Selasa, 12 Juli 2016

PENGERTIAN ASWAJA,SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ASWAJA

PENGERTIAN ASWAJA,SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ASWAJA
Oleh   :
1.         Luthfiatul Aini
2.         Nurul Umah Safitri
3.         Dinda Septia Ningrum
4.         Prihandono


PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’
(UNISNU) JEPARA
2016
 
  KATA PENGANTAR
 
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Pengertian,pertumbuhan,perkembangan aswaja.Laporan ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Agama 2.Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada Yth :
1.        Nur Rohman,S.Pd.,M.Si selaku Dosen Agama 2
2.        Orang tua kami yang telah membantu baik moril maupun materi
3.        Rekan-rekan satu kelompok yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini 
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari guru mata pelajaran guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik  di masa yang akan datang.
 
                                                                                        Jepara,28 Februari 2016
                                                                                               Penyusun 

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

       Istilah “ Ahlusunnah wal jama’ah” adalah sebuah istilah yang di Indonesiakan dan kata Istilah“ Ahlusunnah wal jama’ah” ia merupakan rangkaian kata-kata “Ahl” berarti golongan,”Al-sunnah”  berarti perilaku jalan hidup atau perbuatan yang mencakup ucapan dan tindakan Rasulullah SAW.”Al jamaah”  berarti jamaah yakni para sahabat rasulullah SAW.Maksudnya ialah perilaku atau jalan hidup para sahabat. Dengan demikian maka secara etimologis istilah Ahlusunnah wal jama’ah” atau golongan yang senantiasa mengikuti jalan hidup Rasulullah SAW dan jalan hidup para sahabatnya atau golongan yang berpegang teguh pada sunnah rosul dan sunah (tariqah) para sahabat,lebih khusu lagi ( Abu bakar,Umar bin khatab,Usman bin affan,Ali bin abi thalib).

1.2  Rumusan Masalah

1.      Pengertian Aswaja?
2.      Dasar Aswaja?
3.      Lahirnya sekte/firqah dalam islam?
4.      Perbedaan Aswaja dan kelompok lain di bidang Aqidah, Fiqh dan Politik ?
5.      Mazhab Asy’ariah dan tokoh-tokoh Madzhab Asy’ari
6.      Madzhab Asy’ari dan madzhab fiqh yang empat

1.3 Tujuan

1.      Mengetahui Pengertian Aswaja
2.      MengetahuiDasar Aswaja
3.      Mengetahui Lahirnya sekte/firqah dalam islam
4.      Mengetahui Perbedaan Aswaja dan kelompok lain di bidang Aqidah, Fiqh dan Politik
5.      Mengetahui Mazhab Asy’ariah dan Tokoh-tokoh Madzhab Asy’ari
6.      Mengetahui Madzhab Asy’ari dan madzhab fiqh yang empat

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian ASWAJA

a.      Pengertian secara bahasa
Aswaja merupakan singkatan dari Ahlussunnah wa al-Jama’ah. Ada tiga kata yang membentuk istilah tersebut, yaitu:
a)      Ahl, berarti keluarga, golongan, atau pengikut.
b)      Al-Sunnah, secara bahasa bermakna al-thariqah-wa-law-ghaira mardhiyah (jalan atau cara walaupun tidak diridhoi).
c)      Al-Jama’ahberasal dari kata jama’a artinya mengumpulkan sesuatu, dengan mendekatkan sebagian ke sebagian lain.Jama’ahberasaladri kata ijtima’ (perkumpulan), lawan kata daritafarruq (perceraian) danfurqah(perpecahan). Jama’ah adalah sekelompok orang banyak dan dikatakan sekelompok manusia yang berkumpul berdasarkan satu tujuan.
b.      Pengertian secara Istilah
Menurut istilah “sunnah” adalahsuatu cara untuk nama yang diridhai dalam agama,yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW atau selain dari kalangan orang yang mengerti tentang islam.Seperti para sahabat Rasulullah.Secara terminologi aswaja atau Ahlusunnah wal jama’ah golongan yang mengikuti ajaran rasulullah dan para sahabat-sahabatnya.
Hal ini berdasarkan hadist Rasulullah:
                                      
عَليكُم بِسُنَّتي وَسُنَّةِ الخُلفـاءِالرَّاشِدِينَ مِن بَعدِي
      ikutilah sunnahku dan sunnah Khulafa Rasyidin setelahku”
Menurut Hasyim Asy’ari, dalam istilah syariat (fikih) “Sunnah” artinya sesuatu  yang dianjurkan untuk dilakukakan tetapi tidaak wajib.
Menurut para ulama Ushul Fiqh, kata “Sunnah” berarti apapun yang dilakukan, dikatakan, atau ditetapkan oleh Nabi Muhammad saw, yang dapat dijadikan sebagai dalil dalam menetapkan suatu hukum syar’i.
Menurut para ahli kalam (para teolog), “Sunnah” ialah kenyakinan (i’tiqad) yang didasarkan pada dalil naql (al-quran, hadis, qawl atau ucapan shahabi, bukan semata bersandar pada pemahaman akal (rasio).
Menurut para ahli polotik, “Sunnah” ialah jejak yang ditinggalkan oleh Rasulullah dan para Khulafa Rasyidin.
Sedangkan jama’ah secara istilah adalah kelompok kaum muslimin dari para dahulu dari kalangan sahabat, tabi’in dan orang-orang yang mengikuti jejak kebaikan mereka sampai hari kiamat. Mereka berkumpul berdasarkan Al-quran dan Sunnahdan mereka berjalan sesuai dengan yang telah ditempuh oleh Rasulullah baik secara lahir maupun batin. Definisi lain berdasarkan hadis Rasullallah jama’ah adalah apa yang telah disepakati oleh sahabat Rosul pada masa Khulafau Rosidi. Pada hadis Nabi ketika menjawab pertanyaan sahabat tentang (akan) adanya perpecahan menjadi 71 atau 72 golongan, dan yang selamat hanya satu golongan,.yaitu al-jama’ah. Rasulullah bersabda:
مَن أَراَدَبُحبوحَةَالجَنَّةَ فَليَلزَمِ الجَماعَةَ
Barangsiapa yang ingin mendapatkan kehidupan yang damai disurga, maka hendaklah ia mengikuti al-jama’ah (kelompok yang menjadi kebersamaan).” (HR. Al-Tirmidzi (2091), dan al-Hakim (1/77-78) yang menilainya shahih dan disetujui oleh al-Hafizh al-Dzahabi).
Dengan demikian Aswaja adalah golongan pengikut setia Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya, jadi Ahlussunnah wal-jama’ah adalah orang-orang yang selalu berpedoman pada sunnah Nabi Muhammad SAW dan jalan para sahabatnya dalam masalah aqidah keagamaan, amalan-amalan lahiriyah serta ahlak baik dan islam murni yang langsung dari Rasullallah kemudian diteruskan oleh sahabatnya.
KH. Muhammad Hasyim Asy’ari (1287-1336 H/ 1871-1947) menyebutkan dalam kitabnya Ziyadat Ta’liqat (hal. 23-24) sebagai berikut:
أَمَّاأَهلُ السُّنَةِ فَهُم أَهلُ التَّفسِيرُ وَالحَدِيثِ وَالفِقهِ فإِنَّهُم المُهتَدُونَ المُتَمَسِّكُونَ بِسُنَّةِ النَّيِي صلي الله عليهِ وسلم والخُلَفَاءِبَعدَهُ الرَّاشِدِينَ وَهُم الطَّاءِفَةُ النَّاجِيَةُقَالُووَقَد اجتَمَعَت اليَومَ فِي مذَاهِبَ أَربَعَةٍ الحَنَفِيُّونَ وَالشَّافِعِيُّونَ وَالمَالِكِيُّونِوَالحَنبَليُّونَ
Adapun Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadis, dan ahli fikih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi Muhammad saw dan sunnah Khufaur Rasyidin setelahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat (al-firqah al-najiyah). Mereka mengatakan, bahwa kelompok tersebut sekarang ini terhimpun dalam madzhab yang empat, yaitu pengikut Madzhab Hanafi, Syafi’i, Maliki, dan Hambali.”
Oleh karena itu, tidak ada seorangpun yang menjadi pendiri ajaran Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Yang ada hanyalah ulama yang telah merumuskan kembali ajaran Islam tersebut setelah lahirnya beberapa faham dan aliran keagamaan yang berusaha mengaburkan ajaran Rasulullah dan para sahabatnyayang murni.

2.2  Dasar Aswaja

1.      Al Qur’an
Al Qur’an merupakan sumber utama dan pertama dalam pengambilan hukum.Karena Al Qur’an adalah perkataan allah yang merupakan petunjuk kepada umat manusia dan diwajibkan untuk berpegangan kepada Al Qur’an.
Allah berfirman dalam surat al-baqarah ayat 2 :
ذلِكَاْلكِتَبَلاَرَيْبَفِيْهِهُدًىلِلْمُتَّقِيْنَ
kitab Al Qur’an ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”
2.      Hadist
Sumber kedua dalam menentukan hukum ialah sunnah Rasulullah SAW.Karena Rasulullah berhak menjelaskan dan menafsirkan Al Qur’an.
3.      Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan para ulama atas suatu hukum setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.Karena pada masa hidupnya Nabi Muhammad SAW seluruh persoalan hukum kembali kepada beliau.Setelah wafatnya Nabi maka hukum dikembalikan kepada para sahabatnya dan para Mujtahid.
Ijma’ ada 2 yaitu :
a.       Ijma’ bayani ialah apabila semua mujtahid mengeluarkan pendapatnya baik berbentuk perkataan maupun tulisan yang menunjukkan kesepakatannya.
b.      Ijma’ sukuti ialah apabila sebagian mujtahid mengeluarkan pendapatnya dan sebagian yang lain diam,sedang diamya menunjukkan setuju,bukan karena takut atau malu.
4.      Qiyas
Qiyas menurut bahasa berarti mengukur,secara etimologi kata itu berasal dari kata Qasa yang disebut Qiyas adalah menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hukum karena adanya sebab yang antara keduanya.

2.3 Lahirnya sekte/firqah dalam islam

     Kajian Islam terbagi kepada berbagai bidang ilmu yang antara lain adalah ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu tawhid, ilmu kalam,dan ilmu fikih. Ilmu kalam membahas tentang Tuhan, rasul-rasul, wahyu, akhirat, iman dan hal-hal yang berkaitan dengan itu. Ilmu kalam disebut juga ilmu usuluddin dan teologi. Dalam mengkaji dan membahas materi ilmu kalam ini terdapat bermacam-macam cara memahaminya di kalangan umat Islam. Paham yang lahir dari suatu cara memahami materi ilmu kalam ini dalam bahasa Arab disebur firqah yang jamaknya firaq. Firqah dalam bahasa Indonesia disebut aliran. Aliran-aliran dalam ilmu kalam disebut dalam bahasa Arab al-firaq al-Islamiyah.
Untuk aliran dalam fikih disebut mazhab. Namun, belakangan penggunaan sebutan-sebutan ini sudah tidak terlalu ketat lagi sehingga kata mazhab kadang-kadang sudah digunakan oleh sementara orang untuk maksud aliran dalam ilmu kalam. Persoalan yang pertama-tama muncul dalam Islam adalah persoalan di bidang politik. Waktu Nabi Muhammad Saw. wafat, muncul persoalan siapa yang berhak menjadi penggantinya sebagai khalifah. Menurut sejarah, Abu Bakar disetujui menjadi Khalifah pertama. Khalifah kedua, Umar, ketiga Usman, dan keempat Ali. Terbunuhnya Usman dan
naiknya Ali menjadi Khalifah keempat kemudian menimbulkan masalah.

      Pada tahun 37 H, terjadi perang antara Ali sebagai Khalifah dan Muawiyah sebagai Gubernur Syam. Perang ini terjadi di Siffin sehingga perang ini dikenal dengan perang Siffin. Karena pasukan Muawiyah terdesak dan sudah siap untuk mundur, tangan kanannya yang terkenal licik,Amr bin ash minta berdamai dengan mengangkatkan Al-Quran ke atas. Para qari di barisan Ali minta agar perdamaian itu diterima Ali. Ali dan sebagian pengikutnya keberatan. Tapi, karena desakan, akhirnya Ali menyetujuinya. Disepakati bahwa
Abu Musa Al Asy’arimewakili Ali dan Amr bin ash mewakili Muawiyah. Dengan alasan menghormati orang tua, Amr bin ash meminta Abu Musa lebih dahulu berdiri memakzulkan Ali dan kemudian ‘Amr memakzulkan Muawiyah. Setelah Abu Musa memakzulkan Ali, ‘Amr berdiri mengukuhkan Muawiyah menjadi Khalifah.
Kekacauan terjadi. Pasukan Ali yang sejak semula tidak setuju dengan perdamaian tipu itu keluar dari barisan dan menjadi penentangnya dan sekaligus penentang Mu‘awiyah. Kelompok yang keluar ini disebut Khawarij. Mereka memandang Ali, Muawiyah, Abu Musa, Amr bin ash dan orang-orang yang setuju dengan perdamaian yang disebut dalam sejarah arbitrase sebagai kafir. Tak berapa lama, Khawarij ini pecah pula kepada beberapa sekte yang antara satu dengan lainnya saling mengkafirkan dan menghalalkan darahnya. Persoalan kafir pun berkembang. Kalau tadinya kafir itu berarti orang yang tidak berhukum kepada Al-Quran, maka kemudian pelaku dosa besar (murtakib alkabirah), yakni pembunuh Usman pun dihukum kafir. Ternyata, persoalan ini menimbulkan tiga aliran.
1.  Khawarij
Mengatakan bahwa orang berdosa besar adalah kafir.Dalam arti keluar dari  islam atau tegasnya murtad dan oleh karena itu wajib dibunuh.
                    2. Aliran Murji’ah
Menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar tetap masih muslim dan bukan kafir.Adapun dosa yang dilakukannya,terserah pada allah SWT untuk mengampuni atau tidak.
3.      Mu’tazilah
Aliran yang tidak menerima pendapat di atas.Bagi mereka yang berdosa besar bukan kafir dan bukan mukmin.Orang yang serupa ini kata mereka mengambil posisi diantara kedua posisimu mukmin dan kafir atau yang disebut dengan “al manzilah bain al manzilatin” (posisi diantara dua posisi).
     Di luar tiga golongan ini, masih tinggal golongan yang mengikuti paham mayoritas umat Islam yang kemudian dikenal dengan golongan Ahlus Sunnah wal jamaah. Al Hasan al Basri,Imam Malik dan Imam Ahmad ibn adalah di antara tokoh-tokoh Ahlus Sunnah.
      Paham Ahlus Sunnah ini kemudian dipertegas oleh Abu al Hasan al Asyari. Menurut dia, Allah mengetahui dengan ilmu, hidup dengan hayah, menghendaki dengan iradah. Ilmu Allah esa dan taalluq (berobjek) kepada segala yang maklum. Setiap yang wujud dapat dilihat. Karena itu, Allah dapat dilihat karena Ia wujud.Pelaku dosa besar jika tidak taubat, maka hukumannya terserah kepada Allah. Manusia mujbar (terpaksa), tetapi Allah memberi kasab baginya. Alquran adalah kalam Allah yang qadim. Selain Abu al Hasan al Asyari, dikenal pula Ahmad at Tahawi di Mesir dan Abu Mansur al Maturidi as Samarkandi yang ketiganya disebut dalam sejarah sebagai pendiri aliran Sunni. Namun karena antara mereka terdapat juga perbedaan, maka yang lebih tepat paham mereka dibanggakan kepada masing-masing. Misalnya, paham Asyariyah, paham Maturidiyah dan paham Tahawiyah.
      Pendiri paham Mutazilah adalah Wasil ibn Atadi Basrah. Ia adalah murid al Hasan al Basri. Ketika mendiskusikan hukum pelaku dosa besar, Wasil berdiri dari majlis alHasan dan pergi ke satu sudut dari Masjid Basrah.Di sana ia berkata bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak Mukmin, melainkan almanzilah bain almanzilatain (posisi di antara dua posisi). Sejak itu, paham ini berkembang menjadi satu aliran. Di atas telah disebutkan pokok ajaran mereka. Menurut mereka, Al-Quran makhluk, manusia berbuat dengan kehendaknya sendiri, tidak ada takdir, Tuhan tidak dapat dilihat, mengutus Rasul wajib bagi Allah.
      Sebagai pengaruh penggunaan akal yang semakin besar dalam memahami nas, muncul pula paham Qadariyah dan Jabariyah. Menurut Qadariyah, manusia mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak.Orang pertama berpaham Qadariyah adalah Mabad alJuhani yang terbunuh pada tahun 80 H. Menurut
Jabariyah, manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat. Orang pertama berpaham Jabariyah adalah Ja ibn Dirham.Kemudian, paham ini dikembangkan oleh muridnya Jahm ibn Safwan yang dihukum mati dan dibunuh pada tahun 127 H karena menurut dia surrga dan neraka akan binasa atau tidak kekal. Sekarang Agus Mustafa lahir di Indonesia membawa paham Jahm ibn Safwan ini dalambukunya yang berjudul, Ternyata Akhirat Tidak Kekal.
      Pendukung Ali dalam bahasa Arab disebut Syia Ali,juga membentuk aliran
yang memiliki paham yang berbeda dengan lainnya. Syiah pun memiliki sekte-sekte. Ahlus Sunnah pun bermacam-macam pula yang pada garis besarnya ada dua, Salaf atau Salafi dan Khalaf. Paham Salaf diwakili Imam Ahmad ibn Hambal (w.241 H), Abu al Hasan al Asyari (w. 330 H) dan Syekh Ibn Taimiyah (w. 728 H), sedang paham Khalaf diwakili al Baqillani (w.403 H) dan al Juwaini (w. 478 H). Perbedaan pokok antara Salaf dan Khalaf adalah soal takwil.
      Takwil berarti memberi makna kepada nas Alquran dan Hadis dengan makna yang jauh, tidak makna zahirnya. Misalnya, yadullah diartikan oleh Salaf dengan tangan Allah. Khalaf mengartikannya dengan kekuasaan Allah.
Demikianlah lahir dan berkembang aliran-aliran dalam Islam. Masing-masing berkembang menjadi sekte-sekte.Sebagian sekte ini masih dalam lingkaran Islam dan sebagian lagi sudah tergelincir dari Islam. Misalnya, sekte Ajaridah dari Khawarij tidak mengakui surat Yusuf sebagi bagian dari Alquran. Sebab, menurut mereka cerita porno tidak layak menjadi isi Kitab Suci Alquran. Sekte Sabaiyah dari Syiah yang berpendapat bahwa wahyu itu seharusnya diturunkan kepada Ali, tetapi Jibril tersalah menurunkannya kepada Muhammad Saw. Tentunya paham-paham seperti ini sudah tergelincir dari Islam.

2.4  Perbedaan Aswaja dan kelompok lain di bidang

ASPEK
ASWAJA
SYI’AH
KHAWARIJ
Rukun Islam
1.   Syahadat
2.   Shalat
3.   Puasa
4.   Zakat
5.   Haji
1.    Shalat
2.    Puasa
3.    Zakat
4.    Haji
5.    Wilayah
Lebih pada gerakan politik
Rukun Iman
Iman kepada :
1.   Allah
2.   Para malaikat allah
3.   Kitab-kitap allah
4.   Para rosul allah
5.   Hari akhir
6.   Qadha’ dan qadar
1.    Tauhid
2.    Nubuwwah
3.    Imamah
4.    Al-‘Adl
5.    Al-Ma’ad
Lebih pada gerakan politik
Keberadaan al-Qur’an
Meyakini bahwa al-qur’an tetap orisinal.
Meyakini bahwa al-qur’an tidak orisinil dan sudah diubah oleh para sahabat (dikurangi dan ditambah)
Meyakini khalq al-qur’an (penciptaan al-quran), karena itu al-qur’an tidak suci.
Surga dan neraka
Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang taat kepada allah dan rosul-nya. Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak taat kepada allah dan rosul Nya
Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang cinta kepada imam ali. Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang memusuhi imam ali.
Setiap orang dari umat nabi muhammad yang telah melakukan dosa dikategorikan sebagai orang kafir dan ia akan kekal di dalam neraka
Rujukan hadits
Rujukan hadistnya adalah al-kutub al-sittah.
1.   Shahih bukhari
2.   Shahih muslim
3.   Sunan abu dawud
4.   Sunan turmudzi
5.   Sunan ibnu majah
6.   Sunan al-nasa’i
Rujukan haditsnya adalah Al-kutub al-arba’ah yaitu
(1)   al kafi
(2)    al-istibshar
(3)   Manla yahdhuruhu al faqih,
(4)   at-tahdzib
 Hanya mengambil hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para pemimpin mereka
Dalam bidng hukum (fiqh)
ASPEK
ASWAJA
SYI’AH
KHAWARIJ
Mashadir al-tasyri’
Al-qur’an dan sunnah nabi. Sebagian menambah al-ijma (konsensus ulama) dan al-qiyas (analogi hukum)
1.      al-qur’an dan sunnah
2.      sima(pendengaran)dari rasulullah
3.      kitab ali,disebut al-jami ah
4.      al-isy-raqat al-ilahiyah.
meyakini hukum hanya milik allah (la hukma illa lilah), karena itu menghukumi sesuatu dengan selain hukum allah menurut mereka adalah kufur.
Ijtihad
Potensi ijtihad terbuka dalam ranah yang belum dijelaskan oleh nash al-qur’an dan sunnah
Potensi ijtihad terbuka dalam ranah selain imamah.
1.      potensi ijtihad terbuka, namun kesalahan dalam ijtihad dapat menjadikan seseorang kafir
2.      hammasah dan hanya berpegang teguh pada zhahir lafal atau teks dalil.
Rujukan fikih
Mengambil fikih dari imam madzhab empat yaitu abu hanafi, malik, syafi’i, dan ahmad bin hanbal
Mengambil fikih dari pada imam syi’ah
Terutama sekte ibadhiyah, memiliki ulama dan kitab-kitab fikih yang diambil para imam mereka.
Dalam Bidang Politik
ASPEK
ASWAJA
SYI’AH
KHAWARIJ
Khulafa’ur Rasyidin
Khulafaur rasyidin yang diakui (sah) adalah
1.      Abu bakar
2.      Umar
3.      Usman
4.      Ali
Ketiga khalifah (abu bakar, umar, usman) tidak diakui oleh syiah (keculi oleh syiah zaidiyyah). Karena dianggap telah merampas kekhalifahan ali bin abi thalib
-menyatakan keluar dari kepemimpinan ali bin abi thalib (yang sudah disahkan oleh ahl hal wa al-‘aqd dan telah dibaiat rakyat) setelah terjadinya peristiwa takim
-mengkafirkan ali, usman, mu’awiyah,orang-orang yang terlibat dalam perang jamal, dua pihak yang menyepakati perjanjian tahkim, serta orang-orang yang mendukung kedua pihak tersebut
Imamah
Pemimpin atau imam tidak terbatas pada dua belas imam, sehingga percaya kepada imam-imam itu tidak termasuk rukun iman.
Kepemimpinan terbatas pada 12 imam, dan percaya kepada 12 imam termasuk rukun iman.
Memiliki pemimpin sendiri.
Ishmah
Khalifah atau imam tidak ma’shum, artinya mereka dapat berbuat salah atau dosa atau lupa.
Para imam yang jumlahnya 12 tersebut mempunyai sifat maa’shum seperti para nabi
Pemimpin dapat berbuat salah, bahkan kafir. Maka bila pemimpin itu kafir maka rakyat ikut kafir, karena itu wajib keluar dari kepemimpinan iman yang mereka nilai telah kafir
Cara pengangkatan pemimpin
pemimpin (imam) diangkat melalui kesepakatan ahl hal wa al-aqdi atau orang yang mengangkat dirrinya sendiri
( dalam kondisi darurat) kemudian diaa dibaiat oleh ahl haal wa al-aqdi dan rakyat
Pemimpin telah ditntukan oleh Allah (nas ilahy) bukan pilihan rakyat.
Khalifah harus dipilih melalui pemilihan yang bebas dan bersih, dilakukan oleh mayoritas kum muslimin, bukan hanya sebagai golongan dan kepemilihan khalifah terus sah selama ia menegakkan keadilan dan syariat, jauh dari kesalahan dan kezaliman. Jika ia berkhianat, wajib dipecat atau dibunuh.
Hukum pengangkatan imam
Kpemimpinan hukumnya wajib karena dalil-dalil syariat. (persamaan dengan khoarij : harus ada pemimpin untuk mengelola dan mengamankan negara. Menurut khoarij, karena maslahat).
Kepemimpinan hukunya wajib berdasarkan nash ilahy
Kelompok  khoarij bernama najdat berpendapat, pengangkatan iman wajib karena maslahat dan kebutuhan, bukan wajib karena dalil syariat
Syarat  pemimpin
Pemimpin harus memenuhi empat syarat yaitu:
1.    Berasal dari suku quarisy (pada tahap berikutnya terjadi perbedaan pendapat dalam hal ini)
2.    Baiat
3.    Syura
4.    Adil
Pemimpin harus berasal dari ahlul bait
Kholifah tidak harus dari suku qurasy juga tidak harus dari bangsa arab. Mereka mengangkat Abdullah bin Wahab al-Rasi (bukan dari quraisy) sebagai kholifah dan menyebutnya amir al-mukminin.

2.5  Mazhab Asy’ariah dan tokoh-tokoh Madzhab Asy’ari

   Asy’ariah adalah pengikut Abu Hasan ali bin ismail al-Asy’ariah yang kemudian berkembang menjadi salah satu aliran teologi yang penting dalam islam,selanjutnya dikenal dengan aliran al-asy’ariah yaitu nama yang dinisbahkan kepada Abu Hasan al Asy’ariah sebagai peletak dasar-dasar aliran ini.Al-Asy’ariah hidup antara tahun 260-324H.atau lahir akhir abad III dan awal abad IV H.
Tokoh-tokoh Mazhab Asy’ari yaitu:
a.       Abu Hasan Al-asy’ari
b.      Abu Bakar Al-Baqillani
c.       Imam Al-Haramain
d.      Al-Ghazali
e.       Al-Syahrastani
f.       Fakhr Al-Din Al-Razi

2.6  Madzhab Asy’ari dan madzhab fiqh yang empat

Dalam bidang fiqih dan amaliah, Ahlussunnah wal jama’ah mengikuti pola bermadzhab dengan mengikuti salah satu madzhab fiqh yang dideklarasikan oleh para ulama yang mencapai tingkatan mujtahid mutlaq. Beberapa madzhab fiqh yang sempat eksis dan diikuti oleh kaum Muslimin Ahlussunnah wal Jama’ah ialah madzhab Hanafi. Maliki, Syafi’i, Hanbali, madzhab Sufyan al-Tsauri, Sufyan bin Uyainah, ibn Jarir, Dawud al-Zhahiri, al-Laits bin Sa’ad, al-Auza’i, Abu Tsaur dan lain-lain. Namun kemudian dalam perjalanan panjang sejarah Islam, sebagian besar madzhab-madzhab tersebut tersisih dalam kompetisi sejarah dan kehilangan pengikut, kecuali empat madzhab yang tetap eksis dan berkembang hingga dewasa ini. Pengikut empat madzhab tersebut, diakui sebagai kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah.Berkaitan dengan hal tersebut, disini perlu dikemukakan sebuah pertanyaan, dimanakah letak posisi madzhab al-Asy’ari di kalangan pengikut madzhab fiqh yang empat? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, marilah kita ikuti penjelasan berikut ini secara rincitentang posisi madzhab al-Asy’ari di kalangan pengikut madzhab fiqh yang empat.
1.      Madzhab Hanafi
Madzhab Hanafi ini didirikan oleh al-Imam abu Hanifah an-Nu’man bin Tsabit al-Kufi (80 – 150 H / 699-767 M). Pada mulanya madzhab Hanafi ini diikuti oleh kaum Muslimin yang tinggal di Irak, daerah tempat kelahiran abu Hanifah, pendirinya. Namun kemudian, setelah Abu Yusuf menjabat sebagai hakim agung pada masa Daulah Abbasiyyah, madzhab Hanafi menjadi populer di negeri-negeri Persia, Mesir, Syam dan Maroko. Dewasa ini, madzhab Hanafi diikuti oleh kaum Muslimin di Negara-negara Asia Tengah, yang dalam referensi klasik dikenal dengan negeri seberang Sungai Jihun (sungai Amu Daria dan Sir Daria), Negara Pakistan, Afghanistan, India, Bangladesh, Turki, Albania, Bosnia dan lain-lain.Dalam bidang ideologi, mayoritas pengikut madzhab Hanafi mengikuti madzhab al-Maturidi. Sedangkan ideologi madzhab al-Maturidi sama dengan ideologi madzha al-Asy’ari. Antara keduanya memang terjadi perbedaan dalam beberapa masalah, tetapi perbedaan tersebut hanya bersifat verbalistik (lafzhi), tidak bersifat prinsip dan substantif (haqiqi dan ma’nawi). Oleh karena itu dapatlah dikatakan bahwa pengikut madzhab al-Maturidi adalah pengikut madzhab al-Asy’ari juga. Demikian pula sebaliknya, pengikut madzhab al-Asy’ari adalah pengikut madzhab al-Maturidi juga. Dalam hal tersebut al-Imam Tajuddin as-Subki mengatakan, “Mayoritas pengikut Hanafi adalah pengikut madzhab al-Asy’ari, kecuali sebagian kecil yang mengikuti Mu’tazilah.”
2.      Madzhab Maliki
Madzhab Maliki ini dinisbahkan kepada pendirinya, al-Imam Malik bin Anas al-Ashbahi (93-179 H/712-795 M). Madzhab ini diikuti oleh mayoritas kaum muslimin di Negara-negara Afrika, seperti Libya, Tunisia, Maroko, Aljazair, Sudan, Mesir, dan lain-lain. Dalam bidang teologi, seluruh pengikut madzhab Maliki mengikuti madzhab al-Asy’ari tanpa terkecuali. Berdasarkan penelitian al-Imam Tajuddin as-Subki, belum ditemukan di kalangan pengikut madzhab Maliki, seorang yang mengikuti selain madzhab al-Asy’ari.
3.      Madzhab Syafi’i
Madzhab Syafi’i ini didirikan oleh al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i (150-204 H/767-820 M). Madzhab Syafi’i ini diakui sebagai madzhab fiqh terbesar jumlah pengikutnya di seluruh dunia. Tidak ada madzhab fiqh yang memiliki jumlah beitu besar seperti madzhab Syafi’i, yang diikuti oleh mayoritas kaum Muslimin Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia. Filipina, Singapura, Thailand, India bagian Selatan seperti daerah Kirala dan Kalkutta, mayoritas Negara-negara Syam seperti Syiria, Yordania, Lebanon, Palestina, sebagian besar penduduk Kurdistan, Kaum Sunni di Iran, mayoritas penduduk Mesir dan lain-lain.Dalam bidang ideologi, mayoritas pengikut madzhab Syafi’i mengikuti madzhab al-Asy’ari sebagaimana ditegaskan oleh al-Imam Tajuddin as-Subki, kecuali beberapa gelintir tokoh yang mengikuti faham Mujassimah dan Mu’tazilah.
4.      Madzhab Hanbali
Madzhab Hanbali ini didirikan oleh al-Imam Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal al-Syaibani (164-241 H/780-855 M). Madzhab Hanali ini adalah madzhab yang paling sedikit jumlah pengikutnya, karena tersebarnya madzhab ini berjalan setelah madzhab-madzhab lain tersosialisasi dan mengakar di tengah masyarakat. Madzhab ini diikuti oleh mayoritas penduduk Najd, sebagian kecil penduduk Syam dan Mesir. Dalam bidang ideologi, mayoritas ulama Hanbali  yang utama (fudhala’), pada abad pertengahan dan sebelumnya, mengikuti madzhab al-Asy’ari. Di antara tokoh-tokoh madzhab Hanbali yang mengikuti madzhab al-Asy’ari ialah al-Imam ibn Sam’un al-Wa’izh, Abu Khaththab al-Kalwadzani, Abu al-Wafa bin ‘Aqil, al-Hafizh ibn al-Jawzi dan lain-lain. Namun kemudian sejak abad pertengahan terjadi kesenjangan hubungan antara pengikut madzhab al-Asy’ari dengan pengikut madzhab Hanbali.

 

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dengan demikian perlu dapat ditarik kesimpulan bahwa Aswaja adalahgolongan atau kumpulan orang yang senantiasa mengikuti jalan hidup Rasulullah SAW dan jalan hidup para sahabatnya atau golongan yang berpegang teguh pada sunnah rosul dan sunah (tariqah) para sahabat,lebih khusu lagi ( Abu bakar,Umar bin khatab,Usman bin affan,Ali bin abi thalib).

3.2 Saran

    Dari penjelasan yang telah dijelaskan, maka diharapkan Makalah ini dapat di manfaatkan pembaca dalam memahami tentang Aswaja.Selain itu penulis juga menyarankan untuk menerapkan apa yang baik dari Makalah ini dan juga mengingatkan penulis apa yang dianggap pembaca kurang baik dari Makalah ini. Sebagai penyusun, saya akui tidak terlepas dari kesalahan dan keterbatasan. Karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penulisan Makalah selanjutnya. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

 

Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar