-dasar faham keagamaan, yang membentuk kepribadian khas
Nahdlatul Ulama’.
Saran
Dengan membaca
makalah ini, pembaca disarankan agar bisa mengambil manfaat tentang pentingnya
mengetahui sejarah berdirinya Nahdlatul ‘Ulama, meneladani para tokoh nasional
yang merupakan para pendiri Nahdlatul ‘Ulama ini yang dengan pemikiran dan
perjuangannya beliau dapat membuat koridor hubungan keagamaan secara horizontal
yang bersifat baik. Selain itu juga kita hendaknya tahu, apa yang menjadi tujuan
dan ajaran/pokok pikiran dari Nahdlatul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar