PERJALANAN ASWAJA KE NUSANTARA
Pengampu : Bapak Nur Rohman
Disusun oleh :
1.
NILA KRISTANTI (151120001623)
2.
SISKA NOFITA HARDIYATI (151120001629)
3.
TRI HANDAYANI (151120001677)
Prodi Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara
Jln.Taman Siswa (pekeng) Tahunan Jepara
Telp.(0291)595477
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan
Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
dalam pemahaman masuknya Aswaja ke Nusantara ini.
Harapan kami semoga
makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,
sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya
dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui
masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh
karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Jepara,27 Maret 2016
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Wali Songo adalah ulama yang sangat berjasa dalam
penyebaran agama Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Siapapun tahu
bahwa mereka adalah ulama-ulama penganut faham Ahlussunnah wal Jama'ah yang
telah berhasil menanamkan ajaran Islam mengikuti faham Ahlussunnah wal
Jama'ah dalam dada masyarakat muslim Indonesia.
Fakta bahwa mayoritas umat Islam Indonesia sejak
dulu hingga sekarang menganut faham Ahlussunnah wal Jama'ah, dengan mengikuti
madzhab Syafi’i dalam bidang fiqh. Sudah tentu mereka mendapatkan faham
tersebut dari ulama dan para da'i yang mengajak dan mengajarkan tentang agama
Islam kepada mereka. Sesuatu yang sangat mustahil jika orang yang
menyebarkannya tidak menganut faham Aswaja sementara yang diajak adalah
penganut setia faham Ahlussunnah wal Jama'ah.
Di sisi lain semua sepakat bahwa
da'i yang menyebarkan agama Islam ke Nusantara khususnya di pulau Jawa adalah
wali songo. Karena itu dapat dikatakan bahwa wali songo adalah penganut Aswaja,
kecuali jika ada fakta sejarah yang menunjukkan bahwa ajaran Aswaja masuk ke
Indonesia dan mengubah faham keagamaan yang telah berkembang terlebih dahulu.
Tetapi kenyataannya, tidak ada data sejarah yang menjelaskan hal tersebut."Kata Sunan adalah sebutan
mulia yang diperuntukkan bagi para raja dan para tokoh da'i Islam di Jawa. Dan
akan dijelaskan nasab mereka hingga bersambung sampai ke Imam al-Muhajir. Dan sungguh
telah kami fahami dari apa yang mereka ajarkan, bahwa mereka semua adalah ulama
pengikut madzhab Syafi'i dan sunni dasar dan aqidah keagamaannya. Mereka
kemudian lebih terkenal dengan sebutan "wali songo." (Al-Imam
al-Muhajir,174).
Materi yang akan kami
bahas dalam makalah ini yaitu:
1.Momen-momen
berasejarah dalam penyebaran Islam
2.Penyebaran
Islam Masa Pra-Walisongo
3.Penyebaran
Islam Masa Walisongo
4.Penyebaran Islam Masa Pasca Walisongo
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Momen-momen
bersejarah dalam penyebaran Islam
Ada kesinambungan antara alur geosospol
dengan sejarah Islam di Nusantara. Memang banyak perdebatan tentanga waktu kedatangan Islam
di Indonesia ada yang berpendapat abad ke-18 dan ke-13
M. Namun yang pasti tonggak kehadiran Islam di Indonesia sangat
tergantung kepada dua hal yaitu pertama kesultanan pasai di Aceh yang
terdiri sekitar abad ke 13 dan kedua walisongo di Jawa yang mulai hadir pada akhir abad ke
15 bersamaan dengan runtuhnya Majapahit. Namun dalam perkembangan Islam selanjutnya
yang lebih berpengaruh adalah walisanga yang Dakwah Islamnya tidak hanya terbatas
di wilayah Jawa saja tetapi menggurita di seluruh pelosok Nusantara
yang penting untuk dicatat pula semua sejarawan sepakat bahwa Walisangalah yang dengan cukup
brilian mengkonteskan Aswaja dengan kebudayaan masyarakat
Indonesia, sehingga lahirlah Aswaja yang khas Indonesia yang sampai hari ini menjadi
basis bagi golongan tradisionalis.
No
|
Periode
|
Momensejarah
|
1
|
Islam
awal prawalisanga
|
Masyarakat
muslim bercorak maritim pedagang berbasis di wilayah pesisir.
Mendapat hak istemewa dari kerajaan Hindu yang
pengaruhnya semakin kecil.
Fleksibelitas politik.
Dakwah dilancarkan kepada para elit penguasa setempat.
|
2
|
Walisanga
|
Konsolidasi kekuatan pedagang muslim membentuk konsorsium bersama membidangi berdirinya kerajaan Demak dengan egalitarianisme Aswaja sebagai dasar
Negara.
Sistem
kasta secara bertahap dihapus.
Islamisasi dengan media kebudayaan.
Tercipta asimilasi dan pembauran Islam dengan kebudayaan lokal bercorak Hindu
Budha.
Usaha mengusir Portugis gagal.
|
3
|
Pasca-walisanga-kolonialisme
|
Penyatuan Jawa oleh Trenggana menyebabkan dikuasainya jalur laut Nusantara
oleh Portugis, kekuatan Islam masuk ke pedalaman.
Kerajaan Mataram melahirkan corak baru Islam
Nusantara yang bersifat agraris sinkkretik.
Mulai terbentuknya struktur masyarakat feodal
yang berkelindan dengan struktur kolonial mengembalikan struktur kasta dengan
gaya baru.
Kekuatan tradisionalister pecah belah akibat banyaknya pesantren
yang menjadi miniatur kerajaan feodal.
Kekuatan orisinil Aswaja hadir dalam
bentuk perlawanan agama rakyat dan perjuangan menentang penjajahan.
Arus pembaruan Islam muncul di Minangkabau melalui perang Padri.
Politiketis melahirkan kalangan terpelajar pribumi,
ide nasionalisme mengemuka.
Kekuatan islam mulai terkonsolidir dalam serikat islam
(SI).
Muhammadiyah berdiri sebagai basis
muslim modernis.
|
B.Masa
Pra-Walisongo
1.Zaman
Abu Mansur Al Maturidy
Nama lengkap beliau Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al
samarqandi Al Maturidi Al Hanafi.Beliau lahir di Maturid sebuah kota kecil
di Samarkand.Nama Almaturidi nisbatkan dari dari tempat kelahirannya
Maturid. Maturid adalah sebuah kota kecil di wilayah Asia Tengah, daerah yang
sekarang disebut Usbekistan. Tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti,
hanya diperkirakan sekitar pertengahan abadke-3 Hijriyah. Gurunya dalam bidang
Fiqih dan teologi adalah Nasyr bin Yahya Al Balakhi. Al Maturidi hidup pada
masa khalifah Al Mutawakil yang memerintah tahun 232 – 274/847 – 861 M. Al
Maturidi Wafat tahun 333 H, 9 tahun setelah Wafatnya Imam Asy’ari.
Karir pendidikan Al Maturidi lebih dikosentrasikan untuk
menekuni bidang teologi daripada Fiqih. Ini dilakukan untuk memperkuat
pemahaman terhadap teologi yang banyak berkembang di masyarakat pasa saat itu.
Teologi-teologi yang berkembang pada saat itu lebih banyak yang tidak sesuai
dengan kaidah yang benar sesuai dengan akal dan syara’.
Al Maturidy mendasarkan fikiran-fikirannya dalam soal-soal
kepercayaan kepada fikiran-fikiran imam abu hanifah yang tercantum dalam
kitabnya “al fiqh al akbar” dan “al fiqh al absat”. Pengikut
Maturidi juga adalah orang-orang hanafiah. Sebagai pengikut Abu hanifah yang
banyak memakai rasio dalam pandangan keagamaannya, Al Maturidi banyak pula
memakai akal dalam system teologinya.
Pemikiran-pemikiran Al Maturidi banyak dituangkan dalam
bentuk tulisan, diantaranya ialah Kitab Tauhid, Ta’wil Al Quran, Makhaz
Asy-Syara’I, Al Jadl, Al Ushul fi Ushul ad Din, Maqalat fi Al Ahkam Radd Awa’il
Al Abdillah li Al Ka’bi, Radd Al Ushul Al Khamisah li Abu Muhammad Al Bahili,
Radd Al Imamah li Al Ba’ad Ar Rawafid, dan Kitab Radd ‘ala Al
qaramatah. Selain itu ada pula karangan-karangan yang diduga ditulis
oleh Al Maturidi, yaituRisalah fi Al ‘Aqaid dan Syarh Fiqh
Al Akbar.
Ø Sejarah lahirnya aliran maturidiyyah
Al-Maturidiyah merupakan salah satu aliran sunni yang
dinisbatkan kepada penggagasnya bernama Muhammad bin Muhammad bin Mahmud, yang
dikenal dikalangan masyarakat dengan nama Abu Mansur Al Maturidy. Belum ada
catatan yang dapat menunjukkan dengan pasti kapan tokoh ini lahir, tapi para
ulama banyak yang berpendapat bahwa beliau lahir pada pertengana abad ke tiga
di daerah samarkand dan wafat pada tahun 333 H.. Abu mansur merupakan salah
seorang ulama yang mempelajari Usulul Fiqh hanafi. Pada masa itu terjadi
pergolakan pemikiran khususnya seputar fiqh wa usuluhu khususnya antara
Hanafiyah dan Syafi’iyah. Di saat badai perdebatan terjadi di antara para
fuqaha dan muhadditsin, serta ulama-ulama mu’tazilah baik dalam bidang ilmu
kalam ataupun fiqh dan usulnya pada kondisi itulah Abu Mansur Al Maturidy
hidup. Beliau dikenal sebagai ulama yang beraliran madzhab Hanafi. Sebagaina
disebutkan oleh kalangan ulama hanafiah, bahwa Abu Mansur memiliki arus
pemikiran teologi yang sama persis dengan Abu Hanifah.
Abu Mansur Al-Maturidy yang terkenal dengan julukan Imâm Al
Huda. Pernyataan ini membuktikan begitu besar pengaruh beliau dalam masyarakat
yang heterogen dengn segudang pendapat dan aliran dalam beragama. Untuk
memperkokoh kedudukannya dibidang teologi beliau banyak menulis,diatanranya
adalah Kitab Ta’wil Al- Qur’an, Kitab Ma’khud As Syarâ’I, Kitab Al Jidal, Kitab
Al Ushul fi Usul Ad Din, Kitab Al Maqâlât fi Al Kalâm, Kitab At Tauhîd dan
masih banyak lagi kitab yang lainnya.
Latar belakang lahirnya aliran ini, hampir sama dengan
aliran Al-Asy’ariyah, yaitu sebagai reaksi penolakan terhadap ajaran dari
aliran Mu’tazilah, walaupun sebenarnya pandangan keagamaan yang dianutnya
hampir sama dengan pandangan Mu’tazilah yaitu lebih menonjolkan akal dalam
sistem teologinya.
Pemahaman teologi yang muncul pada saat itu membuat Al
Maturidi lebih mendalami teologi. Apalagi pada ajaran-ajaran dari aliran
Mu’tazilah yang menurutnya mulai nampak keburukan-keburkannya dan tidak sesuai
dengan jalan pemikirannya, kendatipun demikian Al Maturidi juga masih mengikuti
ajaran mu’tazilah meskipun tidak utuh.
Sejarah menunjukkan peranan dan pengaruh mu’tazilah mulai
menurun setelah khalifah Mutawakil membatalkan aliran mu’tazilah sebagai mazhab
negara. Posisi mu’tazilah dimusuhi penguasa dan mayoritas umat. Sehingga
lahirlah teolog yang diterima oleh masyarakat banyak yang berpegang pada Al Quran
dan hadits dan kaum mayoritas. Inilah yang dimaksud dengan ahlusunnah wal
jama’ah.
Ø Pokok-pokok pemikiran Imam Al Maturidi
Abu Mansur Al Maturidy hidup sejaman dengan Abu Hasan Al-
Asy Arie, keduanya sama-sama berupaya menegaggak panji Ah Lussunnah Wal jamaah
ditengah kabutn pertikaian ideologi antar sekte dan aliran Islam. Meskipun pada
saat itu derah abu Mansur tidak sepanas Basrah dalam pergolakan pemikiran antar
sekte, akan tetapi di Samarkand juga ada berberapa ulama yang berkiblat pada
Muktazilah di Irak, merekalah yang menuai hantaman pemikiran dari al Maturidi.
Perbedaan antara pemikiran Al- Asy Arie dengan Al Maturidy
akan tetapi perbedaan itu sangat sedikit sekali, bahkan dapat dikatakan bahwa
antara Al Asyarie dan Al Maturidy nyaris meiliki kesamaan kalau tidak bisa di
sebut sama. Bahkan Muhammad Abduh mengatakan bahwa perbedaan antara Al
Maturidiyah dan Al Asyariyah tidak lebih dari sepuluh permasalahan dan
perbedaan di dalamnya pun hanyalah perbedaan kata-kata (al Khilâf Al
Lafdziyu). Akan tetapi ketika kita mengkaji lebih dalam aliran asy- Ariyah dan
Maturidiyah maka perbedaan-berdeakan tersebut semakin terlihat wujudnya. Tak
dapat dipungkiri bahwa keduanya berupaya menentukan akidah berdasarkan
ayat-ayat tuhan yang terangkum dalam al- Qur’an secara rasional dan logis.
Keduanya memberikan porsi besar pada akal dalam menginterpretasikan al- Qur’an
dibandingkan yang lainnya. Menurut Al-Asyariyah untuk mengetahui Allah wajib
dengan syar’i sedangkan Maturidiyah sependapat dengan Abu Hanifah bahwa akal
berperan penting dalam konteks tersebut. Hal itu merupakan salah satu contoh
perbedaan keduanya.
Metodologi yang diterapkan Maturidiyah meletakkan akal
dengan porsi besar, sedangkan asyariyah lebih berpegang pada naql, sehingga
para pengkaji mengklaim bahwa Asyariyah berada pada titik antara Muktazilah dan
Ahlul Fiqh wal Hadist, adapun Maturidiah barada pada posisi antara Muktazilah
dan Al Asyariyah. Maka dengan demikian ada sekte Muktazilah, Ahlul Hadist,
kemudian Muktazilah Maturidiyah dan Al Muhadtsun Al Asyairah.
Sekte Maturidiyah berpegang pada akal berdasarkan petunjuk
dari syariat, berbeda dengan Ahlul Fiqh dan Hadist yang berpegang teguh pada
naql tidak yang lain, khawatir terjadi kesalahan pada pandangan akal sehingga
dapat menyesatkan. Pendapat Ahlul Hadist ini hantam dengan hujjah dalam kitab
tauhid bahwa ini merupkan gaungguan syaithan. Urgensi analisa tidak bisa
diganggu gugat, bagaimana mungkin mengingkari akal yang berfungsi untuk
menganalisa, sedangkan Allah menyeru hambanya untuk selalu berfikir,
bertafakkur dalam melihat dan menganalisa seluruh apa yng terjadi di alam ini,
maka ini adalah bukti konkret bahwa berfikir dan bertafakkur adalah sumber
ilmu. Merkipun demikian maturidiah mengambil hukum berdasarkan akal yang tidak
bertentangan dengan syariat, jikalau terjadi pertentangan antar keduanya maka
yang diambil adalah hukum syariat. Jelas meskipun akal dijadikan landasan
berpikir dalam menentukan hukum akan tetapi semua itu harus bermuara dari nash.
Al
Maturidiyah berpendapat bahwa segala sesuatu pasti memiliki value, maka akal
tentu dapat membedaan mana nilai yang baik (good value) atau buruk (bad
value) dari sesuatu itu. Menurut mereka materi itu ada tiga. Pertama, yang
mengandung nilai baik (good value), kedua, mengandung nilai buruk (bad
value) dan yang ketiga, mengandung nilai baik maupun buruk, adapun syariat
menjadi penentu utama dalam menentukan bad value atau good value itu. Pendapat
ini seirama dengan Muktazilah, hanya saja muktazilah condong lebih tegas,
mereka menyatakan bahwa good value yang diketahui oleh akan menjadi suatu
kewajiban yang harus dilakukan begitupun dengan bad value yang diakui akal
harus ditinggalkan. Jadi yang paling menentukan di sini menurut Muktazilah
adalah akal. Sedangkan Maturiyah sedikit “malu” berpendapat sejelas Muktazilah,
murut mereka jika akal mengetahui bahwa sesuatu itu adalah benar salah maka
yang menentukan hal itu harus dilakukan atau tidak adalah syariat bukan akal,
karena akal tidakbisa menentukan syariat agama, yang menentuka syariat agama hanyalah
Allah yang Maha Tahu. Pendapat maturidiah ini tentu bersebrangan dengan
keyakinan Asy Ariayah, menurut mereka kebenaran itu dengan syariat berupa
perintah dan keburukan itu dengan syariat berupa larangan. Kebaikan adalah
suatu kebaikan karena Allah memerintah untuk melakukannya dan keburukan
tetaplah menjadi keburukan karena allah melarang untuk melakukannya. Dengan
demikian maka pendapat Maturidiah menengahi pendapat Muktazilah dan Al
Asyariyah.
2.Zaman Al-Asy’ari
Nama lengkapnya ialah Abul Hasan Ali bin Isma’il bin Abi Basyar Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah Amir bin Abi Musa Al-Asy’ari,seorang sahabat Rasulullah saw. Kelompok Asy’ariyah menisbahkan pada namanya sehingga dengan demikian ia menjadi pendiri madzhab Asy’ariyah.
Abul Hasan Al-Asya’ari dilahirkan pada tahun 260 H/874 M di Bashrah dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 324 H/935 M, ketika berusia lebih dari 40 tahun. Ia berguru kepada Abu Ishaq Al-Marwazi, seorang fakih madzhab Syafi’i di Masjid Al-Manshur, Baghdad. Ia belajar ilmu kalam dari Al-Jubba’i, seorang ketua Muktazilah di Bashrah.
Al-Asy’ari yang semula berpaham Mu’tazilah akhirnya berpindah menjadi Ahli Sunnah. Sebab yang ditunjukkan oleh sebagian sumber lama bahwa Abul Hasan telah mengalami kemelut jiwa dan akal yang berakhir dengan keputusan untuk keluar dari Muktazilah. Sumber lain menyebutkan bahwa sebabnya ialah perdebatan antara dirinya dengan Al-Jubba’i seputar masalah ash-shalah dan ashlah (kemaslahatan).
Sumber lain mengatakan bahwa sebabnya ialah pada bulan Ramadhan ia bermimpi melihat Nabi dan beliau berkata kepadanya, “Wahai Ali, tolonglah madzhab-madzhab yang mengambil riwayat dariku, karena itulah yang benar.” Kejadian ini terjadi beberapa kali, yang pertama pada sepuluh hari pertama bulan Ramadhan, yang kedua pada sepuluh hari yang kedua, dan yang ketika pada sepuluh hari yang ketiga pada bulan Ramadhan. Dalam mengambil keputusan keluar dari Muktazilah, Al-Asy’ari menyendiri selama 15 hari. Lalu, ia keluar menemui manusia mengumumkan taubatnya. Hal itu terjadi pada tahun 300 H.
Al-Asy’ari menganut faham Mu’tazilah hanya sampai ia berusaha 40 tahun. Setelah itu, secara tiba-tiba ia mengumumkan di hadapan jamaah masjid bashrah bahwa dirinya telah meninggalkan faham Mu’tazilah dan menunjukkan keburukan-keburukannya. Menurut Ibn Asakir, yang melatarbelakangi Al-Asy’ari meninggalkan faham Mu’tazilah adalah mengakuan Al-Asy’ari telah bermimpi bertemu Rasulullah Saw. sebanyak tiga kali, yaitu pada malam ke-10, ke-20, dan ke-30 bulan Ramadhan. Dalam tiga mimpinya itu, Rasulullah memperingatkannya agar meninggalkan faham Mu’tazilah dan membela faham yang telah diriwayatkan dari beliau.
Setelah itu, Abul Hasan memposisikan dirinya sebagai pembela keyakinan-keyakinan salaf dan menjelaskan sikap-sikap mereka. Pada fase ini, karya-karyanya menunjukkan pada pendirian barunya. Dalam kitab Al-Ibanah, ia menjelaskan bahwa ia berpegang pada madzhab Ahmad bin Hambal.
Abul Hasan menjelaskan bahwa ia menolak pemikirian Muktazilah, Qadariyah, Jahmiyah, Hururiyah, Rafidhah, dan Murjiah. Dalam beragama ia berpegang pada Al-Qur’an, Sunnah Nabi, dan apa yang diriwayatkan dari para shahabat, tabi’in, serta imam ahli hadits.
Madzhab Asy’ari bertumpu pada al-Qur’an dan al-sunnah.Mereka mata teguh memegangi al-ma’sur.”Ittiba”lebih baik dari pada ibtida’ (Membuat bid’ah).
Dalam mensitir ayat dan hadist yang hendak di jadikan argumentasi, kaum Asy’ariah bertahap, yang ini merupakan pola sebelumnya sudah di terapkan oleh Asy’ariah. Biasanya mereka mengambil makna lahir dari anas (Teks al-quran dan al-Hadist), mereka berhati-hati tidak menolak penakwilan sebab memang ada nas-nas tertentu yang memiliki pengertian sama yang tidak bias di ambil dari makna lahirnya, tetapi harus di takwilkan untuk mengetahui pengertian yang di maksud.
Kaum asy’ariah juga tidak menolak akal, karena bagaimana mereka akan menolak akal padahal Allah menganjurkan agar Ummat islam melakukan kajian rasional.
Pada prinsipnya kaum Asy’ariah tidak memberikan kebebasan sepenuhnya kepada akal seperti yang di lakukan kaum mu’tazilah, sehingga mereka tidak memenangkan dan menempatka akal di dalam naql (teks agama).akal dan nql saling membutuhkan.naql bagaikan matahari sedangkan akal laksana mata yang sehat.dengan akal kita akan bias meneguhkan naql dan membela agama.
Nama lengkapnya ialah Abul Hasan Ali bin Isma’il bin Abi Basyar Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah Amir bin Abi Musa Al-Asy’ari,seorang sahabat Rasulullah saw. Kelompok Asy’ariyah menisbahkan pada namanya sehingga dengan demikian ia menjadi pendiri madzhab Asy’ariyah.
Abul Hasan Al-Asya’ari dilahirkan pada tahun 260 H/874 M di Bashrah dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 324 H/935 M, ketika berusia lebih dari 40 tahun. Ia berguru kepada Abu Ishaq Al-Marwazi, seorang fakih madzhab Syafi’i di Masjid Al-Manshur, Baghdad. Ia belajar ilmu kalam dari Al-Jubba’i, seorang ketua Muktazilah di Bashrah.
Al-Asy’ari yang semula berpaham Mu’tazilah akhirnya berpindah menjadi Ahli Sunnah. Sebab yang ditunjukkan oleh sebagian sumber lama bahwa Abul Hasan telah mengalami kemelut jiwa dan akal yang berakhir dengan keputusan untuk keluar dari Muktazilah. Sumber lain menyebutkan bahwa sebabnya ialah perdebatan antara dirinya dengan Al-Jubba’i seputar masalah ash-shalah dan ashlah (kemaslahatan).
Sumber lain mengatakan bahwa sebabnya ialah pada bulan Ramadhan ia bermimpi melihat Nabi dan beliau berkata kepadanya, “Wahai Ali, tolonglah madzhab-madzhab yang mengambil riwayat dariku, karena itulah yang benar.” Kejadian ini terjadi beberapa kali, yang pertama pada sepuluh hari pertama bulan Ramadhan, yang kedua pada sepuluh hari yang kedua, dan yang ketika pada sepuluh hari yang ketiga pada bulan Ramadhan. Dalam mengambil keputusan keluar dari Muktazilah, Al-Asy’ari menyendiri selama 15 hari. Lalu, ia keluar menemui manusia mengumumkan taubatnya. Hal itu terjadi pada tahun 300 H.
Al-Asy’ari menganut faham Mu’tazilah hanya sampai ia berusaha 40 tahun. Setelah itu, secara tiba-tiba ia mengumumkan di hadapan jamaah masjid bashrah bahwa dirinya telah meninggalkan faham Mu’tazilah dan menunjukkan keburukan-keburukannya. Menurut Ibn Asakir, yang melatarbelakangi Al-Asy’ari meninggalkan faham Mu’tazilah adalah mengakuan Al-Asy’ari telah bermimpi bertemu Rasulullah Saw. sebanyak tiga kali, yaitu pada malam ke-10, ke-20, dan ke-30 bulan Ramadhan. Dalam tiga mimpinya itu, Rasulullah memperingatkannya agar meninggalkan faham Mu’tazilah dan membela faham yang telah diriwayatkan dari beliau.
Setelah itu, Abul Hasan memposisikan dirinya sebagai pembela keyakinan-keyakinan salaf dan menjelaskan sikap-sikap mereka. Pada fase ini, karya-karyanya menunjukkan pada pendirian barunya. Dalam kitab Al-Ibanah, ia menjelaskan bahwa ia berpegang pada madzhab Ahmad bin Hambal.
Abul Hasan menjelaskan bahwa ia menolak pemikirian Muktazilah, Qadariyah, Jahmiyah, Hururiyah, Rafidhah, dan Murjiah. Dalam beragama ia berpegang pada Al-Qur’an, Sunnah Nabi, dan apa yang diriwayatkan dari para shahabat, tabi’in, serta imam ahli hadits.
Madzhab Asy’ari bertumpu pada al-Qur’an dan al-sunnah.Mereka mata teguh memegangi al-ma’sur.”Ittiba”lebih baik dari pada ibtida’ (Membuat bid’ah).
Dalam mensitir ayat dan hadist yang hendak di jadikan argumentasi, kaum Asy’ariah bertahap, yang ini merupakan pola sebelumnya sudah di terapkan oleh Asy’ariah. Biasanya mereka mengambil makna lahir dari anas (Teks al-quran dan al-Hadist), mereka berhati-hati tidak menolak penakwilan sebab memang ada nas-nas tertentu yang memiliki pengertian sama yang tidak bias di ambil dari makna lahirnya, tetapi harus di takwilkan untuk mengetahui pengertian yang di maksud.
Kaum asy’ariah juga tidak menolak akal, karena bagaimana mereka akan menolak akal padahal Allah menganjurkan agar Ummat islam melakukan kajian rasional.
Pada prinsipnya kaum Asy’ariah tidak memberikan kebebasan sepenuhnya kepada akal seperti yang di lakukan kaum mu’tazilah, sehingga mereka tidak memenangkan dan menempatka akal di dalam naql (teks agama).akal dan nql saling membutuhkan.naql bagaikan matahari sedangkan akal laksana mata yang sehat.dengan akal kita akan bias meneguhkan naql dan membela agama.
C. Masa Walisongo
Dalam catatan sejarah, islam
disiarkan ke Indonesia oleh dua petugas, yaitu para pedagang dan para sufi yang
datang dari Gujarat. Sebagai pedagang, tentu bukan hanya kontak jual beli
barang yang bisa dilakukan. Dalam saling hubungan, disampng berdagang sering
ada waktu sela yang bisa dimanfaatkan. Misalnya, memanfaatkan waktu untuk
menunaikan shalat atau kewajiban agama lain termasuk menyiarkan agama yang
dipeluknya kepada pihak lain.
Menurut pemberitaan di Tiongkok,
pada tahun 1416 itu di tanah Jawa sudah banyak didatangi orang islam. Para
pendatang Islam itu bukan penduduk asli tanah Jawa atau Nusantara, melainkan
berasal dari luar, yaitu orang-orang Gujarat yang berasal dari India sebelah
barat.
Maulana Malik Ibrahim adalah
seseorang yang diduga keras berasal dari Gambay di Gujarat yang hidup hingga
tahun 822 H atau tahun 1419. Yang berarti dia hidup dan menyebarkan agama islam
di Jawa khususnya Jawa Timur di kalangan para sultan, menteri, rakyat yang
fakir dan miskin, hingga sekitar tahun 1419 itu. Kalau Islam dimasa sekarang
sudah menjadi mayoritas penduduk di Jawa, maka itu tidak lepas dari jasa Malik
Ibrahim sebagai salah seorang dari Walisongo.
Islam masuk ke tanah Jawa melalui
para wali, yang kemudian dikenal dengan sebutan walisongo. Penyiarannya
berlangsung dengan suasana yang damai. Ajaran Islam tidak disebarkan dengan
pertumpahan darah, melainkan didakwahkan secara bijaksana oleh para wali.
Adapun sebab-sebab yang membawa islam dapat
disebarkan dalam suasana damai, antara lain sebagai berikut :
1. Penyiar-penyiar
Islam yang datang mula-mula adalah terdiri dari para pedagang dan sufi.
2. Metode
penyampaian dakwah Islam adalah sudah sejalan dengan ketentuan ajaran Al-Quran.
Yaitu agar disampaikan dengan cara hikmah (bijaksana), dengan cara memberi
pengajaran yang baik, serta dengan cara bertukar pikiran secara sebaik-baiknya.
3. Kebijaksanaan
para mubaligh yang datang, yang telah dapat menyelami dan memahami watak bangsa
Indonesia.
Walaupun demikian, perjuangan para walisongo di Jawa
dalam penyebaran dan penyiaran agama islam mengalami periode perjuangan, yaitu
:
1. Periode
Gresik, yaitu periode yang berupa menyampaikan ajaran-ajaran islam kepada
masyarakat luas dan mempergiat pembentukan kader-kader.
2. Periode
Demak, yaitu periode yang segala tenaga dan pikiran telah dicurahkan utuk
menyusun kekuatan dan kekuasaan.
Kedua dari periode diatas,
berlangsung dalam waktu yang lama. Artinya, keduanya berlangsung dengan memakan
waktu yang tidak sekaligus. Dikedua periode ini, dakwah islam disampaikan
dengan memakan waktu yang puluhan tahun. Penyiaran dan penyebaran Islam di Jawa
pada zaman dahulu dipelopori oleh para wali. Namun yang sangat dikenal dalam
peloporan penyiaran agama islam dari sekian banyak wali tersebut dikenal dengan
sebutan Walisongo, yaitu wali yang berjumlah sembilan. Walisongo tersebut
adalah sebagai berikut :
a.
Maulana
Malik Ibrahim ( Sunan Gresik )
Maulana Malik
Ibrahim dikenal dengan nama Maulana Maghribi atau Syekh Maghribi. Silsilah
keturunannya berasal dari Zainul Abidin bin Sayyidina Hasan bin Sayyidina Ali
bin Abu Thalib menantu dari Nabi Muhammad SAW. Maulana Malik Ibrahim datang ke
Indonesia pada tahun 750 H/1379 M, bersama rombongan untuk mengislamkan raja
Majapahit dan masyarakatnya. Raja Majapahit waktu itu adalah Hayam Wuruk,
menerima dengan baik kedatangan rombongan Maulana Malik Ibrahim. Ia diterima
sebagaimana layaknya tamu kerajaaan. Setelah berada di kerajaan Majapahit,
Maulana Malik Ibrahim mengenalkan agama Islam kepada para raja Majapahit. Namun
karena raja Majapahit sangat fanatik terhadap agama Hindu, dan di Jawa raja
dianggap keturunan dewa yang harus dijunjung tinggi dan ditaati, maka usaha
Maulana Malik Ibrahim mengislamkan raja Majapahit tidak berhasil. Tetapi hal
tersebut tidak menjadi penghalang bagi Maulana Malik Ibrahim karena ia malah
dipersilahkan untuk tetap tinggal di Majapahit dan di beri kebebasan untuk
berdakwah menyebarkan agama islam.
Maulana Malik Ibrahim mengambil
daerah Jawa Timur, tepatnya di gresik untuk menetap dan sebagai tempat untuk
tinggal dan mengembangkan agama islam. Langkah pertama yang diambil adalah ikut
bersama-sama masyarakat berdagang. Melalui perdagangan inilah ia sedikit demi
sedikit memperkenalkan agama islam kepada masyarakat. Dari waktu ke waktu,
pemeluk agama islam semakin bertambah, sehingga ia menganggap perlu untuk
membangun tempat peribadahan dan lembaga pendidikan. Ia mendirikan masjid dan
pondok pesantren. Melalui masjid dan pondok pesantren inilah ia dapat mengembangkan
agama islam kepada santri-santrinya yang berasal dari Gresik sendiri ataupun
yang berasal dari daerah lain.
b.
Raden
Rahmat ( Sunan Ampel )
Raden Rahmat
lahir di Champa pada tahun 753 H/1401 M. Setelah berusia 20 tahun oleh ayahnya,
Ibrahim Asmarakandi, ia diperintahkan pergi ke Majapahit untuk mengislamkan
Raja Majapahit yang masih saudara sepupunya. Dalam perjalan, Raden Rahmat
singgah di palembang yang diperintah oleh Adipati Arya Damar. Sesampainya di
Majapahit, ia mengajak raja Majapahit untuk masuk islam. Sekalipun raja tidak
mau masuk islam Raden Rahmat diterima dengan baik dan diberi ijin untuk
menyiarkan agama islam lalu diberi tempat di Ampel Denta yang waktu itu masih
merupakan rawa-rawa.
Di Ampel inilah
Raden Rahmat mendirikan pesantren untuk mendalami ilmu-ilmu agama dan sebagai
tempat berdakwah. Dan Raden Rahmat inilah yang menjadi sesepuh Walisongo. Ia
juga menjadi penasehat kerajaan islam. Bahkan ia ikut serta membangun masjid
Demak tahun 1479 dan menjadi penganjur berdirinya kerajaaan Demak. Karena itu,
Raden Rahmat mendapat gelar “ Sunan Ampel “.
c.
Raden
Paku ( Sunan Giri)
Sunan Giri
adalah salah seorang diantara Walisongo, yang hidup pada abad ke-15 Masehi.
Nama aslinya adalah Raden Paku. Ada juga yang menyebutnya dengan Prabu Satmata,
atau Sultan Abdul Fakih. Jadi, Sunan Giri itu memiliki tiga buah nama.
Raden Paku ini diberi gelar dengan
Sunan Giri, sebab jasa-jasanya dalam mendirikan pesantren dan mengajar santri
di daerah Giri, Gresik. Dalam upaya memperoleh ilmu agama, ia mengusahakannya
dengan tekun belajar. Mula-mula ia memperoleh dari ayahnya sendiri, Maulana
Ishak, kemudian ia belajar dari Sunan Ampel, serta belajar dari beberapa ulama
didaerah Pasai (Aceh) dan tanah suci Makkah. Dalam penyebaran agama islam,
Sunan Giri mengirimkan beberapa muridnya untuk menyebarkan agama islam seperti
ke Sulawesi, Maluku, Madura, dan Nusa Tenggara. Sebagai penyebar agama islam ke
tengah-tengah masyarakat, Sunan Giri dikenal sangat sabar dan telaten pada
berbagai kalangan. Bahkan dalam menyampaikan tugas-tugas sucinya, ia sering
memanfaatkan kreativitasnya dalam menciptakan lagu-lagu ke tengah-tengah
masyarakat.
d.
Raden
Maulana Makdum Ibrahim ( Sunan Bonang )
Nama asli Sunan
Bonang adalah Raden Maulana Makdum Ibrahim, dan sering disebut Raden Makdum. Ia
putra Sunan Ampel (Raden Rahmat )dari perkawinannya dengan Dewi Candrawati.
Sunan Bonang menerima pendidikan agama islam pertama kali dari orang tuanya
sendiri, yaitu Sunan Ampel. Setelah menginjak dewasa da dasar-dasar ilmu agama
yang diajarkan oleh orang tuanya dianggap sudah memadai, ia dikirim oleh orang
tuanya bersama Raden Paku, putera Maulana Ishak, untuk belajar ke Pasai ( Aceh
), dan selanjutnya ke Mekkah, disampng untuk menunaiakan ibadah haji.
Setelah beberapa tahun lamanya
mendalami berbagai ilmu agama islam di Makkah, ia kembali ke tanah air dan
mengembangkan ajaran agama islam kepada masyarakat di Jawa Timur. Ia mengambil
daerah Tuban untuk tempat tinggal dan tempat dakwahnya. Sebagaimana
ayahandanya, Sunan Ampel, ia mendirikan pondok pesantren sebagai tempat
pendidikan bagi orang yang hendak menuntut ilmu pengetahuan agama islam
kepadanya dan juga ia mendirikan masjid untuk tempat ibadah shalat
santri-santrinya.
Ada salah satu kitab hasil karyanya
bernama Suluk Sunan Bonang yang berisikan pelajaran agama islam yang ditulis
dengan prosa Jawa Tengahan. Kepribadian yang luhur dan kedalaman ilmunya
membuat nama Sunan Bonang dikenal dimana-mana.
e.
Syekh
Ja’far Shadiq ( Sunan Kudus )
Nama Sunan Kudus
adalah Syekh Ja’far Shadiq. Nama aslinya Raden Amir Haji putera Raden Usman
Haji ( Sunan Ngudung ) penghulu dan panglima perang kerajaan Demak. Pada masa
mudanya, Raden Amir Haji pernah menjabat panglima perang kerajaan Demak,
menggantikan ayahnya. Semasa kecilnya, ia sudah terdidik di lingkungan yang
patuh menjalankan agama dan rajin mempelajari ajaran islam. Maka ketika
berhenti dari jabatan panglima perang, ia langsung bergerak dalam dunia dakwah.
Ia mengajarkan agama islam di
sekitar daerah Kudus dan Jawa Tengah pesisir utara. Sebagai guru dan Ulama
Besar yang mengajarkan ilmu Tauhid, hadist, usul, sastra, mantiq terutama ilmu
hukum islam ( syariat ) dan peradilan.
Cara Sunan Kudus
menyiarkan agama islam, juga seperti yang dilakukan wali-wali lainnya. Yaitu
dengan cara yang bijaksana. Ia pernah mengikat seekor lembu yang sangata
dihormati orang hindu. Lembu itu diikat disekitar masjid. Sehingga banyak
rakyat yang masih memeluk agama hindu waktu itu berbondong-bondong. Setelah
mereka hadir, lalu Sunan Kudus bertabligh. Dengan cara ini banyak diantara
mereka yang memeluk agama islam.
f.
Raden
Mas Syahid ( Sunan Kalijaga )
Sunan Kalijaga
adalah salah seorang Walisongo yang cukup terkenal. Ia terkenal karena lima
kelebihan utama, yaitu berjiwa besar, toleran, berpandangan tajam, budayawan
dan seniman, serta pujangga.Atas kemampuan yang dimiliki Sunan Bonang, ia
kemudian berkeinginan kuat untuk menjadi muridnya. Drai pernyataan
keinginannya, Sunan Bonang hanya mau menerimanya menjadi murid ika ia sanggup
menjaga tongkat yang ia tancapkan di tepi sungai. Kemudian terjalinlah hubungan Guru-Murid antara Sunan Bonang dan
Raden Mas Syahid (Sunan Kalijaga).Dengan setianya, selaku murid, Raden Mas
Syahid menaati janjinya dala menjaga tongkat ditepi sungai itu. Dari waktu ke
waktu dijagalah tongkat itu dengan setia sehingga ia memenuhi persyaratan yang
diminta sang guru. Diisnilah ada dua istilah penting yaitu “Kali” dan “Jaga”.
Kali adalah Sungai dan Jaga adalah penjaga. Jika ditambah dengan Sunan akan menjadi sunan penjaga
(tongkat dekat) kali.
Waktu itu ia
termasuk salah seorang wali yang berkewajiban menyediakan salah satu tiang dari
empat tiang pokok (Sakaguru). Tiang tersebut ia buat dari tatal yaitu serpihan
dari kayu sisa. Dari situlah Sunan Kalijaga itu mempunyai peranan yang sangat
penting dalam pendirian masjid Demak itu.
Sebagai tokoh yang kuat rasa toleran
dan berpandangan tajam,Dakwah Sunan Kalijaga adalah khas.Menurut pendapatnya,
menyampaikan ajaran islam perlu disesuaikan dengan keadaan setempat, dan
sedikit demi sedikit. Kepercayaan, adat istiadat, dan kebudayaan lama tidak
harus dihapuskan, tetapi diisi dengan unsur keislaman.Dikemudian hari ada
kesepakatan pendekatan dakwah, bahwa dakwah itu perlu ada yang dari atas juga
ada yang dari bawah.
Sebagian
budayawan dan seniman Sunan Kalijaga banyak mencipta yang menggambarkan
pendiriannya itu. Ia menciptakan dua
perangkat gamelan yaitu Nagawilaga dan Guntur Madu. Ia juga menciptakan sebuah
wayangyang dilukiskan diatas kertas yang lebar disebut wayang beber. Selain itu
ia juga menciptakan sebuah karya desain baju yang disebut dengan baju “takwo”
(dari bahasa al-Qur’an ibasut takwa),dan baju batik yang bermotifkan burung.Ada
juga karyanya dalam bidang seni suara, ia menciptakan lagu Dandanggula salah
satu jenis lagu Macapat.
g.
Fatahillah
(Sunan Gunung Jati)
Sunan
Gunung Jati atau Fatahillah adalah salah seorang walisanga yang melaksanakan
misinya untuk mengislamkan JawaBarat. Ia berhasil mendirikan dua buah kerajaan
islam Banten dan Cirebon, dan menguasai Sunda Kelapa, pelabuhan terpenting bagi kerajaan Hindu, kerajaan
Pakuan (Bogor).Karena pada tahun 1521 Pasai ditaklukan oleh Portugis, maka ia
meninggalkan negerinya untuk melakukan ibadah haji ke Makkah. Ia tidak mau
kembali ke negerinya, melainkan ke keraton Demak di Jawa.Ia ke Cirebon lebih dahulu,baru
kebanten sekitar 1525, dan berhasil menyingkirkan Bupati Sunda dikota itu.
Tahun 1527, kota pelabuhan yang sangta penting bagi
perdagangan kerajaan Hindu Pajjaran, yaitu Sunda Kelapa, berhasil ia rebut
denga cara melalui perjuangan yang cukup sengit mengingat letaknya yang tidak
jauh dari pusat kerajaan Pakuan (Bogor).Karena keberhasilannya Sultan Trenggana
menghadiahkan sepucuk meriam(1528) yang dibubuhi tahun tersebut. Ia tidak
berusaha untuk menaklukan Pakuan,tetapi memperluas kekuasaannya atas kota-kota
pelabuhan yang semula termasuk Pajajran. Pada saat usianya lebuh dari 60 tahun
Ftahillah pindah ke Cirebon dan mendirikan Masjid besar dengan gaya Masjid
Demak dan memperluas tempat-tempat ibadah. Darisitulah Ftahilllah yang besar
jasanya terhadap penyebaran islam di Jawabarat itu dikenal oleh orang-orang
dengan sebutan Sunan Gunung Jati.
h.
Syarifuddin
(Sunan Drajat)
Nama
asli Sunan Drajat adlah Syarifuddin, sering juga disebut dengan nama Raden
Qasim. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Condrowati. Raden Qasim yang sudah
mewariskan ilmu dari ayahnya kemudian diperintah untuk berdakwah disebelah
barat Gresik.Raden Qasim memulai perjalannya dengan naik perahu dari Gresik
sesudah singgah di tempat Sunan Giri.Dalam perjalannya kearah bart itu,
perahunya tiba-tiba dihantam ombak uyang besar sehingga menabrak karang dan
hancur. Namu pada saat kecelakaan itu, secara kebetulan seekor ikan besar yaitu ikan talang datang
untuk menolong Raden Qasim dan ia menaiki punggung ikan tersebut dan akhirnya Radqn
Qasim dapat selamat hingga ketepi pantai. Ikan talang itu membawa Raden Qasim
hingga ketepi pantai yag termasuk wilayah desa Jela. Sekarang desa itu termasuk
wilayah Banjarwati, kecamatan Paciran. Ditempat itu Raden Qasim disambut
masyarakat setempat dengan senang.Didesa Jelag itu, Raden Qasim mendirikan
pesantren. Karena caranya menyiarkan agama islam yang unik, maka banyaklah
orang yang datng berguru kepadanya. Setelah satu tahun menetap di desa Jelag,
Raden Qasim mendapat ilham supaya menuju kearah selatan dan disana ia
mendirikan surau untuk berdakwah. Tiga tahun kemudian secara mantap ia mendapat
petunjuk agar membangun tempat berdakwah yang strategis yaitu ditempat
ketinggian yang disebut Dalem Dhuwur.
Raden
Qasim adalah pendukung aliran putih yang dipimpin oleh Sunan Giri. Artinya
dalam berdakwah menyebarkan agama islam ia menganut jalan lurus dan benar
sesuai ajaran Nabi yang tidak boleh dicampur baur dengan adat dan kepercayaan
lama. Meski demikian ia juga mempergunakan kesenian rakyat sebagai alat dakwah.
Diantara ajaran Sunan Drajat yang
terkenal adalah sebagi berikut:
Menehana teken marang wong wuto
Menehana mangan marang wong kang
luwe
Menehana busana marang wong kang
wudo
Menehana ngiup marang wong kang
kudanan
Demikianlah ajaran Sunan Drajat
yang sangat berguna sebagai pedoman
manusia dalam menjalani hidup.
i.
Raden
Umar Said (Suanan Muria)
Raden
Umar Said merupakan salah seorang Dai deretan walisongo ia dikenal dengan Sunan
Muria. Sebab daerah oprasi penyiaran islamnya berada disekitar gunung muria,
yaitu sekitar 18 KM sebelah utara kota Kudus.Rden Umar Said adalah putra Sunan
Kalijga dengan Dewi Saroh. Dalam kegiatan dakwahnya Sunan Muria termasuk
kalangan wali-wali yang memutuskan untuk memindahkan pesantren Ampel Denta
sepeninggal Sunan Ampel yaitu memindah pesantren Ampel Denta ke Demak dibawah
pimpinan Rden Patah. Sunan Muria disebut sebut sebagai wali yang rajin
berdakwah. Dakwahnya memasuki pelosok-pelosok pedesaan dan gunung-gunung. Dalam
berdkwah,ia memakai sarana yang menarik dibuat tontonan dan tuntunan, seperti melalui gamelan,wayang,
dan tembang. Dari kreasinya, Sunan Muria telah menciptakan tembang macapat
yakni “sinom” dan “kinanthi”.Ynang
pertama adalah sinom yang digunakan untuk melukiskan suasana ramah tamah dan
nasehat. Yang kedua adalah kinanthi yangbernadakan gembira atau kasih sayang.
Tetapi, ia juga dipakai untuk mengajarkan keagamaan,nasehat, dan filsafat
hidup.
4.Masa pasca walisongo
1).Sultan Hadlirin
Sultan
Hadliriadalah gelar dari Kerajaan Demak kepada Sultan Kerajaan Kalinyamat yang
bernama Toyib. Dia di beri gelar Sultan Hadlirin karena dia adalah pendatang
yang hadir ke Jepara untuk menyebarkan Agama Islam. Sultan Hadliri mempunyai
Istri yang berasal dari Kearajaan Demak yaitu Putri Sultan Trenggono yang
bernama Retna Kencana yang mempunyai gelar Ratu Kalinyamat.Pangeran Kalinyamat
berasal dari luar Jawa. Terdapat berbagai versi tentang asal-usulnya.
Masyarakat Jepara menyebut nama aslinya adalah Win-tang, seorang saudagar
Tiongkok yang mengalami kecelakaan di laut. Ia terdampar di pantai Jepara, dan
kemudian berguru pada Sunan Kudus.
Versi lain
mengatakan, Win-tang berasal dari Aceh. Nama aslinya adalah Pangeran Toyib,
putera Sultan Mughayat Syah raja Aceh (1514-1528). Toyib berkelana ke Tiongkok
dan menjadi anak angkat seorang menteri bernama Tjie Hwio Gwan. Nama Win-tang
adalah ejaan Jawa untuk Tjie Bin Thang, yaitu nama baru Toyib.Win-tang dan ayah
angkatnya kemudian pindah ke Jawa. Di sana Win-tang mendirikan desa Kalinyamat
yang saat ini berada di wilayah Kecamatan Kalinyamatan, sehingga ia pun dikenal
dengan nama Pangeran Kalinyamat. Ia berhasil menikahi Retna Kencana putri
bupati Jepara, sehingga istrinya itu kemudian dijuluki Ratu Kalinyamat. Sejak
itu, Pangeran Kalinyamat menjadi anggota keluarga Kerajaan Demak dan memperoleh
gelar Pangeran Hadiri.
2).Al-Habib Ali bin Abu Bakar
As-Seggaf
Selain dikenali orang sebagai seorang wali beliau juga salah
seorang tokoh ulama yang kenamaan. Beliau sering memberitahukan apa yang
tersembunyi dalam hati murid-murid beliau.
Salah
seorang murid beliau yang bernama Soleh Bahramil berkata: “Pada suatu kali
ketika aku sedang sibuk berzikir di tengah majlis beliau, tibatiba di hatiku
tergerak sesuatu yang mengganggu zikirku. Beliau menoleh padaku sambil berkata:
“Berzikir itu jauh lebih penting dari apa yang tergerak di hatimu”.
Seorang
wanita yang bernama Nahyah binti Mubarak Barasyid pernah tergerak dalam
hatinya: “Jika hajatku dikabulkan oleh Allah, ia akan membuatkan sehelai
selimut dengan tangannya sendiri untuk Sayid Ali bin Abu Bakar As-Seggaf.
Setelah Allah mengabulkan ia terlupa dengan niat dalam hatinya. Sayid Abu Bakar
As-Seggaf mengutus salah seorang untuk mengingatkan niat yang tersimpan dalam
hati wanita itu. Dengan malu wanita itu membuatkannya segera selimut yang akan
dihadiahkan pada Sayid Ali.
Seorang
murid beliau berkata: “Pernah aku keluar dari kota Tarim untuk menghantarkan
seorang temanku yang hendak berpergian. Temanku itu menitipkan padaku seratus
Uqiyah. Dalam perjalananku pulang ke Tarim, wang seratus Uqiyah itu terjatuh ke
tengah jalan tanpa kuketahui. Aku datang menemui Sayid Ali, kuadukan kejadian
itu. Jawab beliau: “Kembalilah kamu di jalanan yang telah kamu melalui
sebelumnya”. Waktu aku keluar menyusuri jalanan yang kulalui, kudapatkan wang
seratus Uqiyah itu berada di bawah sebuah tembok di pinggir jalanan.
Seorang
muridnya pernah berkata: “Pernah sebiji mata anak perempuan saudaraku
terkeluar. Aku datang kepada Sayid Ali As-Seggaf dengan membawa anak perempuan
yang keluar matanya itu. Beliau pegang mata itu kemudian dikembalikan pada
tempatnya semula. Dengan izin Allah mata yang keluar itu sembuh seperti semula.
Aku minta pada beliau mendoakan untuk anak wanita itu agar dapat cepat kahwin.
Dengan izin Allah wanita itu segera dipinang orang setelah hidup membujang
dalam waktu yang lama”.
Salah
seorang kawan beliau berkata: “Pernah aku kehilangan perhiasan yang dibuat dari
emas. Aku datang menghadap Sayid Ali As-Seggaf minta doa agar perhiasanku yang
hilang itu kutemukan kembali. Beliau berdoa. Waktu pagi hari anehnya kudapati
perhiasan itu berada di bawah pohon kurma”.Sayid Ali bin Abu Bakar As-Seggaf
wafat pada tahun 895 H. Jenazahnya dimakamkan di perkuburan Zanbal, Hadramaut.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Aswaja masuk ke
Indonesia dibawa melalui beberapa tokoh penyebaran agama islam di Nusantara.
Diantaranya adalah peranan walisongo dalam menyiarkan dan mempelopori islam di
kalangan masyarakat Jawa. Sejak islam
yang ada di Jawa Timur, Jawa Tengah ataupun yang ada di Jawa Barat, jejaknya
dapat ditelusuri melalui dakwah para walisongo. Para walisongo menulis didesa
dan menghasilkan karya.Mereka hadir di desa-desa untuk membuka masyarakat pada
wawasan keislaman dan kenusantaraan sekaligus.Kegiatan tulis-menulis adalah
awal membangun peradaban tersebut.Selain untukmerawat tradisi yang sudah
berkembang dikalangan masyarakat, juga untuk memelihara segenap potensi dan
kekuatan peradaban bangsa ini. Perdaban ini dijaga dan dilestarikan melalui
kegiatan kebudayaan dan kesastraan, dalam bentuk tulis menulis, yang kemudian
melahirkan sejumlah karya dan khazanah keilmuan.
DAFTAR
PUSTAKA
blog.umy.ac.id/ghea/files/.../Alur-perjalanan-aswaja-dalam-geosospol.do...
Ahmad
Baso. Pesantren Studies 2a. Tangerang Selatan:Pustaka Afid.
Hamdani
Mu’in, dkk.1999.Materi Dasar Nahdlatul Ulama(Aswaja).Semarang Jawa Tengah.
Asyariyah.https://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/11/05/pemikiran-al-maturidi- dalam-ilmu-kalam/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar