KARAKTERISTIK AHLUSSUNNAH WALJAMAAH
Resume
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Agama 2 (Aswaja)
NAMA
KELOMPOK:
1. Syayyidatul
Istianah ( 151120001738 )
2. Anita
Nur Jannah ( 151120001711 )
3. Alfiatur
Rohmaniah ( 151120001743 )
4. Arum
Kholifah M.F ( 151120001705 )
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS
ISLAM NAHDLATUL ULAMAJEPARA
TAHUN
2015/2016
Dengan menyebut
nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan
puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Karakteristik
Ahlussunnah Waljamaah.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segal4a saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami mengucapkan terimakasih.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segal4a saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami mengucapkan terimakasih.
Jepara, 24 Februari 2015
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam sejarahnya Ahlusunnah
Waljamaah selalu mengalami perkembangan secara dinamis menurut perkembangan
jaman, jadi tidak wajar jika Ahlussunah Waljamaah banyak pengikutnya diindonesia.
Pada hakikatnya orang Indonesia lebih dominan mengikuti imam Syafi’i dalam
bidang fiqh, imam Asy’ari dalam bidang akidah, dan imam Al-Gazali dalam bidang
tasawuf yang mana karya-karyanya dikaji oleh berbagai lembaga pendidikan islam
di Indonesia.
Pandangan-pandangan alMaturidi dan
alAsy’ari, didapati bahwa antara keduannya terdapat perbedaan dalam paradigma
pemikiran dan kesimpulan yang dicapai oleh keduanya.Meskipun tidak diragukan
bahwa keduanya selalu berusaha menegaskan akidahakidah yang dikandung oleh
AlQur’an berdasarkan dalil rasional dan pembuktianpembuktian logika.Mereka
juga konsisten mengikuti akidahakidah AlQur’an tersebut.Meskipun alMaturidi
cenderung lebih rasional dan memberikan porsi yang lebih besar terhadap nalar
daripada alAsy’ari. Menurut Abu Zahrah, golongan alMaturidi memberikan peran
yang cukup besar terhadap nalar tanpa melebihlebihkan. Sementara golongan
alAsy’ari membatasi diri dengan dalildalil naqli dan memperkuatnya secara
sungguhsungguh, sehingga seorang peneliti akan mudah mengambil kesimpulan
bahwa mazhab alAsy’ari berada di garis mu’tazilah di salah satu sisi, dan ahli
fiqih dan hadits di sisi lain. Sementara golongan alMaturidi berada di varis
antara Mu’tazilah dan Asyar’iah.Sebagian pakar ada yang mengembalikan latar
belakang perbedaan mazhab alasy’ari dan almaturidi terhadap perbedaan latar
belakang mazhab fiqih keduannya, dimana alasy’ari mengikuti mazhab alsyafi’i,
sedangkan almaturidi mengikuti mazhab hanafi.
1.2
Pembahasan
Pembahasan dalam makalah ini antara
lain :
1. Karakteristik Ahlusunnah Waljamaah dalam bidang Aqidah
2. Karakteristik Ahlusunnah Waljamaah dalam bidang Fiqh
3. Karakteristik Ahlusunnah Waljamaah dalam bidang Tassawuf
BAB
II
PEMBAHASAN
Beberapa
istilah akidah dalam Ahlussunah Wal-Jama’ah :
- Ilahiyyat (ketuhanan) yaitu bahasan yang berkenaan dengan Tuhan dan sifat-sifat-Nya.
- Nubuwat (kenabian) yaitu bahasan yang berkenaan dengan kenabian, para nabi dan sifat-sifat mereka.
- Kauriyyat (kosmos) yaitu bahasan yang berkenaan dengan alam semesta, seperti malaikat, setan, jin, dan lain-lain.
- Ghaibiyyat yaitu bahasan yang berkenaan dengan hal-hal yang gaib, seperti surga, neraka, hari kiamat, dan lain-lain.
- ‘Aqliyyat yaitu bahasan yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat rasional atau yang dibuktikan berdasarkan dalil ‘aqli.
- Sam’iyyat yaitu bahasan yang berkenaan dengan hal-hal yang diinformasikan al-Qur’an dan hadits.
1.
Ilahiyyat (ketuhanan)
a. Iman ialah pengakuan dengan lisan dan pembenaran dengan hati.
b. Tuhan itu ada, dan namanya Allah. Dia memiliki 99 nama yang disebut
al-Asma’ al-husna.
c. Allah SAW memiliki sekian banyak sifat yang dapat disimpulkan menjadi 3
pertama, sifat-sifat jalal (kebesaran), kedua sifat-sifat jamal (keindahan) dan
yang ketiga sifat-sifat kamal (kesempurnaan).
d. Sifat-sifat Allah SAW yang wajib diketahui ada 20 sifat wajib bagi Allah
dan 20 sifat mustahil bagi-Nya, serta satu sifat jaiz (wajib ada) bagi Allah
SAW.
(1) Wujud (ada) >< ‘Adam (tidak ada)
(2) Qidam (terdahulu) ><Huduts (baru)
(3) Baqa’ (kekal) ><Fana (berubah-ubah)
(4) Mukhalafatu lil-hawaditsi (berbeda dengan makhluk-Nya) ><Mumatsalatu lil-hawaditsi (menyerupai
sesuatu)
(5) Qiyamuhu bi-nafsihi (berdiri sendiri) ><Qiyamuhu bi-ghairihi (berdiri-Nya dengan
yang lain)
(6) Wahdaniyat (esa/satu) ><Ta’addud (lebih dari satu)
(7) Qudrat (kuasa) >< ‘Ajzun (lemah)
(8) Iradat (berkehendak) ><Karahah (terpaksa)
(9) ‘Ilmu (mengetahui) ><Jahlun (bodoh)
(10)
Hayat (hidup) ><Mautun
(mati)
(11)
‘Sama
(mendengar) ><Bakam (tuli)
(12)
Bashar (melihat) >< ‘Ama
(buta)
(13)
Kalam (berkata) ><Shamam
(bisu)
(14)
Kaunuhu Qadiran (Allah itu Maha
Kuasa) ><Kaunuhu ‘Ajizan (lemah dan tidak berkuasa)
(15)
Kaunuhu Muridan (Allah itu Maha
Berkehendak) ><Kaunuhu Mukrahan (dipaksa oleh selain-Nya)
(16)
Kaunuhu ‘aliman (Allah itu Maha
Mengetahui) ><Kaunuhu Jahilan (maha bodoh)
(17)
Kaunuhu Hayyan (Allah itu Maha
Hidup) ><Kaunuhu Mayyitan (maha mati)
(18)
Kaunuhu Sami’an (Allah maha
mendengar) ><Kaunuhu Abkam (maha tuli)
(19)
Kaunuhu Bashiran (Allah itu maha
melihat) ><Kaunuhu A’ma (maha buta)
(20)
Kaunuhu Mutakalliman (Allah itu maha
berkata) ><Kaunuhu Ashamma (maha bisu)
e. Sifat yang jaiz (boleh) bagi Allah SWT hanya ada satu, yaitu fi’lu kulli
mumkinin au tarkuhu (melakukan segala sesuatu yang mungkin atau
meninggalkannya).
f. Allah SWT ada tanpa tempat dan tanpa dilalui oleh waktu.
g. Ahlusunnah Wal-Jama’ah mempercayai adanya Qadha’ dan Qadhar allah, yaitu
takdir ilahi. Meliputi:
· Semua kejadian di dunia ini sudah ada dalam Qadha’ Allah SWT, yaitu hukum
Tuhan pada azal, bahwa hal tersebut akan terjadi.
· Semua kejadian di dunia ini, baik dan buruknya, semuanya adalah diciptakan
oleh Allah SWT.
· Meskipun semua yang terjadi atas takdir Allah SWT, tetapi manusia telah
diberi kasab, ikhtiar, dan usaha. Karena itu manusia wajib berikhtiar dan
berusaha.
· Pahala yang diberikan Allah SWT kepada manusia adalah karunia-Nya dan
hukuman yang diberikan kepada manusia adalah karena keadilan-Nya.
h. Allah SWT bersama nama-Nya dan sifat-sifat-Nya adalah Qadim (tidaak
berpermulaan), karena Nama dan Sifat itu menetap pada zat yang Qadim.
i. Al-Qur’an al-Karim adalah kalam Allah yang Qadim. Sedangkan yang tertulis
dalam Mushhaf, yang berupa huruf dan suara adalah gambaran dari kalam Allah
yang Qadim. Al-Qur’an al-Karim dikatakan Qadim, dan tidak boleh dikatakan
hadits (baru) atau makhluk.
j. Nama Tuhan tidak boleh dibuat-buat oleh siapa pun. Nama Tuhan itu
ditetapkan berdasarkan dalil al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’ ulama.
k. Allah SWT dapat dilihat oleh penduduk surga dengan mata kepala, bukan
dengan mata hati.
l. Pada waktu di dunia, tidak ada manusia yang dapat melihat Allah SWT kecuali
Nabi Muhammad SAW pada malah mi’raj di sidrat al-Muntaha.
2.
Nubuwwat (Kenabian)
a. Mengutus para rasul adalah suatu karunia Allah SWT kepada umat manusia
untuk menunjukkan jalan yang lurus bagi mereka.
b. Nabi yang pertama kali diutus oleh Allah SWT dan dibekali dengan wahyu dan
hukum-hukum syari’at adalah Nabi Adam AS, ayah umat manusia. Sedangkan nabi
terakhir dan penutup adalah Nabi Muhammad SAW.
c. Dalam al-Qur’an al-Qarim, Allah SWT menyebutkan 25 nabi dan rasul yang
harus diakui kenabiannya oleh setiap muslim. Mereka adalah Nabi Adam AS, Nabi
Idris AS, Nabi Nuh AS, Nabi Hud AS, Nabi Shalih AS, Nabi Ibrahim AS, Nabi Luth
AS, Nabi Ismail AS, Nabi Ishaq AS, Nabi Ya’qub AS, Nabi Yusuf AS, Nabi Yusuf
AS, Nabi Syu’aib AS, Nabi Ayyub AS, Nabi Dzul Kifli AS, Nabi Musa AS, Nabi
Harun AS, Nabi Dawud AS, Nabi Sulaiman AS, Nabi Ilyas AS, Nabi Ilyasa’ AS, Nabi
Yunus AS, Nabi Zakariya AS, Nabi Yahya AS, Nabi Isa AS, Nabi Muhammad SAW.
d. Perbedaan terpenting antara Nabi Muhammad SAW dengan nabi-nabi sebelumnya
adalah, kalau nabi-nabi sebelumnya oleh Allah SWT diutus kepada kaumnya saja.
Sedangkan Nabi Muhammad SAW diutus kepada seluruh umat manusia, jin, dan
Malaikat.
e. Setiap muslim wajib mengetahui dan meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW lahir
di Mekkah. Sesudah berusia 40 tahun, beliau diangkat sebagai Rasul, dan
ayat-ayat al-Qur’an diturunkan kepada beliau secara berturut-turut selama 23
tahun. Sesudah 13 tahun menjadi Rasul, beliau berhijrah ke Madinah, menetap di
sana dan wafat di sana.
f. Nabi Muhammad SAW adalah manusia seperti kita, bukan Malaikat. Beliau juga
makan, minum, tidur, menikah dan mempunyai keturunan seperti layaknya manusia
biasa.
g. Nasab Nabi Muhammad SAW dari jalur ayah adalah, Muhammad bin Abdullah, bin
Abdul Muthalib, bin Hasyim, bin Abdi Manaf, bin Qushai, bin Kilab, bin Murrah,
bin Ka’ab, bin Lu’ay, bin Ghalib, bin Fihir, bin Malik, bin Nazhar, bin
Kinanah, bin Khuzaimah, bin Mudrikah, bin Ilyas, bin Mudhar, bin Nizar, bin
Ma’ad, bin Adnan. Dari jalur ibu adalah, Muhammad bin Aminah, binti Wahab, bin
Abdi Manaf, bin Zuhrah, bin Kilab (kakek Nabi Muhammad SAW yang keenamm dari
jalur ayah).
h. Isti-istri Nabi Muhammad SAW mulai dari menikah hingga wafatnya adalah
Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid, ‘Aisyah binti Abi Bakar al-Shiddiq,
Hafshah binti Umar, Ummu Salamah binti Abi Umayyah, Ummu Habibahh binti Abu
Sufyan, saudah binti Zam’ah, Zzainab binti Jahasy, Zainabbinti Khuzaimah,
Maimunah binti al-Harits, Juwairiyah binti al Harits dan Shafiyyah binti Huyay
–radhiyallahu ‘anhunna.
i. Putra-putri Nabi Muhammad SAW adalah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Siti
Fathimah, Qasim, Abdullah dan Ibrahim AS.
j. Nabi Muhammad SAW isra’ (melakukan perjalanan di malam hari) dari Mekkah ke
Baitul Muqaddas di Palestina, lalu mi’raj ke Sidratul Muntaha pada tanggal 27
Rajab dan kembali malam itu juga dunia (Mekkah) dengan membawa perintah shalat
lima kali dalam sehari semalam. Beliau melakukan isra’ dan mi’raj dengan tubuh
dan ruhnya.
k. Nabi Muhammad SAW diangkat sebagai nabi lebih dulu dari nabi-nabi yang
lain, yaitu ketika Nabi Adam AS masih terbaring diSurga dan belum diberi jiwa
(ruh). Karena itu, beliau adalah nabi yang pertama kali diangkat, tetapi
terakhir lahir di dunia
l. Nabi Muhammad saw akan memberi syafa’at (bantuan) nanti di akhirat kepada
seluruh manusia. Syafa’at beliau nanti bermacam-macam, diantaranya
menyegerakkan pelaksanaan hisab di padang Mahsyar.
m. Sesudah Nabi Muhammad saw meninggal, maka pengganti beliau yang sah sebagai
pemimpin umat adalah Sayidina Abu Bakar al-Shiddiq, sebagai khalifah yang
pertama Sayidina Umar bin al-Khattahab sebagai khalifah yang kedua, Sayidina
Utsman bin Affan sebagai khalifah yang ketiga dan Sayidina bin Abi Thalib
sebagai Khalifah yang keempat, keempat kholifah tersebut disebut dengan
Khulafaur Rasyidin.
n. AhlusunnahWal-jamaah menyakini bahwa nabi Muhammad saw adalah makhluk Allah
yang paling mulia. Dibawah beliau rasu;-rasul yang lain, lalu para nabi, lalu
malaikat dan kemudian manusia.
o. Ahlusunnah Waljama’ah menyakini bahwa sahabat Nabi Muhammad saw yang paling mulia adalah Sayidina Abu Bakar, lalu
Sayidina Umar bin Khattab, Sayyidina utsman bin Alfan, lalu Sayyidina Ali bin
Abi Thalib, lalu sahabat yang 10 dikabarkan oleh nabi akan masuk surga yaitu 4 orang khalifah tersebut ditambah dengan thalhah
bin Ubaidilah, Zubur bin Awwam, Abdurrohman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash,
Sa’id bin Zaid dan Abu Ubaidah Amir bin Al- Jan’ah sessudah mereka adalah para
sahabat peserta perang badar.lalu peserta perang Uhud, lalu para sahabat yang
ikut dalam Ba’iat al Ridhwan dan terakhir seluruh sahabat selain mereka.
p. Berkaitan dengan pertikaian dan peperangan antara sesama sahabat Nabi saw,
seperti peperangan Jamal antara Sayidah Aisyah dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib
dan Peperangan Shiffin antara Sayidina Ali bin Abi Thalib dan sahabat Mu’awiyah
bin Abi Sufyan, Ahlusunnah Wal-Jama’ah menanggapinya secara positif, berangkat
dari ijtihad masing-masing. Kalau ijtihat tersebut benar menurut Allah SWT maka
mereka akan mendapatkan 2 pahala. Tetapi kalau ijtihad mereka keliru menurut
Allah SWT akan mendapatkan pahala, atas ijtihadnya tersebut.
q. Ahlusunnah Wal-Jama’ah meyakini bahwa seluruh keluarga Nabi Muhammad,
khususnya Ummul Mukminin Sayidatina Aisyah yang tertuduh melakukan kesalahan
adalah bersih dari noda. Fitnah yang dilancarkan kepada keluarga Nabi saw
adalah fitnah yang dibuat-buat.
r. Kenabian dan Kerasulan seseorang adalah karunia dari Tuhan. Pangkat ini
tidak dapat diperoleh dengan diusahakan, misalnya mencari ilmu, bertapa,
beribadah, dan lain-lainnya. Karenanya, seorang wali tidak akan dapat mencapai
derajat para nabi.
s. Para Rasul Allah diberkati dengan Mu’jizat, yaitu perbuatan yang istimewa
yang diluar kemampuan manusia biasa, Seperti Nabi Ibrahim yang tidak terbakar
oleh Api, Nabi Isa yang pandai menghidupkan orang yang sudah mati, Nabi Musa
yang pandai menjadikan tongkatnya sebagai ular, Nabi Muhammad dengan kitabnya
Alqur’an al-karim yang tidak dapat ditiru oleh siapapun, air dari anak jari beliau, bulan dibelah menjadi dua,
matahari berjalan dan lain-lain.
t. Ahlusunnah Wal-Jamaah menyakini adnya karomah para wali. Karomah adalah
perbuatan yang istimewa yang diluar kebiasaan manusia, yang dilakukan oleh para
wali Allah. Seperti makanan yang datang sendiri kepada Siti Maryam, dan ahli
gua (ashabul khafi) yang tidur selama 309 tahun tanpa mengalami kerusakan pada
tubuh mereka.
u. Nabi Muhammad adalah nabi terakhir dan penutup para nabi, sehingga seseudah
beliau tidak akan ada nabi lagi. Demikian pula pangkat kenabian dan kerasulan
telah ditutup oleh pangkat beliau. Demikian nabi-nabi pembantu tidak ada lagi
setelah beliau. Siapapun yang mengaku sebagai nabi atau rasul, baik nabi
sendiri atau nabi yang menjalankan syari’at Nabi Muhammad saw, maka orang
tersebut adalah pembohong dan harus dilawan.
v. Para nabi itu memiliki 4 sifat mustahil, Sifat Wajib bagi mereka adalah
Shiddiq (jujur), amanah (dipercaya),tabligh ( menyampaikan perintah), dan
fathanan (cerdas). Sedangkan sifat mustahil bagi mereka adalah khizib
(berdusta), khianat, kitman (menyembunyikan perintah), baladah (dungu).
w. Kaum Muslimin percaya dengan kitab-kitab yang duturunkan Allah kepada
rasul-Nya untuk disampaikan kepada umatnya. Kitab-kitab suci yang diturunkan
oleh Allah SWT banyak sekali, tetapi yang wajib diketahui terperinci adalah 4,
yaitu
· Kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa as
· Kitab Zabur yang diturunkan kepada Nabi Dawud as
· Kitab Injil diturunkan kepada Nabi Isa as
· Kitab al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
x. Ahlusunnah Wal-Jama’ah meyakini bahwa al-Qur’an yang ada sekarang adalah
asli tanpa ada perubahan, pengurangan, dan penambahan. Barang siapa yang
meyakini bahwa al-Qur;an sekarang tidak asli telah mengalami perubahan,
pengurangan, dan penambahan maka ia telah kufur.
y. Ahlusunnah Wjal-Jama’ah meyakini bahwa penolakan terhadap nash (teks)
al-Qur’an dan nash hadist yang telah diyakini bahwa hal tersebut memang nash
al-Qur’an dan hadist adalah kufur.
z. Seorang hamba tidak akan sampai pada derajat yang dapat menggunakan
kewajiban syari’at bagi dirinya.
3.
Kauniyyat (Kosmos)
a. Kaum Muslimin wajib mempercayai adanya para Malaikat, yaitu makhluk halus
yang dicitptakan oleh Allah dari cahaya. Jumlah mereka banyak sekali dan tidak
teerhitung. Tetapi yang wajib dipercayai secara terperincin 10, yaitu :
(1) Malaikat Jibril , yang bertugas mengantarkan wahyu
(2) Malaikat Mikail, yang bertugas mengatur hujan, angin, tanah, kesuburan dan
lain-lain
(3) Malaikat Israfil, yaitu bertugas mengatur hal-hal akhirat seperti meniup
trompet ( sangkakala) sebagai tanda
kiamat meniup trompet sebagai tanda bangun kembali di Padang Mahsyar dan
lain-lain
(4) Malaikat Izrail yaitu bertugas mencabut nyawa ke mana mestinya
(5) Malaikat Munkar dan Nakir bertugas menanyai manusia yang sudah mati dalam
kubur
(6) Malaikat Raqib dan Atid yangb mencatat perbuatan manusia sehari-hari,
malaikat Roqib mencatat amal baik, malaikat Atid Mencatat amal buruk
(7) Malaikat Malik yang bertugas menjaga
Neraka Jahannam yang disebut malaikat Zabaniyah
(8) Malaikat Ridwan bertugas menjaga surga
b. Kaum muslimin harus percaya terhadap adaya Jin, yaitu Makhluk halus yang
diciptakan oleh Allah SWT dan api
c. Kaum Muslimin harus percaya bahwa manusia pertama (Nabi Adam) diciptalan
Allah dari tanah liat. Dan manusia sebagai berikutnya
d. Allah menciptakan manusia sejak manusia pertama (Nabi Adam) dalam bentuk
yang sangat sempurna, dan bukan melalui proses evolusi dari kera dan orang
utan.
4.
Ghaibiyyat (Perkara Ghaib)
a. Bangkit sesudah mati hanya terjadi satu kali. Manusia pada mulanya tidak
ada kemudian lahir ke dunia, lalu sesuah itu mati, dan sesudah itu bangkit
kembali (hidup) dan berkumpul di Padang Mahsyar, sesuai dengan ayat al-Qur’an
surah al-Baqarah ayat 28.
(1) Pendeknya manusia kalau mati, maka tidak akan hidup lagi walau menyerupai
binatang tau apa saja.
(2) Manusia akan hidup kembali nanti pada hari kiamat apabila (nafir) terompet
telah dibunyikan oleh malaikat israfil.
(3) Hal ini berbeda dengan kepercayaan orang-orang syi’ah yang berkeyakinan
kembali bahwa sayidina Ali akan hidup kembali pada akhir zaman, lalu sesudah
itu hidup kembali di Padang Mahsyar.
b. Setiap orang muslim wajib mempercayai hari kiamat. Permulaan hari
akhir bagi setiap orang adalah sesudah mati, dengan melalui proses dan
tahapan sbb :
(1) Setiap orang akan mati jika batas usianya sudah habis.
(2) Setelah mati, ia akan dikubur. Dalam kubur akan ditanyai oleh malaikat
Munkar dan Nakir, tentang siapa Tuhanmu,
tentang siapa Nabimu, siapa Imammu dan pertanyaan-pertanyaan lain.
(3) Orang yang jahat akan disiksa dalam kubur
(4) Kemudian pada saat nanti akan jadi kiamat besar, semua akan hancur lebur,
dan semua makhluk di bumi ini akan mati.
(5) Kemudian terompet akan dibunyikan sehingga seluruh orang yang mati akan
bangun kembali yang berkumpul di Padang Mahsyar.
(6) Setelah itu akan ada hisab, yaitu pengitunganpahala dan dosa manusia.
(7) Dipadang Mahsya itu akan ada syafa’at (pertolongan) dari Nabi Muhammad atas
Izin Allah SWT
(8) Lalu ada timbanga untuk menimbangpahala dan dosa
(9) Akan ada jembata Shiratal Mustaqim,
yang dibentangkan diata neraka dan akan dilewati oleh semua manusia.
(10) Akan ada telaga Kautsar, kepunyaan nabi Muhammad saw di dalam surga, dimana
orang-orang yang beriman akan dapat minum di sana.
(11) Orang yang lulus ujian dengan meniti jembatan tersebut akan selamat dan
masuk surgaJannatun Na’im, sedangkan orang yang kafir akanmasuk neraka.
(12) Orang yang baik akan lansung masuk surga dan kekal selama-lamanya.
(13) Orang kafir akan masuk akan langsungmasuk neraka selama-lamanya
(14) Oang mukmin yang berdosa dan mati sebelum bertaubat, akan masuk dalam
neraka sementara, dan sesudah dihukum akan dimasukkan ke Surga untuk
selama-lamanya.
(15) Orang mukmin yang baik-baik akan diberi nikmat apa saja yang ia sukai dalam
surg, dan akan diberi nikmat tambahan yang paling besar danpaling lezat yaitu
Melihat Allah SWT.
c. Rizeki semua manusia sudah ditakdirkan oleh Allah SWT pada azal, tidak akan
bertambah tidak akan berkurang,tetapi manusi disuruh mencari rizeki dan
berusaha,tidak boleh berpangku tangan hanya menunggu saja.
d. Menurut Allah SWT ajal setiap
manusia sudah ada jangkanya menurut Allah SWT, tidak akan maju tidak akan
mundur walaupun hanya sedetik. Tetapi manusiadisuruh bertobat oleh Allah SWT
kalau sakit, tidak boleh menunggu ketika ajal menjemput.
e. Anak-anak orang kafir, kalau mati
masih kecil akan masuk surga
f. Do’a orang mukmin akan bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain yang
didoakannya.
g. Pahala sedekah, wakaf dan pahala bacaan (al-Qur’an, tahlil, shalawat, dan
lain-lain) boleh dihadiahkan kepada orang yangsudah mati dan akan sampai kepada
mereka kalau dimintakan kepada Allah untuk menyampaikannya.
h. Ziarah kubur, khususnya kubur orang
tua,para ulama, para wali dan orang-orang mati syahid ,apalagi makam Rasullah
dan para sahabatnya adalah sunnat hukumnya, kalau dikerjakan akan mendatangkan
pahala. Berpergian untuk ziarah kubur termasuk perbuatan ibadah.
i. Berdoa kepada Allah secara langsung atau berdoa melalui wasilah
(bertawassul) adalah sunnat hukumnya, diberi pahala kalau dikerjakan.
j. Mesjid diseluruh dunia derajatnya sama kecuali 3 buah masjid yang lebih
tinggi derajatnya daripada masjid-mesjid yang lain, yaitu Masjid Mekkah,Masjid
Nabawi dan Masjid Al-Aqsha di Palestina. Berjalan untuk menunaikan shalat ditiga
masjid tersebut adalah ibadah kalau dikerjakan akan mendatangkan pahala.
k. Seluruh
manusia adalah anak cucu Nabi Adam, dan Adam berasal dari tanah. Iblis dan Jin
diciptakan dari api ,sedangkan Malaikat diciptakan dari cahaya.
l. Bumi
dan langit itu ada. Barang siapa yang mengatakan bahwa langit tidak ada, maka
ia keluar dari lingkungan kaum Ahlussunnah Wal-Jamah.
m. Pahala
yang diberikan Allah kepada orang yang saleh bukan karena Allah terpaksa untuk
memberikannya dan bukan pula kewajiban-Nya untuk membalas jasa orang tersebut.
Begitu pula hukuman bagi orang yang durhaka, Allah tidak terpaksa untuk
menghukum nya dan tidak pula berkewajiban menghukumnya. Allah memberikan pahala
kepada manusia karena karunia-Nya dan menghukum karena keadilan-Nya.
n. Kaum
Muslimin wajib meyakini adanya Arasy, yaitu suatu benda yang sangat besar,
diciptakan oleh Allah dari Nur, terletak ditempat yang tinggi dan mulia yang
tidak diketahui hakikat dan kebenarannya. Hanya Allah yang mengetahuinya.
o. Wajib
meyakini adanya Kursi Tuhan yaitu benda yang diciptakan oleh Allah yang
berdekatan dan beriman dengan Arasy. Hakikat keadaannya hanya Allah yang
mengetahui. Kita hanya wajib mempercayai adanya.
p. wajib
meyakini adanya Qalam. Yaitu benda yang diciptakan oleh Allah untuk menuliskan
sesuatu yang akan terjadi di lauh mahfuzh. Semua yang terjadi di dunia ini
sudah ditulis oleh Qalam tersebut terlebih dahulu di Lauh Mahfuzh.
A.
Khilafiyah Antara alAsy’ari dan alMaturidi (BIDANG AQIDAH)
Perbedaan pendapat di kalangan kaum
muslimin tidak hanya terjadi di antara mazhab Ahlussunah Waljama’ah dengan
mazhab di luarnya.Namun juga terjadi di antara sesama pengikut mazhab
Ahlussunah Waljama’ah, yaitu antara alasy’ari dan almaturidi. Hanya saja
perbedaan yang terjadi antara mazhab alasy’ari dan almaturidi ini tidak
sampai pada batassaling membid’ahkan atau mengkafirkan antara mazhab yang satu
dengan mazhab yang lain. Hal ini merupakan ciri khas Ahlussunah Waljama’ah,
yang membedakannya dengan mazhab lain, dimana perbedaan pendapat diantara
sesama mereka, misalnya sesama aliran mu’tazilah, syi’ah, dan lainnya, sampai
pada batas saling membid’ahkan dan mengkafirkan terhadap sesama golongannya.
Tidak ditemukan kata sepakat
tentang jumlah masalahmasala khilafiyah antara alasy’ari dan
almaturidi.Tajuddin alsubkri, almuqrizi dan alzabidi menyebukan sekitar
sepuluh masalah yang diperselisihkan oleh alasy’ari dan almaturidi.Sementara
kamaluddin albayadhi, menyebutkan ada sekitar 50 masalah yang diperselisihkan
oleh alasy’ari dan almaturidi.
Sementara syaikh zadah alhanafi, menyebutkan
sebanyak 40 masalah khilafiyah antara dua imam tersebut.
Namun demikian, meskipun terjadi
perbedaan yang cukup tajam dalam menetapkan jumlah masalah yang diperdebatkan
oleh dua mazhab tersebut, semua pakar tersebut menyatakan bahwa perselisihan
yang terjadi antara dua mazhab tadi tidak sampai batas saling mengkafirkan dan membid’ahkan
antara keduannya.Hal ini menjadi indikasi yang cukup kuat bahwa karakter
perbedaan memang tersebut tidak substansial (jauhari), namun lebih bersifat
verbal (syakli).Hal tersebut juga menjadi indikasi bahwa kedua imam Ahlussunah
Waljama’ah ini, telah bersepakat bahwa pokokpokok yang menjadi pandangan
Ahlussunah Waljama’ah secara umum sejak generasi salaf yang saleh.
Berikut ini akan kami uraikan beberapa masalah
khilafiyah antara alAsy’ari dan
alMaturidi, yang dianggap mewakili pandanganpandangan kedua aliran pemikiran
Asy’ariah dan Maturidiyah.
1. Sifat-Sifat Allah
AlAsy’ari dan alMaturidi samasama menghadapi gerakan pemikiran
Mu’tazilah mengenai sifatsifat Allah SWT keduanya samasama memvonis
mu’tazilah telah berupaya menafikkan sifatsifat Allah.Namun keduannya berbeda
dalam menyingkapi sifatsifat Allah itu sendiri. Di satu pihak alAsy’ari
mengikuti gerakan Mu’tazilah dalam mengklasifikasikan sifatsifat Allah menjadi
dua bagian, yaitu shifat aldzat(sifat yang menetap pada dzat Allah) dan shifat
al fi’li(sifat yang merupakan perbuatan Allah. Hanya saja alasy’ari berbada
dengan Mu’tazilah dalam menetapka jumlah sifatsifat azaliyah dari pendapat
tentang azaliyah alshifat.Alasyari mendefinisikan shifat aldzat dengan
sesuatu yang Allah SWT mustahil memiliki sifatsifat kebalikannya seperti sifat
iradat, kalam dan semacamnya.
Sedangkan shifat alfi’li (sifat
yang merupakan perbuata Allah) adalah sifat yang tidak memiliki
perlawanan.Menurut alAsy’ari, shifat alfili ini adalah baru (haditsah) bagi
Allah, bukan shifat azaliyah (tidak berpermulaan).Dengan demikian, dapat
dipahami bahwa alasy’ari mengikuti jejak mu’tazilah dalam mengklasifikasikan
sifatsifat Allah, dan dalam memaknai shifat aldzat dan shifat alfi’li bagi
Allah.
Sementara almaturidi tidak memiliki kecenderungan
mengklasifikasi sifatsifat Allah seperti diatas.Menurut almaturidi,
sifatsifat Allah, baik yang berupa shifat aldzat maupun shifat alfi’li versi
alasy’ari, bagi Allah samasama azaliyah (tidak berpermulaan). Almaturidi
jugamengkritik pendapat mu’tazilah yang disetujui oleh alasy’ari bahwa shifat
aldzat itu adalah sifat yang mana Allah mustahil memiliki sifat kebalikannya,
karena menurut almaturidi, sifat adil (al’adlu), Allah mustahil memiliki
sifat kebalikannya, padahal sifat ini bukan shifat aldzat, akan tetapi shifat
alfi’li bagi Allah. Dengan demikian, ada perbedaan antara alasy’ari dan
almaturidi dalam pemaknaan aldzat.
Almaturidi juga berbeda dengan
alasy’ari yang mengatakan bahwa shifat alfi’li itu hadist (baru).Sementara
menurut almaturidi, semua sifat Allah itu azaliyah (tidak berpermulaan), baik
yang dikategorikan sebagai shifat aldzat maupun alfi’li menurut versi
alasy’ari.
Di sisi lain, ditemukan pula
perbedaan antara alAsy’ari dan
alMaturidi dalam memberikan perhatian apakah sifat Allah itu termasuk Dzat
Allah atau bukan. Kita dapati almaturidi lebih memperhatikan dalam upaya
menetapkan sifatsifat tersebut dan menjelaskan maknanya secara kongkrit.Dan
tentu saja, tujuannya adalah untuk menafikkan ta’thil (menghapus sifatsifat
Allah dari dzat Allah seperti yang dilakukan oleh mu’tazilah).Sementara
alasy’ari sangat perhatian untuk menetapkan bahwa sifatsifat Allah itu adalah
sesuatu yang lebih atas dzat Allah dan bukan dzat Allah (zaidatun ‘ala aldzat
wa ghair aldzat).
Almaturidi juga berpendapat bahwa
shifat altakwin (menciptakan) adalah qadimah (tidak berpermulaan).Menurutnya,
altakwin itu bukan objek yang diciptakan yang bersifat baru (almukawwan
alhafist.Sementara menurut alasy’ari altakwin (penciptaan) adalah hakikat
almukawwan (objek yang diciptakan) itu sendiri, dan keduannya samasama hadist
(baru). Almaturidi juga berpendapat bahwa firman Allah yang berupa
kun(jadilah) kepada sesuatu yang dicipatakannya, adalah bukan perkataan Allah
yang sesungguhnya. Menurut almaturidi kuntersebut hanyalah kata kiasan
(ungkapan majaz) dari kecepatan Allah dalam penciptaan.Sementara menurut
alasy’ari, kunadalah perkataan Allah yang sesungguhnya, bukan ungkapan dalam
bentuk kiasan (majaz).
Almaturidi juga berbeda pendapat
tentang pendengaran Nabi Musa terhadap kalam Allah.menurut Almaturidi,
pendengaran musa terhadap kalam Allah sebenarnya terjadi melalui perantara
suara yang diciptakan oleh Allah sebelum diciptakannya Musa dan suara itu
memang khusus untuk nabi musa. Sementara menurut alAsy’ari, nabi musa
mendengar kalam Allah tanpa melalui perantara.
Begitu juga alAsy’ari berbeda
dengan Almaturidi dalam metode penetapan ru’yat Allah (penglihatan terhadap
Allah kelak di akhirat).menurut alAsy’ari, terdapat dalildalil rasional
(‘aqli) yang menetapkan kemungkinan melihat Allah kelak, yaitu bahwa segala sesuatu
yang ada mungkin saja dilihat. Sementara Almaturidi lebih berdasar terhadap
dalildalil sam’iyyah (alqur’an dan hadist) mengenai mungkinnya melihat
Allah.Almaturidi tidak menyebutkan dalildalil rasional dalam masalah ini.
Dalil rasional yang diajukan oleh
alAsy’ari mengenai melihat Allah memang dapat diterima dikalangan sebagian
pengikut Almaturidi seperti alBazdawi.Akan tetapi dalil tersebut juga
menghadapi sanggahan dari sebagian pengikut alAsy’ari sendiri.AlImam
fakhruddin alRazi misalnya, menganggap dalil rasional tersebut sangat lemah
alRazi lebih memilih dalildalil sam’iyyah dalam menetapkan mungkinnya melihat
Allah kelak di akhirat.
Dalam menyingkapi
sifatsifat khabariyyah (sifatsifat Allah yang terdapat didalam AlQur’an dan
Hadist),kitadapatialAsy’aridanAlmaturidisamasamamenetapkannyatanpakaifiyyah(suatu
proses).AkantetapibisadikatakanbahwaAlmaturiditelahmelangkahlebihjauhdari pada alAsy’ari dalam
kecenderungan terhadap ta’wil rasional yang dapat menafikan tempat dan tasybih
(penyerupaan Allah dengan makhlukNya). Meskipun Almaturidi tidak memastikan
penta’wilannya dengan suatu makna yang definitif, karena tidak menutup
kemungkinan adanya makna lain yang dikehendaki oleh Allah. Sementara alAsy’ari
menerima apa yang terdapat dalam AlQur’an dan menolak semua macam ta’wil
seperti mengatakan bahwa Allah beristiwa’ atas ‘Arasy.
Sementara para pengikut alAsy’ari
sendiri sesudahnya, lebih cenderung mengikuti pendekatan ta’wil, meskipun
pendekatan ini berbeda dengan pendekatan ta’wil versi Mu’tazilah.
Al-Asy’ari
dan Al-Maturidi juga berbeda pendapat seputar perbuatn Allah. Al-Asy’ari
mengatakan bahwa Allah itu Maha memiliki (al-malik) dan Maha Kuasa (al-qahir),
diatas-Nya tidak ada siapapun yang dapat memerintahkan –Nya dan tidak ada pula
orang yang dapat membuat peraturan bagi allah , karena itu tidaklah dianggap
buruk bagi allah untuk melakukan apa saja. Berangkat dari pandangan ini , Al-Asy’ari
berpendapat bahwa Allah boleh tidak menepati janjinya. Karena ketika Allah
tidak menepati janji-Nya , hal ini tidak dianggap buruk bagi-Nya, karena tidak
menepati janji itu dianggap buruk apabila Allah memang menganggap demikian .
Karena itu, menurut Al-Asy’ari ,secara rasional Allah itu boleh memaafkan orang
kafir atas kekufurannya, meskipun secara syar’i hal ini tidak mungkin
terjadi,sesuai dengan firman Allah dalam al-Qur’an bahwa dia tidak akan
memaafkan orang kafir. Demikian pula, menurut Al-Asy’ari secara rasional Allah
itu boleh menyiksa hamba -Nya yang taat
kepada-Nya meskipun secara syar’i hal ini tidak mungkin terjadi.
Sementara menurut Al-Maturidi
perbuatan Allah itu tidak mungkin keluar dari hikmah.Allah tidak mungkin
melakukan sesuatu yang tercela atau dianggap buruk.Semua perbuatan Allah tidak
lepas dari hikmah (kebijakan) meskipun kita tidak dapat menangkapnya. Akan
tetapi allah itu memang tidak wajib melakukan apapun. Menurut Al-Maturidi Allah
tidak boleh tidak menepati ancamannya terhadap orang kafir, karena memaafkan
orang kafir tidak proposional, karena ia telah mengngkari terhadap Allah yang
telah memberikan nikmat kepadanya.
2. Dalil Ma’rifat Kepada Allah
Al-Asy’ari dan Al-Maturidi berbeda
pendapat mengenai dalil ma’rifat kepada Allah, apakah ma’rifat itu wajib
berdasarkan dalil rasional saja atau berdasarkan dalil syar’I ? Al-Syahrastani
menyebutkan bahwa Al-Asy’ri membedakan antara bagaimana ma’rifat itu dapat
dicapai dan dalil apa yang melandasi wajibnya ma’rifat kita kepada allah.
Menurut Al-Asy’ari semua keyakinan termasuk ma’rifat kepada allah, hanya dapat
dicapai melalui proses dalil aqli. Tetapi ma’rifat itu wajib ketika ada dalil
sam’i (al-qur’an dan hadits) yang mewajibkannya.Sementara menurut al-Maturidi
ma’rifat itu wajib berdasarkan dalil aqli.Menurut Al-Maturidi tanpa dalil syar’I-pun manusia
tetap berkawajiban ma’rifat kepada allah.
3.
Mewajibkan sesuatu yang tidak mampu dilakukan
Al-asy’ari dan Al-Maturidi berbeda
pendapat mengenai bolehkah allah mewajibakan sesuatu yang tidak mampu
dikerjakan (al-taklil bi ma la yuthaq ) oleh hamba-Nya. Menurut Al-Asy’ari
Allah tidak boleh mewajibkan sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh hamba-Nya
berdasarkan firman allah :
أَنبِئُونِي
بِأَسْمَاء هَـؤُلاء إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ
“Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda
itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!”( QS Al Baqarah : 31 )
Menurut Al-Alsy’ari ayat diatas memrintahkan para malaikat
agar menjelskan nama-nama makhluk ,padahal mereka tidak mengetahuinya dan tidak
akan mampu melakukannya. Hal terrsebut berarti memerintahkan sesuatu yang tidak
mampu mereka lakukan. Selain dalil tersebut Al-Asy’ari juga menjelaskan
dalil-dalil lain bagi teori tersebut dalam kitabnya al-luma’ fial Rada’ ala ahl
al-zaigh wa al-bidri.
Sementara al-Matridi berpendapat sebaliknya ,Menurutnya Allah tidak mungkin
mewajibkan sesuatu yang tidak mampu dikerjakan oleh hamba-Nya. Hal ini akan
menjadi kenyataan ketika seorang hamba melakukan sesuatu berdasarkan
pilihannya, sehingga ia akan mendapatkan pahala ketika melakukannya dan
memperoleh siksa ketika meninggalkannya. Sedangkan ketika seorang hamba berada
pada kondisi tidak mungkin melakukan sesuatu berarti ia memang dipaksa untuk
tidak melakukannya dan ia pun dimaafkan untuk tidak melakukannya. Dalam kondisi
tersebut ujian memilih salah satunya tidak menjadi kenyataan.
4. Teori al-Kasb
Al-Asy’ari dan al-Maturidi bersepakat bahwa semua perbuatan
manusia adalah ciptaan Allah ,tetapi manusia yang melakukannnya. Perbedaan
pendapat al-Asy’ari dan al-Maturidi dalam masalah ini sangat tipis sekali
karena keduanya memang bersepakat dalam banyak hal yang berkaitan dengan
perbuatan masusia (al-kash) seperti adanya qudrat Allah bersamaan perbuatan
manusia dan ketidakpantasan qudrat terhadap dua hal yang saling
berlawanan.Dalam memarkan teori al-kash, al-Asy’ari berpendapat begini, bahwa
semua perbuatan ikhtiar manusia terjadi berdasarkan qudrat Allah
saja.Menurutnya, perbuatan manusia itu terjadi sesuai ciptaan Allah, tetapi
dilakukan oleh manusia.Yang dimaksud dilakukan oleh manusia tersebut adalah
perbuatan manusia itu bersamaan dengan qudrat dan iradat Allah tanpa da
pengaruh dan investasi dalam terjadinnya perbuatan itu sendiri.Manusia hanyalah
tempat terjadinya perbuatan itu. Dari sini , tampaknya al-Asy’ari memang
mengakui adanya qudrat ( kemampuan ) manusia tetapi dianggapnya tidak punya
andil dalam terjadinya perbuatan nya. Pendapat ini oleh sebagian kalangan
dianggap mengarah kepada faham Jabariyah.
Pendapat al-Asy’ari ini mendorong para pengikutnya sesudahnya
untuk memperluas dalam mengkaji pengaruh kemampuan manusia.Al-Ustadz Abu Ishaq
al-Asfarayanu misalnya berpandangan bahwa perbuatan manusia itu terjadi melalui
dua pengaruh dua qudrat ssecara bersamaan yaitu qudrat Allah dan kemampuan
manusia yang keduanya memang berkaitan dengan terjadinya perbuatan tersebut.
Sementaratetapi Jabariah Mutawasithoh
(moderat),bukan Jabariyah Chulat (eksterm) atau Jahamiyah,sebagaimana telah
ditegaskan oleh al-Syarif al-Jurjani dalam al-Ta’rifat. Sebagian orang Wahhabi
dan Hizbut Tahrir yang tidak memahami perbedaan konsep al-Asy’ari dan Jabariyah
menganggap madzhab al-Asy’ari sebagai pengikut Jabariyah. Lihat uraian Sultan al-‘Ulama’ al-Tzz bin Abdissalam
dalam kitabnya, al-Mu’hah fi Ftiqad Ahl al-Haqq tentang masalah
ini.
Al-Baqillani
berpandangan lain. Menurutnya qudrat Allah berkaitan dengan pokok perbuatan
itu.Sedangkan kemampuan (qudrat) manusia berkaitan dengan status perbuatan
tersebut apakah bisa dikategirikan sebagai perbuatan taat sehingga pelakunya
mendapatkan pahala atau dikategorikan sebagai perbuatan maksiat sehingga
pelakunya mendapatkan siksa.
Sementara
menurut al-Maturidi, kemampuan manusialah yang membuahkan perbuatan .adanya
kemampuan menyebabkan perbuatan yang menjadi tujuannya. Dari sini tampak sekali
bahwa menurut al-Maturidi kemampuan manusia memiliki pengaruh terhadap
perbuatannya , akan tetapi pengaruh ini tidak berlaku dalam hal mewujudkan dan
menciptakan perbuatan tersebut. Karena menurutnya mewujudkan dan menciptakan
hanya sifat yang dimiliki oleh Allah.Kemampuan manusia hanya tergambar dalam
rencana dari pilihanya untuk berbuat sesuatu .menurut al-Maturidi pada
prinsipnya manusia itu memiliki perbuatan dan pilihan. Manusia juga memilih dan
mencintai apa yang diperbuatnya. Berdasarkan pilihan dan rencana itulah Allah
menciptakan kemampuan untuk berbuat dari perbuatan tersebut sekaligus menjadi
hasil hasil dari pilihan dan rencananya.Sehingga menurut nya walaupun perbuatan
manusia itu ciptaan Allah, tetap tidak menafikan adanya pilihan dirinya
terhadap perbuatan itu .menurut al-Maturidi ciptaan Allah tidak mendorong dan
memaksanya untuk berbuat sesuatu.Dengan pandangan ini al-Maturidi telah membuka
kran yang lebih besar bagi pengaruh kemampuan manusia atas perbuatannya.Karena
menurutnya tidak mungkin kemampuan manusia berkaitan dengan perbuatannya tanpa
adanya pengaruh mempengaruhi antara keduanya. Sementara menurut al-Asy’ari
perbuatan manusia tidak berpengaruh sama sekali dalam mewujudkan dan
menciptakan perbuatannya.
5.
Iman
Al-Asy’ari dan al-Maturidi berbeda
pendapat dalam beberapa hal yang berkaitan dengan iman.Misalnya dalam social
ististna’ (mengucapkan insya Allah) dalam iman, al-Asy’ari mengatakan boleh.
Maksudnya, menurut al-Asy’ari dan ahli hadits ,seorang mukmin boleh mengatakan
“saya seorang yang beriman insya Allah”. Sementara menurut al-Maturidi
,istitsna’ dalam iman adalah tidak boleh. Al-Asy’ari juga berpendapat bahwa
iman dan islam memiliki obyek makna yang berbeda. Sedangkan menurut
al-Maturidi, iman dan islam memiliki suatu obyek makna yang sama.
6.
Kebahagiaan dan Kesengsaraan
Al-asy’ari berpendapat bahwa
kebahagiaan (sa’adah) dan kesengsaraan (syaqawah) tidak mungkin berubah.Orang
yang bahagia adalah orang yang telah ditetapkan bahagia sejak ketika masih
dalam rahim ibunya.Demikian pula orang yang sengsara adalah orang yang
ditetapkan sengsara sejak ketika masih dalam Rahim ibunya. Seorang yang
dtetapkan bahagia tidak akanberubah menjadi sengsara. Dan demikian pula
sebaliknya.
Sedangkan al-Maturidi berpandangan
sebaliknya, menurut al-Maturidi kebahagiaan dan kesengsaraan dapat berubah ,
karena keduanya termasuk perbuatan manusia. Perubahan kebahagiaan dan
kesengsaraan bukan mengubah apa yang telah tercatat dalam lauh mahfuzh.
Beberapa
uraian diatas adalah beberapa masalah khilafiyah antara al-Imam al-Asy’ari dan
al-Imam al-Maturidi. Dari pengamatan yang seksama terhadap perselisihan diatas
, dapat diketahui karakter perselisihan yang sebenarnya dan bahwa perselisihan
tersebut tidak menyentuh prinsip-prinsip pokok yang diakui oleh kedua imam
Ahlussunnah Wal-Jama’ah tersebut. perselisihan antara kedua imam tersebut lebih
menyentuh sebagian persoalan cabang dan rincian dalam akidah.
Hanya saja meskipun antara kedua
madzhab besar ini terjadi banyak perselisihan pendapat bisa dikatakan bahwa
aspek keserupaan antara keduanya cukup besar. Hal ini tersebut kembali pada
kesamaan metode kedua madzhab yang bertemu dalam suatu muara paradima pemikiran
yaitu sikap moderat (tawasuth) dalam
upaya mengambil jalan tengah antatra akal dan naql. Memang kedua aliran ini
berbeda dalam usaha untuk merealisasikan tujuannya, sehingga membawa
perselisihan pandangan dalam beberapa masalah cabang dan rincian akidah. Tetapi
masing-masing pihak menganggap kapasitas perselisihan diantara mereka ringan
dan tidak membawa efek pengkafiran dan pembid’ahan terhadap pihak lain.
B. Karakteristik Ahlusunnah Waljamaah dalam bidang Fiqh
Mazhab ini terdiri atas 4 (empat)
mazhab populer yang masih utuh sampai sekarang, yaitu sebagai berikut:
1.2.1 Mazhab Hanafi
Pemikiran fiqh dari mazhab ini
diawali oleh Imam Abu Hanifah.Ia dikenal sebagai imam Ahlurra’yi serta faqih
dari Irak yang banyak dikunjungi oleh berbagai ulama di zamannya. Mazhab Hanafi
dikenal banyak menggunakan ra’yu, qiyas, dan istihsan. Dalam memperoleh suatu
hukum yang tidak ada dalam nash, kadang-kadang ulama mazhab ini meninggalkan
qaidah qiyas dan menggunakan qaidah istihsan. Alasannya, qaidah umum (qiyas)
tidak bisa diterapkan dalam menghadapi kasus tertentu.Mereka dapat mendahulukan
qiyas apabila suatu hadits mereka nilai sebagai hadits ahad.
Yang menjadi pedoman dalam
menetapkan hukum Islam (fiqh) di kalangan Mazhab Hanafi adalah Al-Qur’an,
sunnah Nabi SAW, fatwa sahabat, qiyas, istihsan, ijma’i. Sumber asli dan utama
yang digunakan adalah Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW, sedangkan yang lainnya merupakan
dalil dan metode dalam meng-istinbat-kan hukum Islam dari kedua sumber
tersebut.
Tidak ditemukan catatan sejarah yang
menunjukkan bahwa Imam Abu Hanifah menulis sebuah buku fiqh.Akan tetapi
pendapatnya masih bisa dilacak secara utuh, sebab muridnya berupaya untuk
menyebarluaskan prinsipnya, baik secara lisan maupun tulisan. Berbagai pendapat
Abu Hanifah telah dibukukan oleh muridnya, antara lain Muhammad bin Hasan
asy-Syaibani dengan judul Zahir ar-Riwayah dan an-Nawadir. Buku Zahir
ar-Riwayah ini terdiri atas 6 (enam) bagian, yaitu:
·
Bagian pertama diberi nama al-Mabsut;
·
Bagian kedua al-Jami’ al-Kabir;
·
Bagian ketiga al-Jami’ as-Sagir;
·
Bagian keempat as-Siyar al-Kabir;
·
Bagian kelima as-Siyar as-Sagir; dan
·
Bagian keenam az-Ziyadah.
Keenam bagian ini ditemukan secara
utuh dalam kitab al-Kafi yang disusun oleh Abi al-Fadi Muhammad bin Muhammad
bin Ahmad al-Maruzi (w. 344 H.). Kemudian pada abad ke-5 H. muncul Imam
as-Sarakhsi yang mensyarah al-Kafi tersebut dan diberi judul
al-Mabsut.Al-Mabsut inilah yang dianggap sebagai kitab induk dalam Mazhab
Hanafi.
Disamping itu, Mazhab Hanafi juga
dilestarikan oleh murid Imam Abu Hanifah lainnya, yaitu Imam Abu Yusuf yang
dikenal juga sebagai peletak dasar usul fiqh Mazhab Hanafi. Ia antara lain
menuliskannya dalam kitabnya al-Kharaj, Ikhtilaf Abu Hanifah wa Ibn Abi Laila,
dan kitab-kitab lainnya yang tidak dijumpai lagi saat ini.
Ajaran Imam Abu Hanifah ini juga
dilestarikan oleh Zufar bin Hudail bin Qais al-Kufi (110-158 H.) dan Ibnu
al-Lulu (w. 204 H). Zufar bin Hudail semula termasuk salah seorang ulama
Ahlulhadits. Berkat ajaran yang ditimbanya dari Imam Abu Hanifah langsung, ia
kemudian terkenal sebagai salah seorang tokoh fiqh Mazhab Hanafi yang banyak
sekali menggunakan qiyas. Sedangkan Ibnu al-Lulu juga salah seorang ulama
Mazhab Hanafi yang secara langsung belajar kepada Imam Abu Hanifah, kemudian ke
pada Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani.
1.2.2 Mazhab Maliki.
Pemikiran fiqh mazhab ini diawali
oleh Imam Malik.Ia dikenal luas oleh ulama sezamannya sebagai seorang ahli
hadits dan fiqh terkemuka serta tokoh Ahlulhadits. Pemikiran fiqh dan usul fiqh
Imam Malik dapat dilihat dalam kitabnya al-Muwaththa’ yang disusunnya atas
permintaan Khalifah Harun ar-Rasyid dan baru selesai di zaman Khalifah
al-Ma’mun. Kitab ini sebenarnya merupakan kitab hadits, tetapi karena disusun
dengan sistematika fiqh dan uraian di dalamnya juga mengandung pemikiran fiqh
Imam Malik dan metode istinbat-nya, maka buku ini juga disebut oleh ulama
hadits dan fiqh belakangan sebagai kitab fiqh. Berkat buku ini, Mazhab Maliki
dapat lestari di tangan murid-muridnya sampai sekarang.
Prinsip dasar Mazhab Maliki ditulis
oleh para murid Imam Malik berdasarkan berbagai isyarat yang mereka temukan
dalam al-Muwaththa’. Dasar Mazhab Maliki adalah Al-Qur’an, Sunnah Nabi SAW,
Ijma’, Tradisi penduduk Madinah (statusnya sama dengan sunnah menurut mereka),
Qiyas, Fatwa Sahabat, al-Maslahah al-Mursalah, ’Urf; Istihsan, Istishab, Sadd
az-Zari’ah, dan Syar’u Man Qablana. Pernyataan ini dapat dijumpai dalam kitab
al-Furuq yang disusun oleh Imam al-Qarafi (tokoh fiqh Mazhab Maliki).Imam
asy-Syatibi menyederhanakan dasar fiqh Mazhab Maliki tersebut dalam empat hal,
yaitu Al-Qur’ an, sunnah Nabi SAW, ijma’, dan rasio. Alasannya adalah karena
menurut Imam Malik, fatwa sahabat dan tradisi penduduk Madinah di zamannya
adalah bagian dari sunnah Nabi SAW. Yang termasuk rasio adalah al-Maslahah
al-Mursalah, Sadd az-Zari’ah, Istihsan, ’Urf; dan Istishab.Menurut para ahli
usul fiqh, qiyas jarang sekali digunakan Mazhab Maliki.Bahkan mereka lebih
mendahulukan tradisi penduduk Madinah daripada qiyas.
Para murid Imam Malik yang besar
andilnya dalam menyebarluaskan Mazhab Maliki diantaranya adalah Abu Abdillah
Abdurrahman bin Kasim (w. 191 H.) yang dikenal sebagai murid terdekat Imam
Malik dan belajar pada Imam Malik selama 20 tahun, Abu Muhammad Abdullah bin
Wahab bin Muslim (w. 197 H.) yang sezaman dengan Imam Malik, dan Asyhab bin
Abdul Aziz al-Kaisy (w. 204 H.) serta Abu Muhammad Abdullah bin Abdul Hakam
al-Misri (w. 214 H.) dari Mesir. Pengembang mazhab ini pada generasi berikutnya
antara lain Muhammad bin Abdillah bin Abdul Hakam (w. 268 H.) dan Muhammad bin
Ibrahim al-Iskandari bin Ziyad yang lebih populer dengan nama Ibnu al-Mawwaz
(w. 296 H.).
Disamping itu, ada pula murid-murid
Imam Malik lainnya yang datang dari Tunis, Irak, Hedjzaz, dan Basra.Disamping
itu Mazhab Maliki juga banyak dipelajari oleh mereka yang berasal dari Afrika
dan Spanyol, sehingga mazhab ini juga berkembang di dua wilayah tersebut.
1.2.3 Mazhab Syafi’i
Pemikiran fiqh mazhab ini diawali
oleh Imam asy-Syafi’i. Keunggulan Imam asy-Syafi’i sebagai ulama fiqh, usul
fiqh, dan hadits di zamannya diakui sendiri oleh ulama sezamannya. Sebagai
orang yang hidup di zaman meruncingnya pertentangan antara aliran Ahlulhadits
dan Ahlurra ’yi, Imam asy-Syafi ’i berupaya untuk mendekatkan pandangan kedua
aliran ini. Karenanya, ia belajar kepada Imam Malik sebagai tokoh Ahlulhadits
dan Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani sebagai tokoh Ahlurra’yi.
Prinsip dasar Mazhab Syafi’i dapat
dilihat dalam kitab usul fiqh ar-Risalah.Dalam buku ini asy-Syafi’i menjelaskan
kerangka dan prinsip mazhabnya serta beberapa contoh merumuskan hukum far’iyyah
(yang bersifat cabang).Dalam menetapkan hukum Islam, Imam asy-Syafi’i pertama
sekali mencari alasannya dari Al-Qur’an. Jika tidak ditemukan maka ia merujuk
kepada sunnah Rasulullah SAW. Apabila dalam kedua sumber hukum Islam itu tidak
ditemukan jawabannya, ia melakukan penelitian terhadap ijma’ sahabat.Ijma’ yang
diterima Imam asy-Syafi’i sebagai landasan hukum hanya ijma’ para sahabat,
bukan ijma’ seperti yang dirumuskan ulama usul fiqh, yaitu kesepakatan seluruh
mujtahid pada masa tertentu terhadap suatu hukum, karena menurutnya ijma’
seperti ini tidak mungkin terjadi. Apabila dalam ijma’ tidakjuga ditemukan
hukumnya, maka ia menggunakan qiyas, yang dalam ar-Risalah disebutnya sebagai
ijtihad. Akan tetapi, pemakaian qiyas bagi Imam asy-Syafi ’i tidak seluas yang
digunakan Imam Abu Hanifah, sehingga ia menolak istihsan sebagai salah satu
cara meng-istinbat-kan hukum syara’
Penyebarluasan pemikiran Mazhab
Syafi’i berbeda dengan Mazhab Hanafi dan Maliki.Diawali melalui kitab usul
fiqhnya ar-Risalah dan kitab fiqhnya al-Umm, pokok pikiran dan prinsip dasar
Mazhab Syafi ’i ini kemudian disebarluaskan dan dikembangkan oleh para
muridnya. Tiga orang murid Imam asy-Syafi ’i yang terkemuka sebagai penyebar
luas dan pengembang Mazhab Syafi’i adalah Yusuf bin Yahya al-Buwaiti (w. 231
H./846 M.), ulama besar Mesir; Abi Ibrahim Ismail bin Yahya al-Muzani (w. 264
H./878 M.), yang diakui oleh Imam asy-Syafi ’i sebagai pendukung kuat
mazhabnya; dan ar-Rabi bin Sulaiman al-Marawi (w. 270 H.), yang besar jasanya
dalam penyebarluasan kedua kitab Imam asy-Syafi ’i tersebut.
1.2.4 Mazhab Hanbali
Pemikiran Mazhab Hanbali diawali
oleh Imam Ahmad bin Hanbal. Ia terkenal sebagai ulama fiqh dan hadits terkemuka
di zamannya dan pernah belajar fiqh Ahlurra’yi kepada Imam Abu Yusuf dan Imam
asy-Syafi’i. Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziah, prinsip dasar Mazhab Hanbali
adalah sebagai berikut:
1.
An-Nusus (jamak dari nash), yaitu Al-Qur’an, Sunnah Nabi
SAW, dan Ijma’;
2.
Fatwa Sahabat;
3.
Jika terdapat perbedaan pendapat para sahabat dalam
menentukan hukum yang dibahas, maka akan dipilih pendapat yang lebih dekat
dengan Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW;
4.
Hadits mursal atau hadits daif yang didukung oleh qiyas dan
tidak bertentangan dengan ijma’; dan
5.
Apabila dalam keempat dalil di atas tidak dijumpai,akan
digunakan qiyas. Penggunaan qiyas bagi Imam Ahmad bin Hanbal hanya dalam
keadaan yang amat terpaksa. Prinsip dasar Mazhab Hanbali ini dapat dilihat
dalam kitab hadits Musnad Ahmad ibn Hanbal. Kemudian dalam perkembangan Mazhab
Hanbali pada generasi berikutnya, mazhab ini juga menerima istihsan, sadd
az-Zari’ah, ’urf; istishab, dan al-maslahah al-mursalah sebagai dalil dalam
menetapkan hukum Islam.
Para pengembang Mazhab Hanbali
generasi awal (sesudah Imam Ahmad bin Hanbal) diantaranya adalah al-Asram Abu
Bakar Ahmad bin Muhammad bin Hani al-Khurasani al-Bagdadi (w. 273 H.), Ahmad
bin Muhammad bin al-Hajjaj al-Masruzi (w. 275 H.), Abu Ishaq Ibrahim al-Harbi
(w. 285 H.), dan Abu al-Qasim Umar bin Abi Ali al-Husain al-Khiraqi al-Bagdadi
(w. 324 H.). Keempat ulama besar Mazhab Hanbali ini merupakan murid langsung
Imam Ahmad bin Hanbal, dan masing-masing menyusun buku fiqh sesuai dengan prinsip
dasar Mazhab Hanbali di atas.
Tokoh lain yang berperan dalam
menyebarluaskan dan mengembangkan Mazhab Hanbali adalah Ibnu Taimiyah dan Ibnu
Qayyim al-Jauziah. Sekalipun kedua ulama ini tidak selamanya setuju dengan
pendapat fiqh Imam Ahmad bin Hanbal, mereka dikenal sebagai pengembang dan
pembaru Mazhab Hanbali. Disamping itu, jasa Muhammad bin Abdul Wahhab dalam
pengembangan dan penyebarluasan Mazhab Hanbali juga sangat besar. Pada
zamannya, Mazhab Hanbali menjadi mazhab resmi Kerajaan Arab Saudi.
1.3 Bidang Tassawuf
Al
Ghazali merupakan ulama besar dalam bidang agama. Ulama yang banyak
menghasilkan karya ini bernama Abu Muhammad Al Ghazali, dilahirkan di kota
Thur, Khurasan yaitu daerah Persia pada tahun 450 H/1085 M. Al Ghazali juga
terkenal dengan istilah Ghazzali yang berarti tukang pintal benang, karena
pekerjaan orang tuanya adalah memintal benang dari wol [3] .Olehayahnya, Al
Ghazali bersama saudranya dititipkan kepada seorang ulama tasawuf guna
mendidiknya ketika kecil. Sedangkan untuk mencari ilmu-ilmu yang lain, beliau
belajar dari satu tempat ke tempat lain. Di Jurjan, beliau mempelajari ilmu
fikih dan bahasa arab. Kemudian di kota Nisabur, dekat thus. Disini beliau
belajar dari Imam Al Haramain (Al Juwaini) yang mengajar berbagai Ilmu
pengetahuan. Dengan tekun beliau memperdalam berbagai ilmuseperti logika, ilmu
kalam, dan ilmu-ilmu yang lain. Setelah itu beliau pindah ke kota bagdad yang
kemudian dikota inilah beliaumulai mengajarkan ilmu yang telahdikuasainya.
Sekian lama mengajarkan ilmunya, Al Ghazali mulai mashur dan semakin
banyakorang yang tertarik.Kemashuran beliau akhirnya didengar juga olehNizham
Al Mulk yang saat itu berada di bawah dinasti sultan Saljuk.Maka diangkatlah
Imam Ghazali sebagai guru besar pada Universitas yang dimiliki oleh Nizham Al
Mulk.
Kemudian
kedudukannya sebagai pejabat tinggi dalam pemerintahan kemashurannya telah
mempengaruhi jiwanya akancinta kepada kebendaan, mengharap penghormatan,
kemewahan dan harta benda.Tetapi pengaruh yang demikian itu tidak lama
mempengaruhi jiwanya.Lalu timbul pergolakan-pergolakan didalam hatinya yang menyebabkan
beliau sakit. Ketika
dokter hendak menolongnya ia berkata bahwa penyakitnya sukar disembuhkan karena
penyakit beliau bukan berasal dari luar, akan tetapi berasal daridalam. Oleh
karena itu segala obat untuk perbaikan kondisi fisikAl Ghazali tidak mebawa
manfaat sama sekali
Oleh karena itu
beliau mencoba mengobati penyakitnya dengan kekuatan jiwanya sendiri.Diobatinya
penyakitnya dengan memohon pertolongan dari Allah SWT, memohon bantuan dan
pertolongan agar di sembuhkannya.Akhirnya berkat anugrah yang diberikan Allah
penyakinyapun sembuh, bahkan beliau mendapat ilham dan petunjuk darinya.Hatinya
menjaditenang, sikapnya menjadi tabah serta memperoleh kepastian tentang
ilmu.Sejak itu beliau mulai berani meninggalkan segala kemewahan harta kekayaan,
kehormatanan dan keluarga yangada di Bagdad.Kemudian beliau mulai mengembara ke
Suriah padatahun 489H.sebelum pergi beliau mewakafkan segala harta kekayaannya
yang beliau peroleh di Bagdad. Dan dalam pengembaraannya itu Al Ghazali pernah mengembara
di Damaskus selama 11 tahun.
Di kota Damaskus inilah beliau mula-mula melakukan pertobatannya dengan melakukian kholwat I’tikaf, mensucikan diri membersihkan akhlaq dan budi pekerti dan selaluberfikir akan Allah SWT. Selain itu Al Ghazali pernah juga menetap diYerussalem disini beliau banyak berkholwat di masjid baitul Maqdis, perjalanan beliaupun sampai pada Mesir hingga Makkahdan Madinah untuk melakukan ibadah Haji.
Di kota Damaskus inilah beliau mula-mula melakukan pertobatannya dengan melakukian kholwat I’tikaf, mensucikan diri membersihkan akhlaq dan budi pekerti dan selaluberfikir akan Allah SWT. Selain itu Al Ghazali pernah juga menetap diYerussalem disini beliau banyak berkholwat di masjid baitul Maqdis, perjalanan beliaupun sampai pada Mesir hingga Makkahdan Madinah untuk melakukan ibadah Haji.
Pada
masa pengembaraannya, Al Ghazali sesekali pulang ke Bagdad guna menjenguk
keluarganya, tradisi semacam ini beliau lakukan secara terus menerus selama
dalam pengembaraan. Dan setelahsekian lama melaksanakan pengembaraan, akhirnya
Al Ghazali pun kembali lagi ke kampung halaman di Bagdad, sekali lagi perdana
mentri Nizam AlMulk meminta Al Ghazali untuk menjadi guru esar lagi pada
Universitas Nizhamiyah pada tahun 500 H/1106 M.
Beliau termasuk seorang tokoh yang disukai oleh orang-orang nasrani disebabkan karena beliau dianggap sebagai seorang muslim yang paling sehat dengan orang kristen [5] . Beliau termasuk orangyang menyelami ilmu sangat dalamdan menegakkan ibadah, pada tanggal 15 desember 1111 M/ 505H ia wafat.
Beliau termasuk seorang tokoh yang disukai oleh orang-orang nasrani disebabkan karena beliau dianggap sebagai seorang muslim yang paling sehat dengan orang kristen [5] . Beliau termasuk orangyang menyelami ilmu sangat dalamdan menegakkan ibadah, pada tanggal 15 desember 1111 M/ 505H ia wafat.
Pada masa ia
menjadi mahasiswa, Al Ghazali sangat mendambakam mencari ilmu pengetahuan yang
mutlaq benar artinya pengetahuan yang pasti dan tidak bisa salah juga tidak
diragukan sedikitpun. Maka Imam Al Ghazali mulai melakukan penelitiannya pada
filsafat guna meneliti barangkali kebenaran mutlaq berada dalam disiplin
ini.Dengan membaca tulisan-tulisan berbagai macam cabang filsafat tanpa guru
seorangpun, Al Ghazalitelah mampu menguasai ilmu filsafat dalam waktu yang
sangat singkat. Kemudian dari pembacaannya itu, hampir satu tahun ia lalui
untuk merenungkan apa yang telah dipadukannya hingga ia paham mana yang
benardan mana yang salah [6] .Ia membagi filosof dalam tiga golongan yaitu,
materialis (dahriyyuun), naturalis (thabi’iyyuun), dan theis (ilahiyyuun).
Kelompok materialis terdiri dari filosof awal, menyangkal pencipta dan pengatur
dunia dan yakin bahwa dunia itu telah ada dengan sendirinya sejak dahulu, dan
Al Ghazali selalu mengganggap mereka tidak beragama. Sedangkan kelompok
naturalis terpesona dengan keindahan serta keajaiban penciptaan dan sadar akan
maksud yang berkelanjutan dan kebijaksanaan dalam rencana segala
sesuatunya,mereka mengakui suatu eksistensipencipta bijaksana, tetapi
merekamenyangkal kerohanian dan keniscayaan jiwa manusia. Kepercayaan kepada
surga, neraka dan hari akhir mereka anggap sebagai dongeng nenek moyang atau
khayalan para ulama.Dan kemudian golongan theis, kaum ini tergolong kepada para
filsuf yang lebih modern seperti Socrates, Plato dan Aristoteles.Meski mereka
menyerang golongan materialis dan Naturalis dan menelanjangi mereka dengan
efektif sekali, Al Ghazali masih menganggap mereka kafir dan menggunakan faham
bid’ah.
Karena tidak
puas dengan filsafat,Akhirnya Al Ghazali beralih ke jalan tasawuf, karena dia
yakin bahwa para sufi dan orang-orangpencari kebenaran yang betul-betul
mencapai tujuan. Pendekatan Al Ghazali dengan jalan ini adalah melalui
pendekatan intelektual.Seperti dikatakannya sendiri, “pengetahuan itu lebih
mudah daripada kegiatan”.Aku memulai dengan membaca buku-buku mereka dan
mendapatkan pemahaman intelektual yang menyeluruh tentang prinsip-prinsip
mereka. Ia menyadari bahwa para sufi bukanlah orang yang suka kata-kata ( Ashab
Al Aqwal ) tetapi orang yang nyata berpengalaman ( Arhab Al Ahwal ),dan yang perlu
ia lakukan ialah menghayati hidup berlatih dan mengesampingkan dunia. Kemudiania merasa bahwa yang paling
utama dalam prinsip-prinsip itu hanya bisa dicapai lewat pengalaman pribadi,
luapan gairahdan suatu perubahan watak.
Setelah menganut tasawuf, Al Ghazali
mengabdikan dirinya dengan melakukan latihan-latihan sufi dengan menyepi dan
menyendiri ( Riyadhoh ). Dia menyibukkan diri untuk memurnikan jiwanya dari
kekejian,memperindahnya dengan kebajikan-kebajikan dan mengisi jiwa itu dengan
dzikir-dzikir kepada Allah SWT, sesuai dengan pengetahuan yang didapatnya dari
mempelajari tulisan-tulisan beberapa ahli tasawuf. Dengan latihan jiwa yang
berat selama sepuluh tahun yang berturut-turut dilewatinya mulai dari Damaskus,
Yerussalem, Hebron, Hijaz, Iraq,Thus. Ia maju pesat di jalan sufi. Banyak
rahasia-rahasia yang berhasil dibukukannya selama bertahun-tahun. Dan ia juga
yakin sepenuhnya bahwa jalan sufi jalan terbaik yang pantas dilalui oleh
manusia. Sikap Al Ghazali terhadap faham sufi tidak pernah berubah sampai akhir
hayatnya.
1.3.3 Karakteristik Tasawuf Al Ghazali
Tasawuf yang
dibangun oleh Al Ghazali mempunyai karakteristik yang berbeda dengan
tasawufnyaAbu Yazid Al Bustami atau Abu Mansur Al Hallaj yang lebih cenderung
kepada rasa cinta kepada Tuhan yang kemudian meninggalkan segalanya. Karaktertasawuf Al Ghazali adalah
tasawufyang religius sunni yang bertumpupada kesucian rohani serta keluhuran
budi yang merupakan perwujudan paling otentik dan valid dari religiusitas
seseorang. Tasawuf yang sunni inilah kemudian diterima oleh kalangan luas dan
akhirnya mempunyai pengaruh yang begitu kuat di dunia Islam.
Al Ghazali juga
telah berhasil menghubungkan rumusan-rumusan dogmatic dan formal dariilmu kalam
ortodoks dengan ajaran agama yang dinamis.Sehingga beliaulah pelopor yang telah
berhasil dan mampu menghidupkan kembali dua disiplin tersebut dengan semangat
wahyu yang orisinil. Artinya dia telah memberi pelajaran yang sangat berharga
kepada golongan skolastik murni serta mampu melenturkan watak dogmatis ajaran
agama dan memasukkan dimensi yang vital diantara segi-segi lahiriah ( eksoterik
) dengan segi batiniah
Dari sekian
panjang perjalanan rohani yang telah dilalui oleh Al Ghazali, ada beberapa
ajaran yang telah dirumuskannya dan terkodifikasi. Pertama, Ajaran itu adalah Ma’rifat,
Al Ghazali menggunakan tasawuf untuk mencari apa yang diyakininya sebagai
kebenaran. Kebenaran yang dicari itu didapatkan melalui pengalaman batin
(dzauq).Dan dengan latihan-latihan yang panjang dan berat, didapatlah ilham
yang menerangi hati dari Allah SWT sehingga dengan penerangan itu tersingkaplah
kebenaran yang hakiki. Orang jikatelah memperoleh kebenaran yang hakiki inilah
kemudian disebut dengan orang yang telah ma’rifat
Ilmu ma’rifat menurut Al Ghazali,
bukanlah didapat semata-mata dengan akal.Karena ilmu ma’rifat merupakan ilmu
yang sebenarnya mengenal tuhan, mengenal hadratrububiyah .Ujud tuhan meliputi
segala wujud.Tidak ada yang ujudmelainkan Allah dan perbuatannya. Allah dan
perbuatannya adalah dua bukan satu [15] .disinilah Al Ghazali berbeda dengan Al
Hallaj dan ulama sufi lainnya yang berpengaruh. Ujudnya itu adalah kesatuan
alam semesta (wihdatul wujud). Alam seluruhnya ini adalahmakhluq dan bukti
tentang kekuasaan dan kebesarannya apabila telah jelas dalam hati ma’rifat akan
tuhan dalam hatinya akan hakikat ketuhanan dan sifat-sifat serta af’al-af’al
dan nikmat rahmat yang terkandung dalam kejadian dunia dan akhirat, itulah
kebahagiaan yang sejati.
Sarana ma’rifat seorang sufi adalah kalbu, bukan perasaan danbukan pula akal budi. Kalbu, menurut Al Ghazali bukanlah bagian tubuh yang dikenal terdapat pada sebelah kiri dada seorang manusia, tapi ia adalah percikan rohaniah ketuhanan yang merupakan realitas hakikat manusia, terkadang ia berkaitan dengan segumpal daging manusia, namun akal budi belum mampu memahami perkaitan antar keduanya [16] . masih menurutnya,kalbu bagaikan cermin, sementarailmu adalah pantulan gambar realitas yang terdapat didalamnya. Jelasnya, jika cermin kalbu tidak bening, maka ia tidak dapat memantulkan realitas-realitas ilmu. Dan yang membuat cermin kalbu tidak bening adalah hawa nafsu tubuh.Sementara ketaatan kepada Allah serta keterpalingan dari tuntutan hawanafsu itulah yang justru membuatkalbu berlinang dan cemerlang.
Sarana ma’rifat seorang sufi adalah kalbu, bukan perasaan danbukan pula akal budi. Kalbu, menurut Al Ghazali bukanlah bagian tubuh yang dikenal terdapat pada sebelah kiri dada seorang manusia, tapi ia adalah percikan rohaniah ketuhanan yang merupakan realitas hakikat manusia, terkadang ia berkaitan dengan segumpal daging manusia, namun akal budi belum mampu memahami perkaitan antar keduanya [16] . masih menurutnya,kalbu bagaikan cermin, sementarailmu adalah pantulan gambar realitas yang terdapat didalamnya. Jelasnya, jika cermin kalbu tidak bening, maka ia tidak dapat memantulkan realitas-realitas ilmu. Dan yang membuat cermin kalbu tidak bening adalah hawa nafsu tubuh.Sementara ketaatan kepada Allah serta keterpalingan dari tuntutan hawanafsu itulah yang justru membuatkalbu berlinang dan cemerlang.
Kedua, tingkatan manusia. Menurut Al
Ghazali, kecerdasan dan kesanggupan akal manusia berbeda antara satu dengan
yang lainnya. Akan senantiasa terdapat orang yang awam (manusia biasa) dan
orang yang khowas (manusia dengan kelebihan kecerdasan). Maka kemudian beliau
membagi beberapa tingkatan manusia untuk mencapai tingkat keimanandan ketaqwaan
a.
Tingkatan orang awam. Orang awam ini mempercayai kabar
berita yang dibawa oleh orang yang dipercayainya.
b.
Iman orang alim. Dia mendapatkan keimanan dari
membandingkan, meneliti dan memeriksa dengan segala kekuatan dan
intelektualitasnya.
c.
Iman orang arifin. Dia akan tumbuh keyakinan setelah
menyaksikan sendiri akan kebenaran itu dengan tidak ada sekat-sekatnya lagi.
Ketiga,
kebahagiaan. Menurut Al Ghazali, kebahagiaan adalah tujuan akhir jalan para
sufi sebagai buah pengenalan terhadap Allah [18] .Jalan menuju kebahagiaan itu
adalah ilmu beserta amal sebagaimana beliau telah menyatakan, “Seandainya anda
memandang kearah ilmu, niscaya anda akan melihatnya bagaikan begitu lezat
sehingga ilmu itu dipelajari karena kemanfaatannya.Andapun
niscayamendapatkannya sebagai sarana menuju akhirat serta kebahagiaan, dan juga
sebagai jalan mendekatkan diri kepada Allah.Namun hal ini mustahil tercapai kecuali
dengan ilmu dan amal.
Al Ghazali
mendasarkan teori kebahagiaan kepada sebuah analisa psikologis, dan ia
menekankan pula bahwa setiap bentuk pengetahuan itu asalnya bersumber dari
semacam kelezatan dan kebahagiaan. Kebahagiaan setiap sesuatu adalah kelezatan dan
keterbuaian.Maka kelezatan sesuatu itu hendaklah selaras dengan
tabiatnya.Adapun kelezatan khusus kalbu adalah pengenalan terhadap
Allah.Kelezatan itu sendiri merupakan buah dari pengetahuan.Sebab seandainya
seseorang mengetahuisesuatu yang sebelumnya tidak diketahui, niscaya dia
menjadi gembira. Begitu pula pengetahuanterhadap Allah yang melekat dalam
kalbu, niscaya akan membuat gembira seorang yang arif serta membuatnya gelisah
menantikan penyaksiannya.
Semakin
banyak pengetahuan yang dapat diserap, semakin besarlah tingkat kepuasan dan
bertambah mendalamlah rasa kebahagiaannya. Itulah sebabnya orang yang lebih
luas ilmu pengetahuannya lebih merasa berbahagia daripada orang yang yang
kurang pengetahuan, semakin tinggi ma’rifatullah seseorang mengenai Tuhan maka
ia akan semakin bahagia
Sehingga
kesempurnaan hidup manusia dapat diperoleh dengan mengaktualisasikan
kesempurnaanbatin. Dan kesempurnaan batin hanya dapat ditempuh dengan jalan
tasawuf dan tidak cukup dengan melalui jalan filsafat [20] .Dan disini jelaslah
pandangan Al Ghazali terhadap filsafat, menurutbeliau filsafat bukanlah sesuatu
yang final.Filsafat merupakan suatu upaya manusia yang tidak pernah dapat
dihentikan karena memang tidak pernah selesai.Tasawuflah yang dapat mengakhiri
ketidakpastian pencarian filsafat tersebut.
Orientasi
umum pemikiran Imam Al Ghazali mengarah kepada konsep pengembangan kesempurnaan
manusia. Suatu konsep kesempurnaan yang terlukis dalam term insane kamil atau
dalam term lain dinyatakan sebagai manusia taqwa
Banyak sekali ilmu yang telah disumbangkan oleh Al
Ghazali dalam rangka menambah hasanahkeilmuan agama islam. Hasil karya Al Ghazali mempunyai
pengaruh yang sangat kuat dalam perilaku keberagamaan umat muslim setelahnya. Ini
terbukti dari banyak hasil karyanya yang telahditerjemahkan kedalam beberapa
bahasa sebagai respon positif atas ajaran-ajaran yang disampaikannya.
Al Ghazali juga dapat di golongkansebagai mujaddid
dibidang agama karena beliau telah memberikan suatu kontribusi yang sangat
spektakuler berkenaan dengan terobosannya dibidang tasawuf. Dengan formulasi tasawufnya itu, ia
mampu menyatukan pandanganatau setidaknya mendekatkan persepsi antara golongan
ahlu sunnah dengan golongan tasawuf itu sendiri sehingga memudarnya truth claim
dari masing-masing kelompok yang sebelumnya telah sampai pada derajat
pembid’ahan atau bahkan pengkafiran.
Hasil renungan-renungan brilian AlGhazali tidak hanya di
konsumsi oleh kaum muslimin saja, akan tetapi banyak juga orang-orang nasrani
termasuk para pendeta besar pada abad pertengahan yang mengambil referensi dari
hasil pemikiran dan renungan beliau. Ini merupakan pertanda bahwa kebenaran-kebenaran yang di
sampaikan oleh Al Ghazali merupakan kebenaran universal yang dapat diterima tidak
saja oleh kalangan muslim, akan tetapijuga dapat diterima oleh kalangannon
muslim.
Sedang secara kewilayahan, kontribusi Al Ghazali dalam
pemahaman tentang konsepsi tasawuf tidak saja berkembang didearah Timur Tengah
saja.Akan tetapai jiwa atau semangat ajaran beliau juga masih terasa sangat
kental di Indonesia. Ini di buktikan dengan banyaknya pesantren di Indonesia yang
memasukkan materi kajian Ihya’ Ulum Al Din dalam materi dasarnyameskipun mereka
tidak menyatakan sebagai tasawuf sunni [22] .dan sampai saat ini pengaruh
ajaran Ghazali semakin kuat karena disamaping di da’wahkan oleh para
ulama-ulamabesar seperti syaikh Ar Raniri, syaikh Hasyim Asy ‘arie dan lain
sebagainya, semakin banyak buku-buku karya beliau yang diterjemahkan kedalam
bahasa Indonesia.
1.4Biografi Al-Junayd al-Baghdadi
Abu
AI-Qasim Al-Junayd bin Muhammad Al-Junayd AI-Khazzaz Al-Qawariri, lahir sekitar
tahun 210 H di Baghdad, Iraq, la berasal dari keluarga Nihawand, keluarga
pedagang di Persia, yang kemudian pindah ke Iraq. Ayahnya, Muhammad ibn
Al-Junayd. Ia adalah murid dari Sirri al-Saqati dan Haris al-Muhasibi.
Al-Junayd
pertama kali memperoleh didikan agama dari pamannya (saudara ibunya), yang
bernama Sari Al-Saqati, seorang pedagang rempah-rempah yang sehari-harinya
berkeliling menjajakan dagangannya di kota Baghdad. Pamannya ini dikenal juga sebagai
seorang sufi yang tawadhu dan luas ilmunya. Berkat kesungguhan dan kecerdasan
Al-Junayd, seluruh pelajaran agama yang diberikan pamannya mampu diserapnya
dengan baik. Dan ia meninggal tahun 297 H / 298 M. dan dianggap sebagai
perintis dari tasawuf yang bercorak ortodoks.
1.4.1Pengertian tasawuf meneurut Junayd al-Baghdadi dan tokoh lainnya
Mengenai
penegertian tasawuf, Al-Junayd al-Baghdadi mengatakan bahwasanya tasawuf ialah
bahwa engkau bersama Allah tanpa penghubung.[3] Sementara menurut Basyuni
mendefinisikan tasawuf ialah kesadaran murni yang mengarahkan jiwa kepada amal
dan perbuatan yang sungguh-sungguh, menjauhkan diri dari kehidupan dunia dalam
rangka mendekatkan diri kepada Allah untuk mendapatkan perasaan berhubungan
erat dengan-Nya.
Akan tetapi Al-Junayd al-Baghdadi, lebih memperinci lagi.
Ia membagi definisi tasawuf ke dalam empat bagian, yaitu:
1. Tasawuf adalah Mengenal Allah,
sehingga hubungan antara kita dengan-Nya tiada perantara.
2. Tasawuf adalah Melakukan semua
akhlak yang baik menurut sunah rasul dan meninggalkan akhlak yang buruk.
3. Tasawuf adalah Melepaskan hawa
nafsu menurut kehendak Allah.
4. Tasawuf adalah Merasa tiada memiliki
apapun, juga tidak di miliki oleh sesiapa pun kecuali Allah SWT.
Sehingga dari definisi-definisi taswuf diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwasanya tasawuf ialah upaya untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT, dengan jalan menyucikan diri dari segala sesutu yang dapat
mencegah untuk dekat kepadaNya. Baik yang berupa perintah maupun yang dilarang
oleh Allah SWT.
1.4.2 Pemikiran dan Ciri Tasawuf Al-Junayd al-Baghdadi
Sebelum ajaran tasawuf Al-Junayd al-Baghdadi, terdapat Pandangan-pandangan
para sufi cukup radikal, memancing para yuris (fukaha) atau ahli fikih untuk
mengambil sikap. Sehingga muncul pertentangan antara para pengikut tasawuf dan
ahli fikih.Ahli fikih memandang pelaku tasawuf sebagai orang-orang zindik, yang
mengaku Islam tapi tidak pernah menjalankan syariatnya.Hal ini karena, banyak
pelaku tasawuf yang secara lahir meninggalkan tuntunan-tuntunan
syari’at.Sebaliknya, tokoh zuhud-tasawuf memandang tokoh-tokoh fikih sebagai
orang-orang yang hanya memperhatikan legalitas suatu persoalan, banyak
penyelewengan dilakukan untuk mendapatkan hal-hal yang sebenarnya dilarang.
Dari adanya hal itu, Al-Junayd al-Baghdadi memberikan
penegasan lebih lanjut akan pentingnya amalan untuk mendekatkan diri kepada
Allah. Menurut al-Junayd, tasawuf adalah pengabdian kepada Allah dengan
penuh kesucian. Oleh karena itu, barang siapa yang membersihkan diri dari
segala sesuatu selain Allah, maka ia adalah sufi.
Karena penekanan pada aspek amaliah inilah, maka tasawuf
Al-Junayd al-Baghdadi terkesan berusaha menciptakan keseimbangan antara
syari’at dan hakikat. Ini merupakan kecenderungan yang berbeda sama sekali
dengan tasawuf yang berorientasi pada pemikiran atau falsafah. syari’at yang
tidak diperkuat dengan hakikat akan tertolak, demikian pula hakikat yang tidak
diperkuat dengan syari’at juga akan tertolak. Syari’at datang dengan taklif
kepada makhluk sedangkan hakikat muncul dari pengembaraan kepada yang Haq
(Allah). Hal itu berarti kedekatan kepada Allah dapat dicapai
manakala orang telah melaksanakan amaliah lahiriah berupa syari’at dan kemudian
dilanjutkan dengan amaliah batiniah berupa hakikat.
Al-Junayd dikenal pemikirannya beraliran salaf.la tidak
bersikap radikal dalam menghadapi setiap persoalan. la lebih berkonsentrasi
pada ajaran tasawufnya yang bersandarkan pada Al Quran dan Hadis.
Dimana,
pada umumnya orang memahami Zuhud sebagai sikap hidup para sufi yang
meninggalkan kebahagiaan duniawi. Mereka membekali diri untuk mengejar
kehidupan dan kebahagiaan akhirat semata, seolah tidak peduli dengan urusan
duniawi atau urusan orang lain di sekitarnya. Jangankan urusan duniawi orang
lain, untuk kebutuhan hidupnya sendiri pun terkadang ia tidak terlalu
peduli.
Karena
diakuiatau tidak bahwasanya Tasawuf sebenarnya telah ada sejak Rasulullah, akan
tetapi Rasulullah tidak secara langsung meneyebutkannya dengan tasawuf secara
gamlang. Hal itu dapat terlihat dari pola hidup serta tata cara beliau dalam
segala bentuk hidupnya yang menampilkan dengan penuh kesederhanaan. Namun pada
perkembangan selanjutnya tasawwuf mengalami kemajuan yang dikembangkan oleh
masing-masing tokoh tasawuf dengan model masing-masing.
Begituhalnya
mengenai masalah hulul dan ittihad yang tetap melandasinya dengan apa yang
terdapat didalam ajaran al-Qur’an dan hadis. Artinya tasawuf Junaid
al-Baghdady ini tetap memandang bahwa pentingnya syariat demi mencapai akhirat.
Dimana, ajaran tasawuf al-Junaid ini sama dengan ajaran tasawuf Al-Muhibbi yang
memberi tekanan besar pada disiplin diri atau lebih sepesifik pada
disiplin kalbu. Ia memperjelas antara orientasi ukrawi dan moralitas.
Dari ajaran tasawuf Al-Junayd
al-Baghdadi ini sangat jelas bahwasanya, orang sufi itu tetap diwajibkan
menjalankan syari’at untuk mencapai kehadirat Ilahi Rabbi. Tanpa menjalankan
syari’at, seseorang tidak akan sampai kepada Allah SWT.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam bidang aqidah kita meyakini ada 2 tokoh dalam
bidang tersebut yaitu Al-Asy’ari dan Al-Maturidi yang mana keduanya memiliki
pemikiran yang berbeda-beda. Yang mana alasy’ari
mengikuti mazhab alsyafi’i, sedangkan almaturidi mengikuti mazhab hanafi keduanya sama-sama menyebarkan ajaran islam namun dengan
cara pandang mereka sendiri.
Sedangkan
dalam bidang fiqh kita memiliki 4 mazhab yaitu mazhab imam syafi’i, mazhab imam
hanafi, mazhab imam hambali, dan mazhab imam maliki. Yang mana munculnya
perbedaan mazhab ini muncul karena adanya perbedaan pendapat dikalangan ahli
hukum islam mengenai aspek-aspek ajaran islam.
Berkat kerja keras yang dilakukan oleh Al Ghazali, telah
banyak terobosan-terobosan baru bagi kehidupan keagamaan di masa beliau maupun
setelahnya.Sikap toleransi, saling menghormati, dan keselamatan jiwa merupakan
ajaran yang secara tersirat beliau sampaikan kepada umat manusia. Sesungguhnya semua hal yang telah
dilakukan oleh beliau merupakan hasil dari proses pencarian kebenaran mutlaq
yangbeliau idamkan selama hidup.
Sementara penegrtian tasawuf menurut Al-Junayd al-Baghdadi adalah
Tasawuf adalah Mengenal Allah, sehingga hubungan antara kita dengan-Nya tiada
perantara.Ajarannya dengan melakukan semua akhlak yang baik menurut sunah rasul
dan meninggalkan akhlak yang buruk dan melepaskan hawa nafsu menurut
kehendak Allah serta Merasa tiada memiliki apapun, juga tidak di miliki oleh
sesiapa pun kecuali Allah SWT.Adapun ciri tasawuf Al-Junayd al-Baghdadi
yaitu adanya keterkaitan antara syari’at dan hakekat yang dilandasi dengan
ajaran-ajaran dari al-Qur’an dan Hadis.Sementara
para pengikut alAsy’ari sendiri sesudahnya, lebih cenderung mengikuti
pendekatan ta’wil, meskipun pendekatan ini berbeda dengan pendekatan ta’wil
versi Mu’tazilah.
Kita sebagai orang islam harus memiliki rasa percaya pada
salah satu m,azhab yang kita anut seperti yang dianut oleh Ahlussunnah wal
jamaah yaitu mazhab Syafi’i dan mengikuti ajaran tassawuf dari al-Ghazali.
Hendaknya kita percaya pada Allah dan para rasul dan juga para khulafaur
rassyidin yang telah memberi tahu kita mengenai sejarah Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Anshor, D. M. (2012). Bahth Al-Masail Nahdlatul Ulama. Yogyakarta: Teras.
Suyatno.
(2011). Dasar-Dasar Ilmu Fiqh Dan
Ushul Fiqh. Jogjakarta: Ar-Ruz Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar